ISLAMABAD (Arrahmah.com) – Parlemen Pakistan meloloskan undang-undang “anti-terorisme” pada Rabu (2/7/2014) yang memberikan kekuasaan sweeping kepada aparat keamanan untuk menekan militansi, tetapi beberapa aktivis dan legislator mengkritik ketentuan tersebut karena dianggap terlalu keras lapor Reuters.
Rancangan undang-undang, yang dikenal sebagai Perlindungan Ordonansi Pakistan, sekarang tinggal ditandatangani menjadi undang-undang oleh presiden.
Perdebatan hukum ini terjadi menyusul serangan Mujahidin Taliban yang gencar pada bulan ini terhadap militer boneka Pakistan yang beroperasi di wilayah perbatasan terpencil Waziristan Utara.
Senator oposisi terus berupaya mengeliminasi klausul-klausul yang paling menghukumi itu, kata Senator Afrasiab Khattak.
“Ini merupakan undang-undang yang terlalu keras,” kata Khattak melalui telepon. “Kami akan mengangkat masalah ini lagi ketika tiba saatnya untuk pembaruan undang-undang dalam dua tahun.”
Undang-undang yang direvisi ini, kata dia, memungkinkan tersangka yang akan ditahan untuk interogasi selama 60 hari tanpa tuduhan, padahal penahanan yang diizinkan saat ini hanya 15 hari. Petugas polisi senior bahkan diperbolehkan untuk mengeluarkan perintah untuk menembak untuk membunuh tersangka.
Hal ini memungkinkan para tahanan akan disekap di fasilitas rahasia dengan beberapa pengawasan yudisial. Jika penggeledahan tanpa surat diperbolehkan, seharusnya bukti dan penyebab wajib diajukan di pengadilan dalam waktu dua hari.
Dalam bentuk aslinya, udang-undang itu (tertulis) jauh lebih keras.
Hal ini dimaksudkan untuk menggantikan Undang-undang Pakistan yang lama yakni yang dibuat tahun 1997. UU lama itu merupakan dasar hukum untuk melawan pertumbuhan militansi di negara Asia Selatan yang mencapai angka 180 juta.
Tapi Fawad Chaudhry, penasihat media oposisi Partai Rakyat Pakistan, mengatakan undang-undang lama belum digunakan dengan benar dan ia meragukan bahwa revisi ini akan menjadikannya lebih baik.
Ratusan warga Pakistan telah ditahan selama bertahun-tahun di penjara rahasia tanpa ada tuduhan apapun. Pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan juga umum terjadi.
“Pengesahan undang-undang ini tidak masalah. Masalahnya adalah implementasi,” kata Chaudry melalui telepon.
Pengadilan Pakistan jarang menghukum militan yang high-profile. Polisi tidak benar-benar dilatih bagaimana mengumpulkan bukti, dan hakim dan jaksa sering menjadi sasaran ancaman pembunuhan.
Anehnya, kadang-kadang para pejabat pengadilan juga bersimpati kepada tujuan militan, tutup Chaudhry. (adibahasan/arrahmah.com)