LATTAKIA (Arrahmah.com) – Mujahidin Jabhah Islamiyah, Jabhah Nushrah, Harakah Syam Al-Islam dan Kataib Anshar Asy-Syam sejak hari Kamis (20/3/2014) mengumumkan dimulainya operasi gabungan “Perang Al-Anfal di Pesisir” atau “Perang Harta Rampasan Perang di Pesisir” di propinsi Lattakia. Beberapa kelompok mujahidin lainnya turut ambil bagian dalam operasi gabungan tersebut. Serangan gabungan mujahidin di propinsi Lattakia menargetkan posko-posko militer, menara-menara pengawas militer dan markas-markas militer.
Pada hari Senin (28/3/2014) mujahidin kembali mengumumkan dimulainya tahap kedua operasi gabungan “Perang Al-Anfal di Pesisir”. Operasi tahap kedua tersebut semakin menyudutkan pasukan rezim Nushairiyah dan milisi-milisi Syiah bayarannya, dimana roket-roket dan mortar-mortar mujahidin mulai mencapai Qardahah, kota kelahiran Bashar Asad.
Yayasan Media Al-‘Uqab, sayap media Mujahidin Harakah Syam Al-Islam, pada hari Jum’at (28/3/2014) merilis video eksklusif berjudul “Pesisir Suriah dan Perang Penentuan Nasib”. Video itu berdurasi 23 menit 16 detik dan mendokumentasikan suasana operasi gabungan “Perang Al-Anfal” di Lattakia.
Konspirasi internasional vs operasi gabungan mujahidin
Operasi gabungan “Perang Al-Anfal” di Lattakia, propinsi Suriah di pesisir Laut Mediterania dan berbatasan dengan Turki, telah dirancang dengan matang oleh mujahidin sejak penarikan mundur mujahidin secara mendadak dari Lattakia pada bulan Ramadhan 1434 H/Agustus 2013 M. Saat itu sebenarnya mujahidin sedang merangsek maju dan merebut banyak wilayah di Lattakia. Namun terjadi pengkhianatan dari sebagian kelompok terhadap hasil revolusi rakyat tersebut, sehingga sebagian besar kelompok jihad yang tulus terpaksa menarik mundur pasukannya dan merancang taktik baru.
Pengkhianatan sebagian kelompok tersebut belakangan juga menjadi sebab dari kegagalan beberapa operasi militer mujahidin di wilayah Lattakia. Hal itu memaksa mujahidin untuk membatalkan banyak rencana operasi jihad mereka di Lattakia.
Setelah itu beredar luas berita tentang konspirasi untuk memecah belah Suriah menjadi beberapa negara kecil. Diantaranya sebuah negara untuk kelompok Nushairiyah di wilayah pesisir Suriah [propinsi Lattakia dan propinsi Tartus yang mayoritas penduduknya beragama Nushairiyah]. Kelompok-kelompok pengkhianat tersebut adalah kelompok-kelompok FSA yang berada di bawah Aliansi Nasional Suriah dan membuat kesepakatan dengan Amerika, NATO, Rusia, China, Iran, Lebanon dan rezim Suriah untuk mencegah kelompok-kelompok mujahidin melakukan operasi jihad di Lattakia, sebab Lattakia menurut rencana negara-negara kafir tersebut akan dijadikan negara Nushairiyah untuk rezim Bashar Asad.
Menghadapi konspirasi internasional tersebut, kelompok-kelompok mujahidin Islam menyatukan usaha mereka melalui pelaksanaan Operasi gabungan “Perang Al-Anfal” di Lattakia. Hasilnya, untuk pertama kalinya mujahidin berhasil menembus wilayah yang dikuasai rezim Nushairiyah Suriah dan mujahidin menjejakkan kakinya di pasir Laut Mediterania. Mujahidin Harakah Syam Al-Islam merilis video tersebut untuk mengungkapkan besarnya konspirasi internasional dan pihak-pihak yang terlibat aktif dalam konspirasi tersebut serta usaha gabungan mujahidin untuk mematahkannnya.
Operasi gabungan “Perang Al-Anfal di Pesisir” merupakan operasi gabungan kelompok-kelompok jihad Islam di wilayah Pesisir Suriah, yaitu wilayah barat Suriah yang terdiri dari dua propinsi berpenduduk mayoritas Nushairiyah; propinsi Tarsus dan propinsi Lattakia. Saat ini operasi gabungan ini sudah berjalan di propinsi Lattakia.
Geografi Lattakia dan Tartus
Propinsi Lattakia berada di wilayah Suriah barat. Di sebelah utara, Lattakia berbatasan dengan Turki. Di sebelah selatan, Lattakia berbatasan dengan propinsi Tartus. Di sebelah timur, Lattakia berbatasan dengan propinsi Idlib dan Hamah. Dan di sebelah barat, Lattakia berbatasan dengan Laut Mediterania. Propinsi Lattakia terdiri dari empat distrik atau kabupaten, yaitu Lattakia, Jablah, Haffah dan Qardahah [kampung kelahiran klan Bashar Asad]. Luas wilayah propinsi Lattakia adalah sekitar 2300 km2 dan jumlah penduduknya adalah sekitar 1 juta jiwa berdasar sensus pada 2010. Mayoritas penduduknya beragama Nushairiyah dan loyalis rezim Nushairiyah Suriah.
Adapun propinsi Tartus memiliki luas wilayah sekitar 1890 Km2 dan jumlah penduduknya adalah sekitar 1 juta jiwa berdasar sensus pada 2010. Mayoritas penduduknya beragama Nushairiyah dan loyalis rezim Nushairiyah Suriah. Propinsi Tartus berbatasan dengan propinsi Lattakia di sebelah utara, berbatasan dengan propinsi Homs dan Hamah di sebelah timur, berbatasan dengan Lebanon di sebelah selatan dan berbatasan dengan Laut Mediterania di sebelah barat.
Noam Chomsky, profesor linguistik dari Institut Teknologi Massachusetts Amerika dan salah satu tokoh intelektual yang paling kritis terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat, dalam wawancara dengan sebuah stasiun TV menjelaskan bahwa Amerika Serikat memberikan bantuan senjata dan logistik kepada beberapa kelompok oposisi Suriah [FSA di bawah naungan Aliansi Nasional, red], namun tidak memberikan pengaruh apapun di lapangan. Chomsky menduga hal itu dikarenakan Amerika tidak mendukung rezim Bashar Asad, namun Amerika lebih khawatir lagi jika rezim Bashar Asad tumbang dan kekuasaan jatuh ke tangan oposisi Islam [mujahidin Islam, red].
Mujahidin menginginkan daulah dan syariat Islam
Mayoritas kelompok pejuang yang bertempur melawan rezim Nushairiyah Suriah dan milisi-milisi Syiah bayarannya adalah kelompok jihad Islam. Mereka menginginkan penegakan daulah Islam dan penerapan syariat Islam. Mereka ingin membebaskan seluruh wilayah Suriah dari penjajahan rezim Nushairiyah Suriah. Mereka tidak mempedulikan konspirasi internasional yang merencanakan rezim Bashar Asad tetap memiliki negara, khususnya di propinsi Lattakia dan Tartus.
Nushairiyah, negara buatan penjajah salibis Perancis
Kemajuan dan kemenangan yang diraih mujahidin Suriah memaksa rezim Bashar Asad untuk menyetujui opsi negara-negara Barat, Rusia dan Cina tentang pendirian negara kecil Nushairiyah [nama palsu versi mereka: Alawiyah] di dua propinsi yang berpenduduk mayoritas Nushairiyah, yaitu Lattakia dan Tartus. Ide pendirian negara Nushairiyah sendiri bukanlah ide yang baru. Penjajah salibis Perancis mengalahkan Turki Utsmani dan menduduki Suriah dan Lebanon pada 1918 M. Rakyat muslim Suriah mengangkat Faishal bin Syarif Husain sebagai raja mereka sekaligus pemimpin perang melawan penjajahan Perancis. Namun penjajah salibis Perancis berhasil mematahkan perlawanan jihad tersebut.
Untuk memecah belah kekuatan penduduk muslim Suriah dalam melawan penjajahan Perancis, pada tahun 1920 M penjajah Perancis telah membagi-bagi Suriah menjadi empat negara kecil yang mudah diadu domba; negara Damaskus, negara Aleppo, negara Alawiyah [baca: Nushairiyah] dan negara Druze [Druze adalah sekte kafir sempalan dari Syiah Ismailiyah]. Kaum Nushairiyah saat itu merupakan pendukung utama penjajahan Perancis di Suriah. Jadi negara kecil Nushairiyah pernah didirikan oleh penjajah Perancis pada 1920 M. Negara inilah yang kini ditawarkan kembali oleh Amerika, NATO, Rusia, dan China kepada Bashar Asad.
Pada masa jihad rakyat muslim Suriah melawan penjajah salibis Perancis selama periode 1925 – 1936 M, para penganut agama Nushairiyah senantiasa berada di barisan majikan mereka, yaitu penjajah salibis Perancis.
Pada tahun 1936 M itu pula Sulaiman Asad, kakek dari Bashar Asad, dan para pemimpin agama Nushairiyah menulis surat rahasia kepada pemerintah Perancis. Mereka menegaskan loyalitas mereka kepada Perancis dan bahwa mereka berbeda seratus persen dengan bangsa muslim Sunni Suriah, baik dari aspek akidah, ibadah maupun sejarah. Surat petisi tersebut masih disimpan dalam dokumen resmi Perancis sampai saat ini.
Lebih lanjut surat rahasia Nushairiyah tersebut menegaskan kesiapan kelompok Nushairiyah untuk bersekutu dengan kaum Yahudi di Palestina dalam menghadapi bangsa Arab muslim, dan dukungan Nushairiyah bagi mandat Inggris untuk tetap “menjajah Palestina” demi melindungi “minoritas Yahudi yang ditindas bangsa Arab muslim”.
DR. Mujahid Al-Amin dalam bukunya, Al-‘Alawiyyun aw An-Nushairiyah, mencantumkan dokumen rahasia Nushairiyah tersebut yang secara resmi disiarkan oleh Departemen Luar Negeri Perancis dengan no. 3547 tertanggal 15 Juni 1936 M. Dokumen itu adalah surat resmi kelompok Nushairiyah Suriah kepada perdana mentri Perancis. Isinya adalah permohonan untuk mempertahankan pasukan Perancis di Suriah, ucapan selamat kepada para imigran Yahudi dari seluruh dunia yang masuk ke Palestina, dan provokasi untuk memerangi kaum muslimin. Surat itu ditanda tangani oleh para pemimpin Nushairiyah Suriah pada tahun 1936; Sulaiman Al-Asad, Muhammad Sulaiman Al-Ahmad, Mahmud Agha Hadid, Aziz Agha Hawasy, ‘Tuhan” Sulaiman Al-Mursyid, dan Muhammad Bek Junaid.
Nushairiyah adalah agama kekafiran yang didirikan oleh Abu Syu’aib Muhammad bin Nushair An-Numairi (meninggal tahun 260 H). Ia merupakan sekte sempalan dari Syiah Imamiyah. Nushairiyah meyakini Allah menitis [al-hulul] pada diri Ali bin Abi Thalib dan para pemimpin Nushairiyah. Oleh karena itu penganut agama Nushairiyah saat ini meyakini Allah menitis pada diri Sulaiman Asad [kakek Bashar Asad], lalu Hafizh Asad, lalu Bashar Asad.
Nushairiyah meyakini adanya reinkernasi dan mengingkari adanya kehidupan alam kubur, alam akhirat, surga dan neraka. Nushairiyah tidak mengakui kewajiban shalat lima waktu, zakat, shaum Ramadhan dan haji; artinya mereka tidak meyakini rukun Islam dan rukun iman. Nushairiyah menghalalkan dan mengagung-agungkan minuman keras.
Pada tahun 1938 M, presiden ‘Tuhan’ Nushairiyah, Sulaiman Asad [digelari Al-Mursyid], meresmikan pengangkatan para hakim dan pembentukan angkatan bersenjata Nushairiyah untuk mempertahankan negara Nushairiyah Lattakia.
Ketika negara Suriah berhasil meraih kemerdekaan dan mengusir penjajah Perancis, pemerintah Suriah segera memadamkan pemberontakan Nushairiyah ini. Pasukan Suriah berhasil meruntuhkan negara Lattakia dan Sulaiman Asad tertangkap pada tahun 1946 M (1366 H). Ia dihukum mati.
Kelompok Nushairiyah lalu mengangkat anaknya, Mujib Asad [digelari Al-Mursyid]. Sebagaimana bapaknya, Mujib Asad juga mengaku sebagai Tuhan. Pada tahun 1951 M, dinas intelijen Suriah berhasil membunuh Mujib Asad. Setiap kali menyembelih hewan, pengikut Nushairiyah membaca doa: “Dengan nama Mujib Yang Maha Besar, dari tanganku untuk memotong leher Abu Bakar dan Umar.”
Rezim Nushairiyah menindas rakyat muslim Suriah
Kelompok Nushairiyah dengan kendaraan Partai Sosialis Ba’ats akhirnya berhasil melakukan kudeta militer dan menguasai sepenuhnya pemerintahan Republik Arab Suriah pada 1967 M. Pemerintahan Nushairiyah inilah yang menyerahkan Dataran Tinggi Jaulan (Golan) kepada pasukan penjajah Israel secara gratis pada perang 5 Oktober 1967 M, dimana Menteri Pertahanan Nushairiyah Suriah Hafizh Asad memerintahkan penarikan mundur pasukan Suriah dari Golan tanpa melepaskan sebutir peluru pun kepada pasukan penjajah “Israel”.
Atas jasanya kepada penjajah “Israel” tersebut, Hafizh Asad menjadi presiden Nushairiyah Suriah sejak 22 Februrari 1971 sampai hari kematiannya pada 10 Juni 2010 M. Hafizh Asad membantai puluhan ribu penduduk muslim Hamah pada 1982. Selama pemerintahannya ia memberangus gerakan Islam, namun tak sekalipun melepaskan peluru untuk merebut Golan dari tangan penjajah “Israel”. Ia lalu digantikan oleh anaknya, sang jagal Bashar Asad sampai hari ini. Kebijakannya melanjutkan kebijakan nenek moyang dan bapaknya.
Pemeluk agama Nushairiyah hanya berjumlah kurang dari 10 % dari keseluruhan penduduk Suriah. Lebih dari 80 % penduduk Suriah adalah penganut agama Islam. Menghadapi kenyataan tersebut, sejak 1973 M diktator Nushairiyah Hafizh Asad memperkuat pemerintahannya dengan menempatkan para penganut agama Nushairiyah dalam jabatan-jabatan strategis di bidang sipil maupun militer. Sejak tahun itu pula Hafizh Asad menjadikan dua propinsi basis pemeluk Nushairiyah, Lattakia dan Tartus, sebagai kawasan ekonomi khusus. Kedua propinsi itu mendapatkan pengembangan dan penguatan ekonomi yang sangat tinggi, melebihi semua propinsi lainnya di Suriah. Kawasan industri dan lapangan pekerjaan dibuka selebar-lebarnya untuk penganut agama Nushairiyah, dengan meminggirkan mayoritas penduduk kaum muslimin. Semua itu dilakukan Hafizh Asad untuk memperkuat kelompok Nushairiyah. Seorang pakar masalah Suriah dari Perancis, Fabrice Balanche, pada tahun 2006 menuliskan buku khusus tentang hal itu berjudul La région alaouite et le pouvoir syrien.
Untuk menguasai demografi Suriah, rezim Nushairiyah menyebar luaskan penduduk Nushairiyah ke propinsi Hamah dan Homs, sebagai perluasan dari pemusatan penduduk Nushairiyah di Lattakia dan Tartus. Jika semula penduduk Nushairiyah berada di pedesaan, maka pada masa diktator Hafizh Asad mereka mulai berpindah ke kota-kota. Jumlah penduduk Nushairiyah di propinsi Tartus meningkat pesat, dari 19 % pada tahun 1947 menjadi sekitar 70 % pada sensus tahun 2006. Sementara di propinsi Lattakia, penduduk Nushairiyah meningkat dari 29 % pada tahun 1947 menjadi sekitar 55 % pada sensus tahun 2006. Di distrik Jablah, propinsi Lattakia, penduduk Nushairiyah meningkat dari 3 % pada tahun 1947 M menjadi sekitar 65 % pada sensus tahun 2006 M.
Revolusi rakyat muslim Suriah Maret 2011 M
Bashar Asad mewarisi rezim Nushairiyah dari bapaknya, Hafizh Asad. Penindasan rezim minoritas Nushairiyah Suriah terhadap mayoritas rakyat muslim Suriah menimbulkan demonstrasi-demonstrasi damai anti rezim Nushairiyah pada Maret 2011, pasca meletusnya revolusi rakyat di Tunisia dan Mesir. Bashar Asad memberangus demonstrasi-demonstrasi damai tersebut dengan kekuatan senjata. Penangkapan, penyiksaan dan pembunuhan menjadi taktik Bashar Asad untuk membungkam suara rakyat muslim Suriah.
Amir Harakah Syam Al-Islam, Syaikh Abu Ahmad Al-Muhajir, menjelaskan bahwa rakyat muslim Suriah mengawali revolusi dengan demonstrasi-demonstrasi damai. Penindasan dan pemberanguasan dengan tangan besi oleh rezim justru membangkitkan kesabaran dan kegigihan rakyat Suriah dalam menentang rezim Nushairiyah. Rakyat muslim Suriah telah membukakan situasi dan kondisi yang mendukung terjadinya jihad bersenjata melawan rezim Nushairiyah Suriah. Rakyat sepenuhnya mendukung gerakan jihad setelah mereka yakin semua jalan damai tidak memberikan manfaat apapun dalam upaya mereka menuntut hak-hak mereka dari rezim.
Nushairiyah kembali memperkuat kedudukannya di pesisir
Kemajuan pesat yang diraih oleh mujahidin Suriah selama tiga tahun peperangan 2011-2013 M telah menyudutkan rezim Nushairiyah Suriah. Rezim Nushairiyah mulai menempuh taktik lama mereka, yaitu memfokuskan kekuatannya dan kekuatan pendukungnya di wilayah pesisir; Lattakia dan Tartus.
Tanda-tanda nyata dari pelaksanaan taktik tersebut adalah:
1. Keluarga-keluarga Nushairiyah mulai meninggalkan Damaskus dan kota-kota besar lainnya menuju Tartus dan Lattakia.
2. Rezim Nushairiyah Suriah dan milisi-milisi Syiah sekutunya melakukan pembantaian-pembantaian massal terhadap minoritas penduduk muslim di Lattakia dan Tartus dengan tujuan mengusir penduduk muslim dari dua wilayah basis Nushairiyah tersebut. Diantara pembantaian tersebut adalah pembantaian di Houlah, pinggiran Homs pada hari Jum’at, 25 Mei 2012 M yang menewaskan ratusan warga sipil muslim dan pembantaian di Baniyas, Tartus pada Kamis, 2 Mei 2012 M yang menewaskan tak kurang dari 800 warga sipil muslim. Selain tentara rezim Nushairiyah, pembantaian biadab tersebut melibatkan milisi-milisi Nushairiyah dan Syiah Shabihah.
3. Pasukan rezim Nushairiyah, milisi Syiah Shabihah dan milisi Syiah Hizbu Syaithan Lebanon menggelar operasi besar-besaran di kota Qushair, Homs dalam rangka membuka jalur sepanjang wilayah negara Nushairiyah, yang memanjang dari Lebanon, melalui Homs, menuju Damaskus, hingga berakhir di Tartus dan Lattakia.
Wilayah negara kecil Nushairiyah tersebut memiliki beberapa keuntungan:
1. Letaknya sangat strategis di pesisir pantai Laut Mediterania, sehingga memiliki potensi kekayaan laut, perikanan, pelayaran dan pelabuhan penting.
2. Wilayah pertania dan perkebunan yang subur, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pokok pangan penduduk Nushairiyah.
3. Memiliki dua kilang penyulingan dan pengolahan minyak bumi.
4. Memiliki pusat-pusat pembangkit listrik.
5. Sejumlah kajian menyebutkan wilayah perairan Suriah di garis pantai Laut Mediterania memiliki kandungan gas alam yang besar.
Konspirasi internasional untuk mengamankan negara Nushairiyah
Negara Nushairiyah selama puluhan tahun, sejak era penjajah Perancis tahun 1920an hingga periode Nushairiyah dibawah kepemimpinan diktator Hafizh Asad, telah mendapat kepercayaan penuh Amerika, Israel dan Barat untuk mengamankan stabilitas di kawasan Timur Tengah. Khususnya tugas untuk menindas mujahidin muslim Suriah dan mengamankan negara penjajah “Israel” dari ancaman mujahidin.
Revolusi jihad di Suriah sejak 2011 sampai saat ini telah mengoncangkan stabilitas Suriah dan mengancam eksistensi “Israel”. Pihak Amerika, Israel, Eropa, Turki, Rusia, China dan Iran sangat mengkhawatirkan kemajuan yang diraih oleh mujahidin Islam di Suriah. Di satu sisi mereka menginginkan rezim Bashar Asad digantikan oleh rezim nasionalis-sekuler yang pro Barat dan tetap melindungi eksistensi “Israel”, yang direpresentasikan oleh Aliansi Nasional dan FSA. Di sisi lain mereka tetap menginginkan rezim Nushairiyah eksis, setidaknya di Lattakia dan Tartus. Satu-satunya penghalang terlaksananya konspirasi internasional tersebut adalah rakyat muslim Suriah dan mujahidin Islam. Maka sejak lama konspirasi internasional berupaya keras menghalangi operasi jihad di Lattakia dan Tartus. Rusia, China, Iran dan Israel memiliki kepentingan untuk tetap mempertahankan eksistensi negara kecil Nushairiyah. Kepentingan Rusia dengan eksisnya negara Nushairiyah di pesisir Suriah adalah:
1. Rusia memiliki pangkalan militer di pantai Tartus.
2. Rusia ingin mempertahankan pijakan kaki dominasinya di Laut Meditarania.
3. Rusia berupaya untuk menghalangi ekspor minyak bumi dan gas alam dari negara-negara Teluk ke Eropa yang harganya sangat murah.
Kepentingan negara Syiah Imamiyah Iran dengan eksisnya negara Nushairiyah di pesisir Suriah adalah:
1. Iran menguasai wilayah arah Laut Mediterania dan memberikan pressing secara ekonomi kepada negara-negara Teluk.
2. Iran ingin mendominasi dan memonopoli ekspor produk olahan minyak bumi ke Eropa.
3. Iran merealisasikan perluasan wilayah Syiah di Lebanon dan Suriah dan mematahkan pengucilan oleh negara-negara Teluk, dengan mengatas namakan “Perlawanan terhadap Zionis”.
Adapun negara penjajah “Israel” merupakan pihak yang meraih kepentingan terbesar dari eksisnya negara Nushairiyah di pesisir Suriah. Penjajah “Israel” meraih sejumlah keuntungan dari eksisnya negara Nushairiyah di pesisir Suriah:
- Penjajah “Israel” akan leluasa me”Yahudi”kan kota Al-Quds.
- Penjajah “Israel” akan mampu mengepung dan mencekik kaum muslimin di Gaza.
- Penjajah “Israel” akan bisa menutup masalah pendudukan dataran tinggi Jaulan untuk selama-lamanya.
- Penjajah “Israel” akan bisa mendeklarasikan negara Yahudi sepenuhnya seperti kelompok Nushairiyah yang bisa mendeklarasikan negara Nushairiyah di pesisir Suriah.
- Memecah belah kawasan Suriah dalam beberapa negara kecil yang tidak mengancam esksitensi negara penjajah “Israel”.
Semua kepentingan di atas mengindikasikan adanya konspirasi internasional untuk mempertahankan pesisir Suriah bagi rezim Bashar Asad dan mencegah mujahidin melakukan operasi jihad di pesisir Suriah. Konspirasi internasional tersebut atas karunia Allah semata berhasil dipatahkan oleh mujahidin dengan menggelar operasi gabungan “Perang Al-Anfal di Pesisir” sejak pekan ketiga bulan Maret 2014 M ini.
Pakar masalah-masalah strategi dan militer, Shafwat Az-Zayyat, dalam wawancara dengan stasiun TV Al-Jazeera mengungkapkan operasi gabungan mujahidin di Lattakia ini merupakan perkembangan terbesar yang berhasil dicapai oleh revolusi rakyat muslim Suriah.
Pakar militer lainnya, Faiz Ad-Duwairi juga mengungkapkan kepada TV Al-Jazeera bahwa harus diakui oleh semua pihak bahwa front peperangan di Lattakia dilakukan oleh kelompok-kelompok “teroris” Islam, bukan oleh kelompok FSA.
“Seakan-akan pihak oposisi [mujahidin Islam, red] mengatakan kepada rezim: “Sebagaimana kalian membombardir Homs, Damaskus, Aleppo dan wilayah umat Islam lainnya; maka hari ini kami sudah berada di wilayah pesisir, kami telah mendekat ke Lattakia, ke Qardahah, kampung halaman rezim,” kata Shafwat Az-Zayyat.
Seperti sudah diperkirakan sebelumnya, rezim Nushairiyah Suriah terpaksa menarik sebagian pasukannya dari Damaskus dan Homs ke wilayah pesisir guna merebut kembali wilayah yang berhasil dibebaskan oleh mujahidin Islam. Hal ini meringankan pengepungan pasukan rezim dan milisi Syiah terhadap kaum muslimin di Damaskus, pinggiran Damaskus dan Homs.
Jihad di Suriah sangat ditentukan oleh operasi militer di wilayah pesisir. Inilah yang kini dilakukan oleh operasi gabungan kelompok-kelompok jihad Islam. Mereka telah berhasil merebut kota Kasab di perbatasan Lattakia – Turki. Operasi gabungan mereka terus berlanjut menuju kota Ra’s Baseet, Qardahah, Lattakia dan wilayah-wilayah lainnya. Konspirasi internasional telah berhasil mereka porak-porandakan atas izin dan karunia Allah semata. Semoga jihad mereka akan terus mendapatkan naungan berkah, pertolongan dan taufik dari Allah Ta’ala.
(muhib al majdi/arrahmah.com)