JAKARTA (Arrahmah.com) – Ustadz Abu Bakar Ba’asyir mengirimkan surat kepada Kepala Polri, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, dan Densus 88 Anti Teror Polri. Surat itu berisi penolakan jika pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho di Aceh disebut kegiatan terorisme. Isi surat dibuat sendiri oleh Ustadz Ba’asyir lalu diketik oleh seseorang.
“Inti dari surat ke empat instansi itu adalah mengingatkan kesembronoan Densus menilai I’dad di Aceh adalah teroris. Itu merupakan pelecehan Allah dan Rasulnya,” kata Ustadz Ba’asyir saat diperiksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/4/2011).
Ustadz Ba’asyir mengatakan, kepada Kapolri ia meminta agar mengingatkan Densus 88, kepada Jaksa Agung agar mengingatkan para jaksa penuntut umum, dan kepada Ketua MA agar mengingatkan para hakim. “Jangan katakan I’dad di Aceh adalah teror. Kalaupun ada kesalahan, itu hanya masalah senjata,” ucap dia.
Di akhir surat, Ustadz Ba’asyir menuliskan maksud penyampaian surat itu. “Pertama supaya bebas di hadapan Allah bahwa saya sudah mengingatkan. Kedua kalau peringatan saya dilecehkan, Allah turunkan bencana, mudah-mudahan saya diselamatkan,” ucap Amir Jamaah Anshorut Tauhid itu.
Seperti diberitakan, klaim bahwa pelatihan militer di Aceh adalah I’dad telah disampaikan berkali-kali oleh Ustadz Ba’asyir di persidangan. Bahkan, ia meminta jaksa mengubah pasal dalam dakwaan menjadi pasal UU Darurat tentang kepemilikan senjata api. Jika tidak, ia tidak mau mengikuti jalannya sidang.
Setelah tak ditanggapi lantaran penyusunan dakwaan adalah hak jaksa, Ustadz Ba’asyir dan tim pengacara memilih tak mengikuti sidang dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Dia mengikuti sidang di ruang tahanan. (komp/arrahmah.com)