BEKASI (Arrahmah.com) – (23/12) Bertempat di masjid Muhammad Ramadhan, jl. P. Ribung Raya Kav. II, Perum . Taman Galaxi, Bekasi, diadakan acara ta’lim yang dikhususkan bagi para ummahat dengan mengangkat tajuk “Menelusuri Sebab-sebab Kemuliaan dan Kehinaan Umat Islam serta Solusi Mengembalikan Kejayaannya.” Sebagai nara sumber yaitu ustadz Abu Muhammad Jibriel Abdul Rahman yang juga rutin mengisi taushiyyah pada program tabligh akbar setiap ahad kedua di tempat yang sama.
Pada sesi awal, ustadz Abu M. Jibriel menyampaikan isi ceramahnya yang menitik-beratkan pada keadaan yang tengah menimpa kehidupan umat saat ini, yaitu kehinaan dan kemundurannya yang bukan disebabkan oleh bilangannya yang sedikit, akan tetapi karena kerapuhan iman, kejahilan, dan menjauhnya dari syari’at Islam. Allah Ta’ala berfirman,
Artinya: “Wahai Muhammad, hendaklah kamu mengadili perkara kaum Yahudi dan Nasrani dengan syari’at yang Allah turunkan dalam Al-Qur’an. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya kamu tidak terpedaya oleh mereka, sehingga kamu meninggalkan sebagian syari’at yang Allah turunkan kepada kamu. Jika mereka meninggalkan sebagian syari’at itu, ketahuilah bahwa Allah berkehendak menimpakan adzab kepada mereka karena dosa-dosa mereka. Sebagian besar manusia itu benar-benar durhaka kepada Allah. Wahai Muhammad, apakah orang-orang yang menolak syari’at Allah menginginkan kamu menerapkan hukum jahiliyah bagi mereka? Siapakah yang hukumnya lebih baik daripada syari’at Allah bagi kaum yang beriman?” (QS. al-Maidah, 5:49-50)
Para nabi dan rasul yang telah diutus semuanya memahami bahwa mengambil syari’at selain apa-apa yang disyari’atkan oleh Allah Ta’ala adalah bentuk kesia-siaan dan sebagai sebuah amalan yang tidak akan diterima, seperti juga yang difirmankan-Nya,
Artinya: “Siapa saja yang memilih agama selain Islam, Allah tidak akan menerima amalnya. Orang itu di akhirat kelak termasuk orang-orang yang celaka nasibnya.” (QS. Ali ‘Imran, 3:85)
“Sejak zaman Rasulullah saw, para sahabat, hingga beberapa abad setelahnya, Islam diamalkan dalam bentuk konstitusi & mereka memerintah negara dengan syari’at Islam. Demikian juga para nabi sebelum Rasulullah, semuanya telah Allah Ta’ala perintahkan untuk berhukum hanya dengan hukum-Nya. Dengan sikap tunduk seperti yang telah dicontohkan oleh para hamba pilihan itu, maka Islam akan tegak dan umat-Nya akan menjadi mulia, karena satu-satunya solusi untuk kemuliaan umat hanyalah dengan penegakan syari’at! ” Demikian seru ustadz Abu M. Jibriel dengan suara lantang.
Selanjutnya, disebutkan sedikitnya terdapat beberapa poin penting yang menyebabkan generasi awal umat Islam menjadi unggul dan meraih kemuliaan, diantaranya adalah:
- Memiliki keimanan yang kokoh dan lurus sehingga menjadikannya senantiasa ta’at terhadap syari’at yang disampaikan.
- Menerima dan mengamalkan dienul Islam sesuai dengan pemahaman al-Qur’an dan as-Sunnah.
- Mengamalkan ajaran Islam secara kaffah atau menyeluruh, dari segi akhlak, akidah, dan syari’at.
- Menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya petunjuk dan sumber rujukan.
- Bersegera dalam menyuruh amar ma’ruf dan berani dalam mencegah serta melawan kemungkaran.
- Menerapkan syari’at Islam dalam institusi pemerintahannya, dan
- Memiliki kesiapan dalam berkurban harta dan jiwa untuk penegakkan kalimat Allah Ta’ala.
Amir Majelis Ilmu Ar-Royyan yang juga wakil Amir I Majelis Mujahidin Indonesia itu juga menegaskan bahwa kerapuhan iman dan kebodohan, minimnya pengetahuan tentang agama, rusaknya akhlak di kalangan kaum muslimin dan sesatnya para pemimpin, serta mengakarnya mental-mental pengecut adalah merupakan sebab-sebab mundurnya kejayaan Islam. Apalagi sejak dahulu dan sunnatullah hingga akhir zaman, musuh-musuh Islam—baik dari golongan kafir, musyrikin, dan munafiqin saling berkolaborasi memecah-belah Islam. Perlu diingat kembali bahwa para sahabat dan para ulama terdahulu mampu menguasai dunia adalah karena mereka mengetahui dengan benar karakteristik dien ini, mengenal benar kebaikan & kemuliaannya serta melaksanakan segala perintah yang terdapat didalamnya dan menjauhi setiap larangannya.
Sifat penakut yang semakin terlihat dari diri umat Islam saat ini, sedikit banyak disebabkan oleh faktor penyakit hubbud dunnia atau rasa cinta terhadap dunia. Hal ini telah pula diberitahukan sejak berabad-abad lalu oleh Rasulullah dalam sebuah haditsnya,
يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَذَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَذَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهاَ فَقَالَ قَائِاٌ وَ مِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ وَ لَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَيْلِ وَ لَيَنْذَ عَنَّ اللهَ مِنْ سُدُوْرِ عَدُوِّكُمْ المَهَابَةَ مِنْكُمْ وَ لَيَقْذِفَنَّ اللهَ فِيْ قُلُوْبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُوْلَاللهِ وَ مَا الْوَهْنُ؟ قَالَ حُبُ الدُنْيَا وَ كَرَاهِيَةُ المَوْتِ.
Artinya, “Hampir saja bangsa-bangsa lain mengeroyok kalian (umat Islam), seperti bersatunya orang-orang memperebutkan hidangan makanan diatas sebuah nampan. Berkatalah salah seorang, “Apakah jumlah kami yang minoritas, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Bahkan jumlah kalian saat itu merupakan mayoritas, akan tetapi layaknya seperti buih di lautan dan sungguh Allah Ta’ala akan mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kalian, serta Allah mencampakkan ke dalam hati kalian wahn.” Seorang sahabat bertanya, “Apakah wahn itu, wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Dawud no. 3745)
Allah Ta’ala telah mengabarkan bahwa seorang muslim tidak akan memasuki surga, melainkan setelah ia berhasil melewati berbagai ujian dan cobaan yang menimpa dalam kehidupannya. Pun termasuk usahanya untuk berjuang menegakkan syari’at Allah serta mempertahankan akidahnya dari segala intervensi musuh-musuh Allah. Untuk meraih kenikmatan yang berkekalan tersebut maka seorang mu’min harus menerima segala penderitaan, kesulitan, serta beragam keterbatasan yang menghalangi kesenangannya. Allah juga telah memerintahkan untuk menyikapi dunia beserta pesona yang ada didalamnya dengan cara-cara yang sudah dicontohkan oleh para rasul terdahulu.
Ta’lim yang dihadiri oleh sekitar 150 jama’ah ummahat tersebut berakhir menjelang waktu dzuhur. Sebagai penutup taushiyyah di siang yang semakin panas itu, ustadz Abu M. Jibriel yang pada kesempatan selanjutnya itu juga didaulat menjadi khatib dan imam sholat Jum’at di masjid yang sama, mengingatkan tentang haramnya mengucapkan selamat hari raya natal serta keturut-sertaan merayakannya. Hal ini menjadi sangat penting untuk selalu diingatkan karena budaya saling mengucapkan selamat hari raya kepada umat yang berbeda akidah sudah menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan. Saling menghormati perbedaan dan rasa toleransi yang salah arah serta kebablasan, menjadi salah-satu bentuk permasalahan umat yang tampaknya masih menjadi pekerjaan rutin dalam arena da’wah setiap muslim. “Seorang muslim itu tidak selayaknya mengikuti perkataan dan dakwaan orang kafir yang mengatakan bahwa Allah Ta’ala mempunyai anak. Itu adalah salah-satu bentuk kekafiran yang bisa menyebabkan pelakunya terjatuh dalam amalan syirik. Dengan mengucapkan selamat natal, berarti seorang muslim meridhai Isa al-Masih sebagai anak Allah sekaligus menyetujui dia menjadi salah-satu tuhan dari tuhan yang tiga. Itu haram dan penyebab masuk neraka jahanam!” Na’udzubillahi min dzaalik… (ghomidiyah/arrahmah.com)