JAKARTA (Arrahmah.com) – Eksepsi atau nota keberatan terdakwa penodaan agama, Basuki TP alias Ahok dan penasehat hukumnya, yang dibacakan di sidang perdana kasus penodaan agama PN Jakarta Utara, Selasa (13/12/2016) telah menebar fitnah baru yang bersifat rasis. Hal ini ditegaskan Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin Ustadz Irfan S. Awwas.
Ustadz Irfan dalam keterangannya kepada Arrahmah Selasa (13/12) siang, mengungkapkan dua hal fitnah baru itu. Pertama, mereka memfitnah oknum politisi busuk.
“Entah siapa yang dimaksud, menggunakan Al Maidah 51 untuk menjegal dirinya,” tanyanya.
Kedua, kata dia, Ahok dan penasehat hukumnya memposisikan surat Al Maidah 51 sebagai alat pemecah belah dan menentang demokrasi.
Diketahui terdakwa penodaan agama, Ahok, dalam eksepsinya di muka Majelis Hakim PN Jakarta Utara membacakan salah satu sub-judul dari bukunya, yang berjudul “Berlindung Dibalik ayat suci” yang ditulis pada tahun 2008. Berikut kutipan beberapa ucapan terdakwa penodaan agama yang belum ditahan, Ahok.
“Selama karir politik saya dari mendaftarkan diri menjadi anggota partai baru, menjadi ketua cabang, melakukan verifikasi, sampai mengikuti Pemilu, kampanye pemilihan Bupati, bahkan sampai Gubernur, ada ayat yang sama yang saya begitu kenal digunakan untuk memecah belah rakyat, dengan tujuan memuluskan jalan meraih puncak kekuasaan oleh oknum yang kerasukan “roh kolonialisme”.
Ayat ini sengaja disebarkan oleh oknum-oknum elit, karena tidak bisa bersaing dengan visi misi program, dan integritas pribadinya. Mereka berusaha berlindung dibalik ayat-ayat suci itu, agar rakyat dengan konsep “seiman” memilihnya.
Dari oknum elit yang berlindung dibalik ayat suci agama Islam, mereka menggunakan surat Almaidah 51. Isinya, melarang rakyat, menjadikan kaum Nasrani dan Yahudi menjadi pemimpin mereka, dengan tambahan, jangan pernah memilih kafir menjadi pemimpin. Intinya, mereka mengajak agar memilih pemimpin dari kaum yang seiman.”
(azmuttaqin/arrahmah.com)