(Arrahmah.com) – Recep Tayyip Erdogan, seorang politikus Turki yang menjabat sebagai presiden Turki sejak 2014 ini lahir di Istanbul pada 26 Februari 1954. Sebelumnya ia menjabat Perdana Menteri Turki selama beberapa tahun.
Meski kini menjadi orang nomor satu, Erdogan pernah merasakan berada di penjara pada tahun 1998 karena puisinya yang bermasalah. Setelah empat bulan di penjara, Erdoğan mendirikan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). Dari tahun pertama, AKP menjadi gerakan politik terbesar yang didukung publik di Turki. AKP memenangkan dua pertiga kursi di parlemen, membentuk pemerintahan partai tunggal setelah 11 tahun.
Kiprah Erdogan baik di negara sendiri maupun di kawasan semakin terlihat dan diakui kawan dan lawan. Turki memperlihatkan kekuatan militernya dan menjadi salah satu pemain utama dalam konflik Suriah serta Libya. Erdogan tak segan memberikan peringatan kepada pihak-pihak lawan. Tak hanya gertakan, ia bergerak mengimplementasikan peringatannya seperti yang dilakukan di Suriah misalnya.
Turki sebenarnya bermain dalam perang Suriah sejak 2011, pemerintah Turki mendukung Tentara Pembebasan Suriah (FSA) yang menjadi rival Asad. Tentara Turki melalui organisasi intelijennya, melatih pasukan FSA. Bukan tanpa alasan Turki terlibat di Suriah, Erdogan mengatakan bahwa Bashar Asad telah melakukan kejahatan perang di wilayah yang berbatasan dengan Turki ini.
Rusia masuk ke dalam perang Suriah pada tahun 2015, saat itu rezim Asad hampir runtuh, rezim telah kehilangan banyak wilayah yang berhasil direbut faksi-faksi pejuang Suriah yang memerangi pasukan Bashar Asad dan sekutunya.
Bantuan Rusia untuk rezim Asad berhasil membalikkan keadaan. Satu persatu wilayah yang sebelumnya telah dibebaskan oleh pejuang dan Mujahidin Suriah, kembali direbut pasukan rezim Asad, hingga akhirnya tersisa petak besar kubu pejuang Suriah yang sampai saat ini masih belum bisa direbut rezim, yaitu wilayah Idlib di Suriah barat laut.
Di wilayah itulah pasukan Turki dikerahkan, titik-titik pengamatan juga didirikan oleh Turki untuk mencegah eskalasi besar-besaran oleh rezim Asad di sana. Turki memulai operasi militernya di Suriah pada 2016 dengan dalih memerangi kelompok teroris YPG yang dituduh oleh Turki merupakan afiliasi PKK yang dilarang di Turki.
Sejak 2016 hingga saat ini, tiga operasi militer telah diluncurkan oleh Turki dan berhasil mengamankan wilayah Suriah yang berbatasan dengan Turki. Ribuan pengungsi Suriah yang melarikan diri ke Turki dilaporkan telah kembali ke rumah mereka di Suriah barat laut setelah operasi militer tersebut. Pasukan pimpinan Kurdi pun didorong keluar dari wilayah yang sebelumnya mereka kuasai.
Di Libya, Turki menjadi pendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB dan menentang pemerintahan saingan yang dipimpin oleh Jenderal Khalifa Haftar di Libya Timur. Dalam beberapa kesempatan, Erdogan menyatakan bahwa Turki tidak akan membiarkan Libya sendirian.
Erdogan mengakui bahwa negaranya telah mengirimkan pasukan ke Libya untuk misi pelatihan. Turki juga mengirimkan pejuang oposisi Suriah untuk bertempur di sisi GNA dan memerangi pasukan Haftar. Bantuan Turki membuat GNA mampu bertahan dan berhasil merebut wilayah dari tangan Haftar.
Di dalam negeri, kekuatan Erdogan seperti tak tersaingi. Kudeta pernah diluncurkan, namun berhasil digagalkan dalam waktu singkat. Ribuan orang yang terkait dengan kudeta tersebut ditangkap. Tak kenal ampun, tubuh pemerintahan dibersihkan dari para pendukung kudeta.
Di masa pemerintahannya, Erdogan juga mencetak sejarah, mengembalikan bangunan bersejarah yang sebelumnya diubah menjadi museum di era Mustafa Kemal Attaturk. Hagia Sophia yang selama ratusan tahun berfungsi sebagai Masjid, dijadikan museum saat Attaturk berkuasa. Namun di era Erdogan, bangunan tersebut kembali menjadi Masjid kebanggaan Kaum Muslimin. Peristiwa itu membawa kebahagiaan bagi kaum Muslimin di Turki khususnya dan di seluruh dunia.
Terlihat ribuan Muslim berduyung-duyung mendatangi Hagia Sophia untuk sholat Jumat perdana di sana.
Tak lama setelah Hagia Sophia, Erdogan juga mengubah museum lainnya yang sebelumnya memang berfungsi sebagai Masjid, mirip dengan Hagia Sophia.
Banyak yang telah diberikan Turki untuk kaum Muslimin, seperti Palestina, Rohingya, dan lainnya. Turki secara aktif mengirimkan bantuan kemanusiaan untuk Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Turki juga diketahui paling banyak menampung pengungsi Suriah yang melarikan diri dari kekejaman rezim Bashar Asad.
Sepak terjang Erdogan sekarang ini, mengingatkan kembali ke masa kejayaan Islam di era kekhalifahan Turki Utsmaniyyah. Dimana umat Islam mencapai puncak kekuatan dan kegemilangan, menjadi adi daya dunia yang adil bijaksana, disegani lawan dan dihormati kawan.
Akankah Erdogan kini mampu menulis ulang kejayaan Islam dengan tinta emas..?
Wallahu a’lam bish shawab.
Narasi: Hanin Mazaya
Video Editor: Ibnu Jabeer
(*/arrahmah.com)