BEKASI (Arrahmah.com) – Pada penghujung akhir 2011, kemaren (25/12), Radio DAKTA, 107 FM menggelar ta’lim yang rutin diadakan tiap bulannya di pelataran kantor stasiun radio, Bekasi. Acara yang dimulai pk.09.50 wib tersebut, seolah memiliki daya-tarik khusus bagi kaum muslimin yang berada di sekitar Bekasi karena tema yang diusung kali ini berkaitan dengan sebuah buku yang telah diluncurkan akhir Oktober 2011 lalu yaitu Al-Qur’an Tarjamah Tafsiriyah.
Memulai isi ceramahnya, ustadz Abu M. Jibriel Abdul Rahman yang kali ini juga mewakili amir Majelis Mujahidin Indonesia, Ustadz Muhammad Thalib- selaku penulis dari buku Koreksi Tarjamah Harfiyah Al-Qur’an Kemenag RI, membacakan ayat-ayat firman Allah Ta’ala yang berbunyi;
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. al-Ahzab, 33:70-71)
Juga firman-Nya yang berbunyi;
Artinya, “Al-Qur’an merupakan penjelasan kepada semua manusia, petunjuk, dan nasehat bagi orang-orang yang ta’at kepada Allah dan bertauhid.” (QS. Ali ‘Imran, 3:138)
Selanjutnya dijelaskan bahwa para ulama memiliki peranan yang sangat besar untuk membantu umat dalam memahami al-Qur’an yang merupakan satu-satunya pedoman penting dalam menegakkan dienul Islam. Mereka yang mumpuni dalam hal ini jelas mempunyai tanggung-jawab untuk menyampaikan sehingga umat mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan yang apa-apa yang dikehendaki Allah. Perlu juga diingat bahwa sebagian dari umat bukan termasuk bangsa Arab, sehingga perbedaan bahasa tentu saja merupakan salah-satu kendala yang wajib ditemukan solusinya sehingga syari’at akan bisa sampai kepada umat dengan benar. Hal ini pula yang menjadi salah-satu latar-belakang diterbitkannya al-Qur’an Tarjamah Tafsiriyah yang diluncurkan pada (31/10/2011) di Hotel Sulthan Jakarta dengan mengundang beberapa tokoh umat Islam, Majelis Ulama Indonesia, pihak akademisi, POLRI, dan juga petinggi TNI.
Merujuk kepada Dewan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia No. 63947 tanggal 26/6/2005 dan Fatwa Ulama Jami’ah al-Azhar Mesir tahun 1960, menegaskan bahwa terjemah al-Qur,an secara harfiyah atau letterlijk telah dihukumi haram. Adapun negara yang masuk dalam Dewan Ulama Timur Tengah yang juga telah mengharamkan terjemah al-Qur’an ke dalam bahasa ‘Ajam yaitu Kairo, Saudi Arabia, Maroko, Jordania, dan Palestina. Oleh karena itu, terjemahan dengan hanya mengandalkan pengalih-bahasaan semata bukanlah terjemah yang semakna dengan teks al-Qur’an. Inilah yang kemudian dikhawatirkan akan semakin memicu perbedaan dan mengaburkan makna yang sesungguhnya. Dapat dipahami bahwa kemampuan menterjemah bahasa, pun meski bagi setiap orang yang bisa dikatakan cakap ilmu, sudah pasti memiliki perbedaan. Itu sebab dikeluarkannya fatwa tersebut, yaitu agar nilai keshahihannya lebih dapat dipertanggung-jawabkan.
Ta’lim yang dihadiri jama’ah sekitar duaratusan orang dan sempat diguyur hujan lebat ini, dilanjutkan dengan membacakan beberapa contoh daftar kekeliruan Kementerian Agama tentang ayat-ayat yang paling fatal dalam terjemahnya. Diantaranya yaitu ayat 5 dalam surat at-Taubah yang pada terjemah harfiyyah (versi Depag) adalah sebagai berikut;
Artinya, “Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam terjemah tafsiriyah, ayat tersebut seharusnya berbunyi, “Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu maka perangilah kaum musyrik Makkah yang tidak mempunyai perjanjian damai dengan kalian dimana saja kalian temui mereka di tanah Haram. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Kemudian pada ayat ke-51 surat al-Ahzab yang menurut versi Depag berbunyi, “Kamu boleh menangguhkan (menggauli) siapa yang kamu kehendaki diantara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, maka tidak ada dosa bagimu, yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada mereka. dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”
Menurut apa yang telah disampaikan oleh ustadz M. Thalib dalam buku Koreksi Tarjamah Harfiyah, kalimat-kalimat tersebut adalah dihalalkannya seorang laki-laki menggauli kembali istri yang telah diceraikannya, berikut juga bisa dijadikan dalil dalam melegalkan pelacuran. Terjemah dari teks al-Qur’an yang sesungguhnya yaitu “…Kamu tidak berdosa meminta penukaran jadwal giliran bermalam kepada siapa saja diantara istrimu…”
Al-Qur’an terjemah tafsiriyah yang jumlah permintaannya semakin bertambah tersebut merupakan hasil dari ketidak-puasan atas al-Qur’an terbitan Depag yang mulai diproduksi sejak tahun 1965. Ditemukannya berbagai kesalahan terjemah yang cukup membuat prihatin dan khawatir dampaknya sedikit demi sedikit akan menjadi penyebab pergeseran akidah. Umat. Pihak MMI menyatakan bahwa terdapat sekitar 3229 kekeliruan lalu bertambah menjadi 3400 setelah dilakukan revisi ke-empat di tahun 2010. Adapun yang menjadi parameter dalam menilai kekeliruan suatu terjemah adalah struktur bahasa Arab, kaidah salaf, kaidah logika dan makna ayat yang tidak jelas.
Organisasi Islam yang bermarkas di Jogjakarta itu juga menyatakan bahwa terjemah secara letterlijk bisa berimbas pada tatanan akidah, syari’at, sosial-masyarakat, dan merembet pada banyak hal, termasuk membuka luas gerbang aksi terorisme dan memuluskan liberalisme di Indonesia.
“Upaya deradikalisasi sekaligus deislamisasi yang semakin jelas telah bisa ditemukan pada revisi al-Qur’an keluaran Depag tahun 2010, jadi bukanlah teks al-Qur’an yang sudah memicu aksi terorisme dan berbagai tindakan anarkis, akan tetapi karena sistem yang dipakai adalah terjemah harfiyah,” jelas ustadz Abu M. JIbriel yang pada kesempatan terakhirnya memberitakan bahwa pada musim haji tahun depan, pemerintah Arab Saudi memberhentikan pemberian gratis mushaf al-Qur’an keluaran Depag kepada jama’ah haji seperti pada biasanya. (ghomidiyah/arrahmah.com)