SOLO (Arrahmah.com) – Ditemui selepas memberikan kajian rutin di Masjid Fauziah Ponpes Al Mukmin Ngruki Sukoharjo, beberapa waktu lalu, Jum’at (3/8), Ustadz Aris Munandar Al-Fattah, Lc. salah satu pengurus Dewan Da’wah Islam Indonesia (DDII) menegaskan bahwa dirinya tidak ingin masuk dalam ranah permainan politik terkait beredarnya SMS propaganda di kalangan Umat Kristiani untuk mendukung salah satu pejabat agar menjadikan Kaum Nasrani sebagai penguasa Solo.
Namun menurutnya, dalam melihat semua persoalan harus mengembalikannya menurut kacamata Islam, yakni cara pandang sesuai dengan al Qur’an apa adanya. Sebab pijakan umat Islam dalam memilih pemimpin memang harus didasari berdasarkan Al Qur’an dan As Sunah.
“Kita ini dilarang mengambil kepemimpinan selain dari kita (dari kalangan umat Islam-red),” ujarnya kepada Kru FAI yang mewawancarainya.
Sembari menyitir satu contoh hujjah dari QS. Al ‘Imran ayat 118, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”,
Dia menjelaskan, bahwa Islam dengan tegas telah memberikan hujjah yang sangat jelas dalam masalah kepemimpinan dan bagaimana umat Islam menyikapi dinamika kepemimpinan.
Ustadz Aris –begitu beliau biasa disapa- menyatakan banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang dengan tegas dan jelas telah membahas hal tersebut. Diantaranya adalah QS. Al Maa-idah 5 : 52, QS. Al Mujadilah 58 : 22, serta banyak lagi ayat lain yang semakna dengan ayat diatas.
Seperti diketahui oleh khalayak umum, sekarang ini di Indonesia marak sekali model pasangan calon Bupati, atau Gubernur yang menyandingkan antara figur pemimpin muslim di dampingi dengan wakilnya adalah yang non Muslim.
Hal ini di sinyalir oleh Ustadz Aris sebagai satu sinyalemen pembentukan mainstream Pluralisme dengan dengan modus pasangan calon pemimpin beda agama. Jika kemudian hal ini dibiarkan dan berhasil maka dikhawatirkan, masyarakat khususnya umat islam akan sulit menolak modus seperti hal ini karena telah menjadi trend.
Dia juga tak lupa berpesan kepada umat muslim untuk mewaspadai model kepemimpinan Pluralis. Ia juga menambahkan, bahwa dengan melihat intrik-intrik yang di buat oleh musuh-musuh Islam, maka umat Islam harus melakukan penolakan terhadap kepemimpinan Pluralis dengan segenap kemampuan yang dimiliki.
“Dalam hal ini (memilih pemimpin beda agama-red), umat Islam harus menolaknya dengan kemampuan yang dimiliki,” tegasnya. (bilal/FAI/arrahmah.com)