DAMASKUS (Arrahmah.com) – Rezim Asad di Suriah “kehilangan legitimasinya karena kekejamannya terhadap rakyat Suriah,” menurut Martin Longden, perwakilan khusus Inggris untuk Suriah.
Longden mengatakan di Twitter pada Selasa (8/1/2019) bahwa Inggris menutup kedutaan besarnya di Damaskus pada tahun 2012 dan “kami tidak memiliki rencana untuk membukanya kembali.”
“Akhir dari cerita,” tegasnya.
Inggris menutup kedutaannya di Damaskus setelah rezim Bashar Asad menargetkan warga Suriah menyusul protes anti-rezim, yang mengikuti protes serupa di Musim Semi Arab.
Inggris telah kritis terhadap rezim di Suriah sejak awal kekejaman yang menargetkan warga sipil.
“Melindungi warga Suriah dan memberi mereka bantuan penyelamat yang mereka butuhkan haruslah yang terpenting,” kata Menlu Boris Johnson saat itu hampir setahun yang lalu, sebagai tanggapan atas pengepungan yang menghancurkan di Ghautah Timur.
“Inggris berkomitmen untuk bekerja sama dengan semua mitra internasional untuk menjamin berakhirnya pertumpahan darah yang mengerikan dan membuat kemajuan menuju solusi politik, yang merupakan satu-satunya cara untuk membawa perdamaian bagi rakyat Suriah,” katanya.
“Rezim Suriah memiliki catatan menjijikkan menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri,” dan senjata kimia telah “menjadi senjata perang yang terlalu biasa dalam konflik Suriah,” Peter Wilson, perwakilan Inggris untuk Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW), mengatakan setelah penggunaan senjata kimia oleh pasukan Assad di berbagai lokasi, termasuk Douma.
Pernyataan Wilson datang pada Pertemuan Dewan Eksekutif OPCW tahun lalu setelah serangan udara bersama oleh AS, Inggris, dan Prancis pada fasilitas senjata kimia rezim Asad yang dilaporkan di Suriah.
Suriah telah berada dalam perang berkepanjangan sejak awal 2011, ketika rezim Asad menindak demonstran dengan keganasan yang tak terduga.
Sejak itu, ratusan ribu orang diyakini telah terbunuh dan jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal akibat perang.
(fath/arrahmah.com)