JAKARTA (Arrahmah.com) – Tak ada anak sholih yang ridho orang tuanya murtad, begitupula yang dirasakan tiga putra sholih dari Pendeta Saifudin Ibrahim yang dahulu seorang ustadz besar di Pondok Pesantren Al-Zaytun, Indramayu. Maka dengan dimediasi oleh Ustadz Insan L.S. Mokoginta, seorang kristolog, ketiganya menggugat ayah mereka untuk kembali kepada Islam, sebagaimana didokumentasikan pada video yang dirilis oleh Dawa Video pada 8 Januari 2015 pada Youtube.
Saifuddin Ibrahim adalah seorang murtadin alias seseorang yang keluar dari Islam. Sebelum murtad dia pernah menjadi seorag ustadz. Dahulu dia merupakan alumni Universitas Muhammadiyah Surakarta, lalu menjadi pengurus Pondok Pesantren Al-Zaytun di Indramayu.
Setelah murtad dia menjadi seorang pendeta. Di berbagai kesempatan Saifuddin Ibrahim tak bosan-bosan menghina Islam dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Salah satu pernyataan buruk dari Saefuddin adalah mengatakan bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam memimpin 27 peperangan untuk menyebarkan Islam, sementara Yesus tidak menggenggam sebilah belati pun untuk mengajarkan kristen kepada murid-muridnya. Hal tersebut terus diluruskan oleh Ustadz Insan L.S. Mokoginta dalam berbagai kesempatan dengan ayat Qur’an dan membandingkannya dengan Injil (lihat video di atas).
Dalam video tersebut, Saddam Husein, putera kedua dari Saifuddin juga menceritakan bahwa kemurtadan ayahnya tidak secara langsung diketahui kedua saudaranya dan ibunya. Namun, pasca Saifuddin merasakan kekecewaan berat terhadap Pondok Pesantren Al-Zaytun, mereka kemudian diboyong keluar dari sana, meski tak langsung serumah.
Pada masa itulah Saddam, satu-satunya anak yang dibawa ke Jakarta oleh Saifuddin mengetahui kemurtadan ayahnya dalam sebuah perjalanan ketika ia dan ayahnya mengunjungi beberapa “teman” Saifuddin, yang ternyata di antaranya merupakan pemimpin Ziokindo (Zionis Kristen Indonesia) yakni Edi Sapto. Di saat kunjungan tersebut, didapati oleh Saddam bahwa Saifuddin telah berdoa layaknya seorang kristiani dengan mengimani Yesus sebagai juru selamat dengan begitu khusyuk.
Merasa terpukul dengan kemurtadan Saifuddin, Saddam yang masih kelas 6 SD ketika itu (2006) tak dapat menghentikan air matanya. Ia tak habis pikir, ayahnya yang seorang ustadz dapat begitu mudah menjadi kafir. Setibanya di rumah, Saddam tak mampu mengutarakan langsung apa yang ia ketahui tentang ayahnya kepada Ibu dan kedua saudaranya yang nun jauh disana.
Namun, ternyata tak lama kemudian Saifuddin memboyong keluarganya ke Jakarta dan mulai mendakwahkan injil kepada dua saudaranya yang lain, yakni Reza Fikri (anak pertama) dan Muammar Khadafi (anak ketiga). Muammar yang masih polos ketika itu menganggap ayahnya yang dianggapnya masih ustadz sedang mengajarkan tentang apa itu agama kristen, maka tidak ada yang curiga, termasuk isteri Saifuddin, Nurhayati. Mereka diberikan masing-masing sebuah al-kitab dan diawali dengan memahamkan tugas orang tua dalam Amsal, kemudian disusul dengan Mathius. Semua berjalan seperti sebuah ta’lim biasa.
Tak dapat menahan perasaannya melihat upaya pemurtadan terjadi di rumahnya, Saddam membongkar kemurtadan Saefuddin kepada ibu dan kedua saudaranya. Seketika mereka menjadi sedih, terutama Nurhayati. Sayang sekali, dengan memanfaatkan posisinya sebagai imam rumahtangga, Saefuddin membaptis isterinya.
Sementara, di dalam hati Nurhayati menolak sejadi-jadinya. Seiring semakin kerasnya upaya Saifuddin dalam mengkristenkan keluarganya, Nurhayati berupaya menyelamatkan putra-putranya. Ia kabur membawa ketiga putranya ke Jepara, menghindari pemurtadan yang dilakukan suaminya sendiri.
Qodarullah, dalam keadaan iman dan Islam, Nurhayati kembali kepada Allah subhanahu wata’ala. Subhanallah, akhirnya ketiga anak dari Saifuddin Ibrahim kini masih menjadi Muslim, dan mereka meminta ayahnya untuk kembali ke Islam.
Satu yang istimewa dari ketiga putra sholih ini adalah, mereka ingin menyelamatkan ayahnya dari siksa api neraka yang mengancam murtadin, sebagaimana yang ibu mereka amanahkan sebelum wafat. Maasyaa Allah, semoga iman dan Islam terus menyertai kalian hingga berkumpul kembali bersama ibu Nurhayati di Jannah.
(adibahasan/arrahmah.com)