JAKARTA (Arrahmah.com) – DPRD DKI Jakarta mendesak Pemprov DKI mengaudit dana pertanggung jawaban sosial perusahaan (corporate social responbility/CSR) yang diberikan pengembang kepada Pemprov DKI Jakarta. Mengingat dana tersebut digunakan untuk pembangunan sarana publik yang secara langsung menjadi aset pemerintah.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Mohamad Taufik menyebut, Ahok telah melakukan kesalahan prosedur dalam pengelolaan keuangan daerah. Seharusnya, penerimaan dari pihak swasta diserahkan ke Pemerintah Daerah (Pemda) DKI dahulu dan dicatatkan dalam APBD.
“Padahal, Pasal 3 ayat (6) UU No. 17/2003 (Keuangan Negara) jelas bunyinya, semua penerimaan yang menjadi kewajiban daerah tahun bersangkutan, harus dimasukkan APBD,” ujarnya di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, demikian dikutip Harianterbit Rabu (11/1/2017).
“Nah, ini yang diterima (dari swasta) kagak masuk (APBD), yang keluar juga enggak masuk,” bilang ketua DPD Gerindra DKI itu.
Anggota Komisi C DPRD DKI, Johnni Ventus Hutapea, mengaku sampai saat ini pihaknya belum pernah mendapatkan laporan dari Pemprov DKI Jakarta terkait aliran dana CSR yang diperoleh.
Karenanya jika tidak ada laporan maupun pertanggung jawaban, Johnni mengaku khawatir dana CSR tersebut diselewengkan. “Permintaan CSR yang dilakukan pak Ahok tentunya melekat dengan jabatan beliau sebagai gubernur. Sehingga tidak ada baiknya bila penggunaan dana ini ada laporan pertanggung jawabannya,” ucapnya.
Sementara Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga melihat, dalam membangun Jakarta, Ahok kerap bersikeras menggunakan dana pengembang untuk melakukan pembangunan fisik yang dampaknya untuk masyarakat.
“Pembangunan pakai dana pengembang membuat SKPD makan gaji buta. Banyak SKPD yang mengeluh ke saya, ngapain lagi kita kerja kalau semua udah dikerjain swasta,” ujarnya.
Dia mencontohkan, misalnya saja penataan waduk pluit. Sampai saat ini, lanjut dia, masih banyak pemukiman yang belum dibebaskan. “Termasuk dengan pembangunan Ruang Publik Terbuka Rumah Anak (RPTRA) yang kini akhirnya banyak yang tidak berfungsi seperti tujuan awalnya,” ungkap dia, sebgaimana dikutip Harianterbit.
Pengelolaan dana dari pihak swasta atau yang kerap dikenal dengan CSR, dinilai amburadul. Selain itu pengelolaan dana CSR itu melanggar aturan karena tidak dimasukkan dalam APBD. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengusut masalah ini, tidak boleh diam saja.
Direktur Eksekutif Indonesia For Transparancy and Accountability (Infra) Agus Chairudin mengatakan, bila merunut pada UU Nomor 41 Tahun 2012, penggunaan dana CSR adalah melanggar. Sebab, di situ dinyatakan bahwa anggaran CSR diperhitungkan dalam APBD untuk digunakan dalam tahun yang berikut. “Bukan ditagih sekarang dan bisa digunakan segera,” ucap Agus saat dihubungi di Jakarta.
Dia melihat, minimnya penyerapan APBD DKI Jakarta berkaitan dengan kebijakan Ahok saat menjabat beberapa kali melanggar aturan. “APBD DKI seharusnya surplus. Tetapi kenapa penyerapannya senantiasa minim? Karena kebijakan yang diterapkan Ahok sejak menjabat banyak yang melanggar aturan,” paparnya, lansir Harianterbit.
(azm/arrahmah.com)