JAKARTA (Arrahmah.com) – Usulan membentuk pengadilan ad hoc terorisme yang dilontarkan oleh Kapolri Tito Karnavian dalam rapat kerja bersama Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-Undang Nomor 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (31/8/2016), ditolak Pansus.
Ketua Pansus Revisi UU Terorisme Muhammad Syafii, sebagaimana dilansir RMOL, mengaku kurang sependapat dengan usul tersebut. Pasalnya, pengadilan ad hoc Terorisme pasti akan mendapatkan penolakan dari sebagian besar masyarakat.
“Jadi harus berfikir berkali-kali untuk membuat sistem peradilan teroris sendiri. Resistensinya tinggi lah, tipikor saja seperti itu. Kami tidak ingin mengulangi kesalahan di bidang yang lain,” jelasnya usai rapat.
Dia menepis argumen Tito ingin meniru pengadilan ad hoc seperti di Prancis yang memiliki memiliki lex specialis dan aturan sendiri terhadap tindak pidana terorisme.
Pria yang karib disapa Romo Syafii itu menjadikan pengadilan di Belanda sebagai pembanding. Belanda yang tidak mempunyai peradilan terorisme dan undang-undang tersendiri kemudian memasukan aturan dan hukuman kepada pelaku teror dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Belanda itu selain tidak punya peradilan sendiri dia juga tidak punya UU sendiri. Ya semuanya di KUHP mereka, dan tata cara penangananya ada di KUHP. Mereka tidak ada penanganan sendiri seperti di Prancis,” ujarnya.
Karenanya, dia menilai pengadilan ad hoc terorisme tidak mendesak.
“Kayaknya tadi baik dari Kapolri, Kejaksaan Agung dan kawan-kawan hanya menawarkan. Jadi begitu mendapatkan penjelasan, tidak ada yang begitu mengejar agar itu tetap dibahas cepat, sepaham gitu,” tegas Romo Syafii
(azm/arrahmah.com)