(Arrahmah.com) – Tragedi Mesir mencatatkan luka yang sangat menganga. Hanya dalam hitungan jam, 2.000 kaum Muslimin tewas di tangan militer yang membubarkan dengan paksa demonstrasi di lapangan Rabi’ah Adawiyah.
Membedah taktik Ikhwanul Muslimin Mesir pasca kudeta terhadap Mursi yang berbuah tragis ini, kiblat.net mewawancarai Ustadz Abu Rusydan. Sebagai tokoh jihad alamy di Indonesia, pandangannya tentang jihad di Mesir pasca tragedi ini juga menarik untuk kita simak.
Apa yang dikhawatirkan selama ini benar-benar terjadi. Ribuan kaum Muslimin dibantai Militer Mesir. Ada yang menganggap bahwa Pimpinan Ikhwanul Muslimin Mesir turut bertanggung jawab atas jatuhnya ribuan korban ini. Bagaimana menurut Ustadz?
Pilihan yang dihadapi Ikhwanul Muslimin Mesir sangat sulit. Kalaupun mereka pasif, tetap akan diberangus. Data-data personal sudah dikantongi militer, baik ketika mereka memutuskan berpartisipasi dalam pemilu pasca Mubarak, maupun data intelijen Militer itu sendiri.
Jadi langkah mengerahkan ribuan massa itu menurut Ustadz bisa dibenarkan?
Kalau kita melihat dari perspektif Dakwah Muqawamah-nya Syaikh Abu Mush’ab As-Suri, ini adalah Muqowamah Madaniyah (perlawanan sipil). Mereka harus melakukan perlawanan, karena kalau tidak melawan, sebagaimana saya katakan tadi, mereka akan tetap diberangus. Dan pemberangusan itu, kalau tidak ada perlawanan, akan dilakukan secara diam-diam, tanpa publikasi. Jadi, mereka memang harus melawan.
Mengapa pilihan perlawanannya adalah sipil? Mengapa tidak ada seruan perlawanan bersenjata, misalnya.
Kalau kita melihat secara rasional-obyektif, Ikhwanul Muslimin Mesir tidak memiliki sayap militer. Karena itu, bentuk perlawanan yang bisa mereka lakukan, ya perlawanan sipil seperti ini. Ini hal yang bisa dimengerti dari sudut pandang rasional-obyektif kita terhadap waqi’ Ikhwanul Muslimin di Mesir hari ini.
Apa manfaat yang masih bisa diharapkan dari perlawanan sipil seperti ini?
Pertama, harapan akan pertolongan dari Allah Azza wa Jalla. Sebab, di antara mereka pasti ada orang-orang yang saleh dan ikhlas, meski pemimpin mereka keliru dalam memilih jalan, yaitu demokrasi.
Kedua, adanya publikasi massif yang akan mengundang simpati dunia. Saya dengar sudah ada negara yang menarik duta besarnya dari Mesir.
Bagaimana potensi tersulutnya api jihad di Mesir pasca tragedi ini?
Sebenarnya ada banyak suku-suku bersenjata di kawasan Sinai. Masalahnya bukan ada atau tidak ada. Tetapi sejauh mana mereka tertarik untuk terlibat dalam konstelasi politik yang berkembang di Kairo. Militer Mesir itu sangat kuat. Mereka akan mempertimbangkan untung-ruginya kalau ikut terlibat.
Dalam prediksi Ustadz, apakah setelah ini Ikhwanul Muslimin Mesir akan sadar untuk membentuk sayap militer?
Benturan mereka dengan Militer Mesir bukan terjadi hanya kemarin saja. Tetapi saya melihat ada perbedaan pandangan di tubuh elit mereka. Dan, yang hari ini mendominasi adalah pemikiran untuk melakukan perjuangan tanpa kekerasan.
Tidak sedikit orang-orang Mesir yang terlibat dengan Tanzhim Al-Qaidah. Sebagai pengamat jihad global, menurut Ustadz sejauh mana tragedi ini akan mengundang Mujahidin Internasional untuk turun tangan?
Pola pikir Mujahidin asal Mesir yang berpartisipasi dalam jihad global tentu tidak seperti itu. Mereka tidak lagi harus terpaku pada Mesir atau negara asal mereka saja. Tetapi pertimbangannya adalah, mana yang lebih menguntungkan bagi proyek iqomatuddin itu sendiri. Apalagi, sekarang Syam juga sedang bergolak.
Kalau kembali ke Mesir, selain menghadapi Militer, problem paling rumit mereka adalah menghadapi pemikiran Ikhwanul Muslimin itu sendiri. Ini seperti yang terjadi di Palestina, dan akan lebih menguras energi mereka.
Mereka lebih memilih tempat yang memungkinkan untuk merumuskan strategi jihad yang mandiri daripada harus kembali ke negeri masing-masing, lalu menghadapi kekuatan politik Islam yang tidak sejalan dengan pikiran jihad mereka. Kalau di Mesir, ya Ikhwanul Muslimin itu.
Bagaimana dengan statemen kelompok yang selama ini identik sebagai neo-Ikhwanul Muslimin di Indonesia yang menganggap kalau Ikhwanul Muslimin mengangkat senjata, akan menjadi legitimasi Militer untuk membabat habis mereka, dan mengundang campur tangan Israel?
Itu statemen orang Indonesia yang tidak memahami urusan Mesir. Dia pengamat dari belakang meja yang tidak pernah memberikan simpati maupun empati terhadap kejadian yang ada di lapangan. Harusnya dalam menyikapi tragedi di Mesir ini ukuran kita adalah kondisi Mesir, bukan Indonesia.
Apa langkah terbaik yang harus dilakukan umat Islam Mesir setelah ini?
Saya harap mereka tidak berhenti melawan, meskipun wujudnya hanya perlawanan sipil. Kalau mereka berhenti, maka seluruh pengorbanan sangat mahal yang kemarin sudah dibayar, akan hilang sia-sia. Percayalah, Ikhwanul Muslimin Mesir tidak akan punah meski dihabisi satu per satu. Kaum Muslimin Palestina dibombardir Israel tiap hari, toh tetap wujud.
Teruslah melawan. Kalau tidak bisa melakukan perlawanan militer, pokoknya jangan sampai tidak melakukan perlawanan sama sekali. Sekali lagi dalam perspektif dakwah muqowamah-nya As-Suri [Seruan Perlawanan Islam Global, Syaikh Abu Mus’ab As-Suri; red], mereka telah menghasilkan multi-muqowamah. Yaitu muqowamah Salbiyah (pasif), Tarbiyah, I’lam (media) dan Siyasi (politik). Minus muqowamah askariyah (militer).
Tentang Militer Mesir… jangankan kaum Muslimin. Al-Qur’an mencatat sejarah mereka yang bahkan Allah saja mereka lawan. Militer Mesir dikendalikan oleh, dan menjadi budak Barat. Masalah yang dihadapi Ikhwanul Mesir bukan hanya militer. Tetapi juga kelompok liberal dan Kristen Optik. Militer bisa menunggangi kepentingan mereka.
(kiblat.net/arrahmah.com)