JAKARTA (Arrahmah.com) – Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Agama (Balitbang Kemenag) menggelar diskusi atas studi kasus-kasus lektur dan khazanah keagamaan. Buku berjudul “40 Masalah Syiah” karya Emilia Renita Az, menjadi buku pertama yang dikaji.
Balitbang menghadirkan editor buku yang juga Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), Jalaluddin Rahmat sebagai pembedah. Sedangkan dari kalangan Sunni yang hadir anggota Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Pusat, Ustadz Fahmi Salim, MA., sebagai pembanding.
Dalam diskusi tersebut, Kang Jalal panggilan akrab Jalaludin Rahmat tidak terlalu menjelaskan secara mendetail. Sementara itu, penanggap Ustadz Fahmi Salim memberikan penjelasan mendetail kaitan dengan catatan atas buku setebal 240 halaman yang menjadi pedoman dakwah bagi anggota IJABI ini.
Ustadz Fahmi mengomentari nukilan yang dilakukan penulis terkait sebuah hadits tentang Aisyah yang ceroboh meletakkan sahifah di bawah tempat tidurnya, sehingga ketika Rasulullah meninggal sahifah itu tidak terurus dan kemudian masuklah kambing ke dalam dan memakannya di halaman 43 buku itu,. Ini dilakukan Emilia untuk membuktikan tuduhannya tentang adanya tahrif dalam hadits-hadits sahih kaum Sunni.
Menurut Ustadz Fahmi, riwayat hadits yang ada tambahan “Masuklah kambing ke dalam dan memakannya” adalah riwayat yang dhaif, karena ada perawi yang majhul dan pendusta. Apalagi hadits itu hanya ada dalam riwayat Ibnu Majah.
Menurutnya, tambahan tersebut dibuat oleh Syiah Rafidhah. Syiah Rafidah ini beda dengan Syiah Zaidiyah. Mereka menolak keimamahan Abu Bakar dan Umar. Mencaci maki mereka, mencela, mengkafirkan mereka. Ini karakter khusus Syiah Rafidhah.
“Menurut para ulama, Syiah Rafidhah ini julukan untuk Syiah Imamiyah Istna Asy’ariyah,” jelasnya di Hotel Milenium, Tanah Abang, Jakarta Pusat (17/12).
Lanjut Ustadz Fahmi, dalam Sahih Muslim tidak ditemukan tambahan itu. Riwayat Ibnu Majah tidak bisa disamakan dalam satu catatan kaki sehingga seolah-olah riwayat Muslim sama dengan Ibnu Majah. Ini bisa membuat orang berkesimpulan ini sama. Padahal jika diteliti tidak demikian.
Di halaman 54. Ketika membahas tentang hadits 12 khalifah, Emilia mengkritik Imam Ibn Hajar Al Asqalani dengan kalimatnya, “Dalam kebingungannya, Ibn Hajar al-Asqalani menulis, “Aku tidak menemukan seorang pun yang mengetahui secara pasti arti hadits ini”. Kemudian Emilia menulis, “Aneh juga kalau ahli hadits sebesar Ibn Hajar tidak memahami arti hadits ini, padahal nama-nama dua belas imam diriwayatkan banyak sekali dalam khazanah Ahlussunah.”
Ulama Ahlussunah yang telah meriwayatkan banyak hadits terkait dengan masalah ini, menurut Emilia, adalah Al-Qanduz al-Hanafi, penulis buku Yanabi’ al-Mawwadah.
“Hebat kutipan ini. Ulama hadits selama 1400 tahun tidak pernah menyebutkan dalam kitab hadits, sekarang ada ulama abad 15 yang menyebut ada banyak ulama Ahlussunah menulis nama 12 imam dan hanya menyebut satu orang, Al Qanduzi Al Hanafi,” sindir Fahmi.
Ustadz Fahmi pun menjelaskan siapa sebenernya sosok Al Qanduzi al-Hanafi itu?. Di hadapan peserta diskusi, dengan gamblang dan disertai bukti-bukti kitabnya, Fahmi membeberkan bahwa Al Qanduzi al-Hanafi bukanlah ulama Sunni melainkan tokoh Syiah.
“Yanabi’ al Mawwadah dikarang Sulaiman bin Ibrahim Al Qanduzi al Hanafi, disebut ini adalah karya tulis Syiah. Al Qanduzi ini banyak menukil dari Ja’far Shadiq. Ini bukan tulisan ulama Ahlusunnah, ini Syiah,” ungkapnya.
Sehingga Ustadz Fahmi pun mempertanyakan kejujuran intelektual dan ilmiah penulis buku “40 Masalah Syiah” itu. “Mana kejujuran intelektual dan ilmiah, dari penulis buku ini dan editornya ketika menyebut itu banyak kitab ulama Ahlussunah?”, tanyanya.
Lebi dari itu, Emilia dalam halaman 74. Menyatakan dalam tulisannya , “Syiah tidak pernah mengkafirkan semua sahabat Nabi Saw seperti kaum Khawarij. Tetapi Syiah juga tidak memaksumkan semua sahabat Nabi seperti Ahlussunnah.”
Jelas dan tegas, Emilia menuduh kalangan Sunni menganggap sahabat Nabi terbebas dari kesalahan (ma’shum).
“Ini keliru pak. Ahlussunnah tidak pernah menganggap mereka maksum. Tolong dikoreksi. Ahlusunnah tidak pernah menganggap sahabat Nabi maksum, tapi mereka ‘adil (adil) dalam meriwayatkan. Beda antara ishmah (terjaga dari dosa) dan ‘adalah (sifat adil),” jelasnya.
Anehnya, setelah pada halaman 74 menuding bahwa Ahlusunnah memaksumkan sahabat, lantas pada halaman 76 Emilia menulis bahwa “ ‘adalah semua sahabat bertentangan dengan al-Quran.”
“Ini berarti mengakui kesalahan sebelumnya. Ini tidak konsisten,” komentar Fahmi.
Pemutarbalikkan fakta sejarah juga banyak dilakukan Emilia dalam buku ini. Pada halaman 83, ia menuduh istri dan sahabat Nabi, Aisyah, Thalhah, Zubayr dan sahabat-sahabat “yang satu aliran dengan mereka” memerangi Imam Ali. “Sebelumnya, mereka berkomplot untuk membunuh Utsman,” tulisnya.
Ustadz Fahmi membantah tuduhan gembong Syiah ini. Menurutnya ini merupakan tuduhan yang luar biasa terhadap para sahabat. Ia menduga tudingan ini diambil dari kitab Al Muraja’at, karangan Abdul Hussein Syarafuddin al-Musawi. Buku tersebut kini telah diterjemahkan dengan judul “Dialog Sunnah-Syiah”.
“Ini tuduhan yang jahat, palsu sumbernya dan fiktif. Itu merupakan hasil dialog imajiner penulisnya dengan Syaikh Salim Al Bisyri, ulama Al Azhar. Al Azhar telah mengjklarifikasi hal ini, dan membuktikan bahwa buku itu palsu karena diterbitkan 20 tahun setelah Syaikh Al Bisyri meninggal,” ungkapnya.
Jalal dan istrinya juga memfitnah sahabat Khalid bin Walid telah mengambil istri orang setelah Khalid membunuh suami perempuan itu. Tuduhan keji ini lantaran Khalid telah membunuh Malik bin Nuwairah, pimpinan kelompok yang menolak membayar zakat di masa Abu Bakar Asshiddiq. Menurut Ustadz Fahmi bahwa Khalid membunuh Malik itu benar. Karena ini kemudian memunculkan Perang Riddah. Tapi menuduh Khalid bin Walid mengawini istri Malik di malam harinya, ini saya tidak melihat satupun sanad riwayat sejarah.
” Ini tuduhan palsu dan fitnah. Ini memecah belah umat Islam,” tegasnya.
Selain Ustadz Fahmi, beberapa perserta juga menanggapi pandangan-pandangan syiah yang dipaparkan buku tersebut.
Sebelumnya, Ketika memulai pemaparan kali pertamanya memulai paparannya, mengungkapkan bahwa istrinya, Emilia Renita Az, sang penulis buku, tidak bisa hadir karena masih berada di Karbala. Hubungan antara ia dan buku tersebut, selain sebagai editor buku, mengaku melakukan berbagai tugas dalam penyusunan buku itu diantaranya sebagai penyunting, penggunting, pembanding dan pembanting.
Sementara istrinya, dalam kata pengantarnya malah menuliskan, “(sebetulnya, saya malu kalau saya claimed, buku ini hasil saya sendiri padahal suami saya kerja lebih keras dari saya!!…)”. Artinya, andil Kang Jalal cukup besar dalam buku tersebut.
Ia tidak menjelaskan seluruh isi buku itu. Ia hanya menekankan bahwa perbedaan antara Sunni dan Syi’i banyak yang tidak esensial. Soal nikah mut’ah kata Kang Jalal, tidak substansial. Maka, Kang Jalal hanya membahas satu persoalan saja yang merupakan perbedaan mendasr antara Sunni dan Syi’i, yakni tentang wasiat Rasulullah kepada Ahlul Bayt.
Menurutnya, Syi’ah meyakini Rasulullah berwasiyat kepada Ahlul Bayt dalam soal kepemimpinan, sementara Ahlussunnah tidak meyakini. Dari konsep inilah kemudian konsep-konsep lainnya menjadi berbeda.
Dalam menanggapi bantahan tersebut, maka Kang Jalal beberapa kali meminta kepada Ustadz Fahmi Salim agar memberikan semua makalah dan catatan kritiknya kepada dia. Tujuannya agar bisa dijawab dan terjadi dialog. Hal itu dilakukannya, karena kesempatan untuk menjawab satu persatu persoalan tidak memungkinkan dan kehabisan bahan argumentasi.
“Saya ingin menanggapi secara ilmiah tanpa bicara manipulasi, kedustaan, fitnah, dan lainnya,” kata Kang Jalal.
Kang Jalal menganggap semua tanggapan dari Fahmi Salim dan peserta diskusi sebagai “violence communication”.
“Orang Syiah memang banyak yang tolol. Sebagaimana di Sunni juga banyak yang tolol. Tapi saya tidak termasuk yang tolol itu,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, kepada arrahmah.com Ustadz Fahmi hanya tersenyum dan menyatakan bahwa keterangannya tersebut sudah cukup jelas dengan bukti.
“Penjelasan saya sudah cukup jelas bukan fitnah ataupun dusta” ujarnya (bilal/dbs/arrahmah.com)