JAKARTA (Arrahmah.com) – Kondisi pergerakan Islam dewasa ini bagaikan hidup segan mati pun enggan. Berbagai tekanan ditempuh penguasa tirani untuk melemahkan para aktivis pergerakan Islam dengan segala cara, mulai dari memberi stigmatisasi, menjebloskan ke dalam penjara, hingga perburuan yang merenggut nyawa, sehingga membuat kegoncangan di dalam pergerakan mereka.
Hal itu diungkapkan Wakil Amir Majelis Mujahidin Ustadz Abu Muhammad Jibriel Abdur Rahman dalam Mudzakaroh Ilmiyah “Masa Depan Pergerakan Islam di Indonesia” di Masjid Fathullah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahad (19/12/2010) lalu. Pembicara lain dalam acara yang dimoderasi oleh Ahmad Widiarto dari voa-islam.com itu, antara lain Fauzan Al-Anshori (mantan pengurus Majelis Mujahidin) dan DR Amir Mahmud, S.Sos, M.Ag (Dosen Universitas Muhammadiyah Solo).
“Betapapun tekanan dan serangan itu datang dari berbagai penjuru mata angin, tak bisa memadamkan semangat juang para aktivis pergerakan Islam. Sejarah membuktikan, semakin kuat tekanan itu, justru membuat gerakan Islam semakin marak dan solid. Di antara mereka berusaha mencari dan menyambung tali-tali aqidah serta syariah yang terputus diantara tandzim-tandzim sebelumnya, yang telah diporak-porandakan oleh kekuasaan thogut durjana.” jelas Ustadz Abu Jibriel.
Bukan rahasia lagi, ideologi pergerakan Islam saat ini dikebiri habis-habisan. Perangkat hukum yang diciptakan alam demokrasi seperti UU Terorisme, UU Tindak Kekerasan dan Anarkisme dan sebagainya menjadi penghalang pergerakan Islam. Belum lagi, lembaga-lembaga bentukan penguasa sekuler yang sengaja dibuat untuk memberangus dan mematikan aktivitas pergerakan, mulai dari Desk Antiteror, Tim Densus 88, dan BNPT.
Bukan hanya itu, alat-alat propaganda (media massa) yang diusung pelaku demokrasi, kerap mendapat dukungan dan kekuatan kapital yang sangat kuat dari kalangan orang kafir dan munafik, terutama dari sisi pendanaan. Melalui media massa, baik cetak maupun elektronik, orang-orang awam diperalat dan dipengaruhi dengan fakta-fakta hukum yang tidak jelas dan belum terbukti kebenarannya, supaya cenderung mengikuti kemauan mereka untuk menghadapi gerak aktivis Islam.
Seperti diketahui, musuh-musuh Islam selalu memunculkan istilah-istilah baru untuk mematikan aktivitas seluruh pergerakan ideologis, seperti fundamentalis, teroris, anarkis, mengedepankan kekerasan, radikalisme, dan hal-hal yang mengandung konotasi negatif.
Ustadz Abu Jibriel mengingatkan agar para aktivis pandai membedakan siapa kawan dan siapa lawan. “Untuk mengetahui mana kawan dan mana lawan, aktivis pergerakan Islam perlu mengetahui, siapa musuh-musuh Islam sebenarnya, baik musuh internal maupun musuh eksternal,” urainya.
Setelah mengetahui siapa musuh yang dihadapi, aktivis Islam juga harus mengetahui strategi yang dilakukan musuh untuk menghambat lajunya pergerakan Islam. Karena musuh-musuh Islam itu berupaya sekuat tenaga untuk menimbulkan gerakan baru dengan membawa paham liberalisme untuk membuat kerancuan dalam pemahaman agama di masyarakat. Mereka juga membuat penafsiran agama sesuai dengan kehendak hawa nafsu dan kondisi masyarakat yang rusak. “Bahkan tidak jarang pengusungnya berasal dari kalangan akademisi yang banyak mendapatkan gelar akademisnya dari negara-negara penjajah yang menjadi sponsor gerakan sesat,” jelasnya.
Strategi musuh aktivis pergerakan Islam lainnya adalah memelihara dan melindungi aliran-aliran sesat yang mengatasnamakan Islam dan HAM untuk tujuan memecah-belah persatuan umat. Dengan dukungan kaum munafiqun, orang kafir hendak membuat kerusakan di kalangan kaum muslimin. Strategi yang menjadi andalan mereka adalah politik devide et impera (adu domba) seperti di zaman penjajahan Belanda.
Selanjutnya, musuh-musuh Islam juga memunculkan gerakan takfir untuk memecah-belah kaum muslimin, melalui dinas intelijen pemerintah sekuler. Targetnya, agar sesama Muslim saling mengafirkan satu sama lainnya.
Tak kalah penting, aktivis pergerakan Islam perlu juga mengetahui kebiasaan yang dilakukan musuh untuk melemahkan dan menghancurkan gerakan Islam, yakni menghalangi orang untuk mengenal ajaran Islam sesungguhnya, menyebarkan berita-berita bohong di media massa di bawah kendali mereka, mengerahkan segenap kekuatan untuk mengobarkan perlawanan terhadap ajaran Islam, mengadakan gerakan pemurtadan dengan memanfaatkan kelemahan sistem undang-undang sekuler yang penuh tipu daya, selalu menimbulkan kesusahan di kalangan kaum muslimin ketika mereka berkuasa, meneror kaum muslimin yang melakukan aktivitas pergerakan Islam secara konsisten, menutup sumber-sumber keuangan bagi pergerakan Islam.
Bukan hanya itu, kebiasaan lain dari musuh-musuh Islam adalah menyelipkan orang-orang kafir dan munafik dalam jabatan-jabatan strategis di lembaga-lembaga strategis, mulai dari RT/RW, Lurah, Camat, Bupati, Gubernur, Menteri dan posisi stretegis lainnya. Termasuk, memberi penghargaan kepada mereka berupa pemberian beasiswa kepada para santri, jurnalis, ilmuwan sampai kepada tokoh-tokoh Islam.
(M Fachry/voa-islam/arrahmah.com)