JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab saat memberikan sambutan dalam deklarasi Pusat HAM Islam Indonesia (PusHAMI). Memberikan sejumlah nasehat kepada berbagai pihak diantaranya presiden RI, Densus 88, dan umat Islam sendiri. Mengawali sambutanya, ia mengingatkan bahwa lembaga HAM Islam memiliki tantangan berat ke depan, sebab pemerintah Indonesia meski sudah memiliki pasal-pasal yang berbicara tentang HAM di UUD1945 dan lembaga Komnas HAM, akan tetapi masih menggunakan pola fikir HAM versi barat.
“Tantangan lebih berat ke depan, meski sudah membuat undang-undang HAM, tapi paradigmanya masih menggunakan paradigma HAM barat,” katanya di hadapan ribuan hadirin, Rabu (14/11) di Masjid Al-Ishlah, Petamburan III, Jakarta Pusat
Diantara bukti bahwa pemerintah Rezim SBY masih menggunakan paradigma HAM barat menurut Habib Rizieq salah satunya ialah sikap SBY yang masih melindungi aliran sesat Ahmadiyah dengan alasan hak hidup dan perlindungan kepada setiap warga negara.
“Jadi artinya, menurut bapak Presiden, Ahmadiyah itu Hak Asasi Manusia. Saya mau tanya; Ahmadiyah itu sesat tidak? Menodai Islam tidak? Apakah kesesatan itu merupakan HAM? Dengan demikian jelas bahwa HAM dalam benak bapak Presiden kita adalah HAM barat, bukan HAM Islam,” lontarnya.
Sikap dan paradigma SBY tersebut menurut Habib Rizieq berujung dengan diberikannya gelar kehormatan kepada SBY berupa penghargaan Knight Grand Cross atau Ksatria Salib Agung dari ratu Elizabeth II.
Habib Rizieq berpendapat, SBY seharusnya memahami diri dan kapasitasnya bahwa dirinya pemimpin negara berpenduduk Muslim terbesar dunia.
“Presiden mesti tahu diri, dia beragama Islam, mestinya dia tidak gegabah, mestinya dia tidak ceroboh menerima penghargaan sebagai Ksatria Salib,” tegasnya.
Habib Rizieq pun mewanti-wanti bahwa sikap dan pilihan Presiden tersebut nanti akan dipertanggungjawabkan di akhirat. “Jadi kalau Presiden tidak menyadari, hati-hati! Nanti di hari kiamat dikumpulkan di padang mahsyar yang Presiden cari adalah bendera salib,” ungkapnya.
Bantahan terhadap tuduhan Syiah
Dalam kesempatan itu pula, Habib Rizieq menjawab seputar isu miring yang beredar terhadap dirinya yang menyatakan sebagai pengikut Syiah.
“Luar biasa saudara. Saya dituduh Syiah hanya karena pernah berkunjung ke Iran,” tegas Habib Rizieq. Yang menjelaskan pula bahwa selama tiga tahun dia belajar di sekolah kristen tetapi dia tidak pernah disebut sebagai pengikut kristiani.
“Tapi kenapa saya tidak dianggap Wahabi padahal saya tujuh tahun kuliah di Madinah,” tambahnya.
Lebih jauh, ia mengajak umat Islam untuk tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu. Apalagi, belakangan ini menurutnya, di dalam tubuh umat Islam saat ini rentan dengan budaya saling tuduh.
Bukan hanya masalah Syiah, sikap ini juga diakuinya dalam kasus tuduhan Wahabi, Khawarij, Mu’tazilla hingga Murji’ah yang sering berkembang di masyarakat. Menurutnya, jika semua itu dilakukan tanpa ilmu yang mumpuni justru akan menjadi sasaran empuk operasi intelijen.
Lebih jauh, ia mengingatkan agar tiap perbedaan yang ada dibahas dengan cara yang elegan, santun dan Ilmiah. Dari atas mimbar la dengan lantang meneriakkan “perang” terhadap budaya menghina sahabat yang sering dilakukan oleh Syiah.
Menurut Rizieq, jika cara ilmiah sudah tidak bisa dilakukan menasehati, maka “memerangi” kelompok yang merusak Ahlus Sunnah dinilai wajib.
“Saya ingatkan kepada para laskar FPI, jika ada yang menghina Ali ra, Fatimah ra dan istri-istri Rasulullah dan Ahlul Bait, bakar mimbar mereka lalu perangi mereka,” tegasnya disambut gemuruh takbir para jamaah.
“Begitupun jika ada yang menghina Sayyidina Abubakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Ustman dan para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalan. Bakar mimbarnya dan perangi mereka,” tambahnya lagi.
Menurutnya, permasalahan kesesatan Syiah tidak bisa dibahas dengan sikap yang reaktif. Namun, membangun cara berpikir analisis dan keilmuan jauh lebih penting untuk memberikan pemahaman pada ummat secara utuh tentang kelompok yang dinilai suka menghina Sahabat dan istri Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam tersebut.
Bahkan, terhadap Ahmadiyah, FPI pun memulainya dengan dialog dan mengajak delegasi dari pihak Ahmadiyah untuk datang. Bukan dengan main hantam dan serang.
Lawan Densus 88
Habib Rizieq juga sempat menyinggung ulah Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri yang kerap kali melakukan penangkapan secara ceroboh dan melakukan penembakan secara membabi buta kepada umat Islam. Menurutnya tindakan Densus 88 tersebut tidak dapat didiamkan terus menerus, umat Islam perlu melakukan perlawanan jika tindakan brutal masih saja dijadikan standar operasi Densus 88.
“Kalau salah tangkap bisa segera dibebaskan, kalau salah tembak langsung mati. Jadi saya ingatkan kepada para pemuda jika tidak punya salah jangan takut rumahnya digerebek Densus 88, lawan…” tegasnya.
Diamnya umat Islam selama ini, menurut Habib Rizieq bukanlah karena takut terhadap Densus 88. Akan tetapi, umat Islam masih menyayangi negeri ini dan mempertimbangkan maslahat banyak hal. Namun, jika memang Densus 88 masih menzalimi umat Islam Indonesia, FPI akan mengumumkan perlawanan.
Ia pun berharap PusHAMi dapat menjadi garda terdepan dalam membela dan mengadvokasi umat Islam yang dizalimi Densus 88 ataupun aparat penegak hukum lainnya. Selain itu, ia meminta agar umat Islam tidak takut dengan kezaliman yang diperbuat Densus 88. Habib Rizieq menyemangati untuk menjaga harga diri dan kemuliaan untuk melawan mereka.
“Daripada anda ditangkap hidup-hidup, dan disuruh mengaku macam-macam yang tidak anda perbuat, lebih baik anda melawan dan mati, ya lebih baik mati” Tegasnya bersemangat.
Habib Rizieq cukup gembira dengan berkumpulnya tokoh-tokoh dan ormas Islam untuk berhimpun membela umat Islam melalui pendirian PusHAMi tersebut. enurutnya menjadi isyarat keinginan umat Islam untuk bersatu.
Maka dari itu, ia meminta umat Islam untuk bijak melihat perbedaan atau khilafiyah dalam persoalan agama. Jika memiliki perbedaan selayaknya dilakukan diskusi dan dialog yang sehat dan kepala dingin penuh kekeluargaan. Tidak mudah untuk langsung main vonis. Pasalnya, menurut Habib Rizieq fenomena asal saling tuduh dan vonis dimanfaatkan oleh intelijen dan BNPT untuk memecah belah umat Islam untuk saling berperang serta mengarahkan pada stigma teroris serta ekstrim.
“Intelijen bermain di antara kita, mereka ingin umat melakukan takfiri (saling mengkafirkan, red), saling membid’ahkan agar kita berpecah belah. Hati-hati saudara,” tegasnya lagi.
Untuk menghadapi itu semua, diperlukan itikad baik umat Islam untuk bersatu dan menjaga persatuan umat.
“Ingatlah saudara Islam bersatu tak bisa dikalahkan,” cetusnya disambut takbir. (bilal/arrahmah.com)