LONDON (Arrahmah.id) — Para ustadz yang dicap radikal dari negara-negara seperti Pakistan, Afghanistan, dan Indonesia akan diblokir memasuki Inggris berdasarkan rencana baru yang sedang dirancang oleh pemerintah, menurut laporan media Inggris pada Ahad (3/3/2024).
Dilansir The Daily Telegraph (3/3), aturan itu diberlakukan pemerintah Inggris setelah prihatin dengan peningkatan mengejutkan aktivitas Islam yang dicap radikal. Berdasarkan rencana baru, mereka yang masuk dalam daftar akan secara otomatis ditolak masuk ke Inggris.
Pengungkapan ini terjadi beberapa hari setelah Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak menyampaikan pidato yang berapi-api dari podium di 10 Downing Street di London yang memperingatkan bahwa nilai-nilai demokrasi dan multi-agama di negara tersebut berada di bawah ancaman oleh para ekstremis dan radikal.
“Kami juga akan bertindak untuk mencegah orang-orang memasuki negara ini dengan tujuan merusak nilai-nilai negara ini,” kata Sunak dalam pidatonya pada hari Jumat (1/3).
“Menteri Dalam Negeri telah menginstruksikan bahwa jika mereka yang memiliki visa di sini menyebarkan kebencian atau berusaha mengintimidasi orang-orang, kami akan menghapus hak mereka untuk berada di sini,” katanya.
Pemimpin British Indian juga mengimbau para demonstran yang turun ke jalan-jalan di negara itu untuk memprotes konflik Israel-Hamas guna memastikan tindakan mereka tidak dibajak oleh ekstremis.
“Kini waktunya telah tiba bagi kita semua untuk bersatu melawan kekuatan perpecahan dan memberantas racun ini. Kita harus menghadapi ekstremis yang akan memecah belah kita,” katanya, seraya memperingatkan bahwa ekstremis Islam dan kelompok sayap kanan akan saling mendukung dan saling menguatkan.
Menurut laporan ‘The Daily Telegraph’, sebuah tinjauan resmi oleh Lord Walney, penasihat independen pemerintah mengenai kekerasan dan gangguan politik, menyerukan para menteri untuk mengatasi meningkatnya ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok sayap kiri yang bersekutu dengan radikalis Islam khususnya dalam kasus Palestina.
“Salah satu kesimpulan dari tinjauan saya adalah untuk melihat dan memahami ancaman dari kelompok sayap kiri yang anti-demokrasi, selain ancaman dari kelompok Islamis dan sayap kanan… Anda melihat aliansi yang tidak suci antara kelompok sayap kiri dan beberapa kelompok sayap kanan dan ekstremisme Islam yang terlihat dalam demonstrasi,” katanya kepada surat kabar tersebut.
“Ekstrimisme tidak mempunyai tempat dalam masyarakat kita dan kita tidak akan menoleransi taktik yang bertujuan mengintimidasi, mengancam, atau mengganggu mayoritas masyarakat yang taat hukum,” kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri.
“Dalam beberapa bulan terakhir, kami juga menyaksikan sejumlah kecil pengunjuk rasa menunjukkan perilaku kekerasan dan kebencian, dan polisi mendapat dukungan penuh kami dalam mengatasi ekstremisme dan kejahatan rasial. Kami mempertimbangkan rekomendasi laporan tersebut dengan sangat hati-hati dan akan merespons pada waktunya,” kata juru bicara itu. (hanoum/arrahmah.id)