MAGELANG (Arrahmah.com) – Sejak zaman penjajahan Belanda, umat Islam selalu terdzolimi. Bahkan tidak jarang jatuh korban yang ada selalu berasal dari pihak Umat Islam yang teguh dengan prinsip ke-Islamannya. Sebab Belanda takkan menjajah dan memerangi Umat Islam yang Islamnya hanya sekedar diucapkan dalam lisan saja. Maka, bisa kita temukan dalam sejarah perjuangan Umat Islam dalam merebut kemerdekaan bahwa para pengkhianat yang meracuni, atau memberitahukan posisi atau keberadaan para pejuang Islam adalah dari Umat Islam “Munafik” sendiri.
Sekarang ini, penjajahan sudah berlalu. Tapi bukan berarti permusuhan orang-orang Kafir kepada Umat Islam berhenti begitu saja. Realita yang ada sekarang menunjukkan bahwa Umat Islam berupaya sekuat tenaga untuk melawan sebuah Gerakan Konspirasi dari Zionisme Internasional dengan slogan mereka Perang Melawan Terorisme yang digaungkan oleh Presiden Amerika Serikat, George W. Bush.
Di Indonesia sendiri meskipun mayoritas penduduknya beragam Islam, ternyata tidak bisa merdeka 100 % persen dari penjajahan Asing. Dengan slogan Perang terhadap Terorisme itu Pemerintah kemudian membuat Program “DERADIKALISASI” yang menurut versi Pemerintah untuk menghentikan aksi Terorisme.
Ustadz Aris Munandar dari MUI Surakarta dalam acara Tabligh Akbar dan Bedah Buku “Konspirasi Gerakan DERADIKALISASI” Ahad 6 Mei 2012 bertempat di Komplek Ruhul Islam Mertoyudan Magelang Jawa Tengah, yang diadakan oleh Masyarakat Peduli Syariat Islam (MPSI) Grabag Magelang dan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) Magelang, mengungkapkan bahwa sesungguhnya Program Deradikalisasi sejatinya merupakan Program yang sudah ada sejak Zaman Penjajahan Belanda untuk menghancurkan dan memecah belah Umat Islam.
“Deradikalisasi sudah berjalan dari dulu waktu zaman penjajah Belanda. Dengan banyaknya aktifis Islam tempo dulu yang di perangi dengan istilah Deradikalisasi dan didukung oleh Nasrani serta Zionisme,” ujar Ustadz Aris.
Dia juga menjelaskan bahwa MUI Solo mengeluarkan buku putih tersebut sebagai upaya untuk mengcounter fihak-fihak yang mengatas namakan MUI dalam perang yang digembar-gemborkan okeh BNPT dan Densus 88. Sebab, pada waktu mereka mengadakan acara di Solo, mereka mengundang pemateri yang katanya dari MUI Pusat, nyatanya setelah dicek tidak ada anggota atau pengurus MUI Pusat yang diutus untuk menjadi pembicara dalam acara di Solo.
“Maksud MUI Surakarta menerbitkan buku tersebut adalah untuk men-counter ulah beberapa orang yg mengatas namakan MUI,” ungkapnya.
Selain itu, ia khususnya dan MUI Solo juga ingin menjelaskan bahwa alas muasal dan muara orang Islam itu adalah Al Wala’ wal Baro’. Tapi dalam program Deradikalisasi, kedua istilah dan faham tersebut dimasukkan dalam daftar yang harus dimusuhi dan diperangi. Jadi jelas hal itu sudah menujukkan bahwa perang terhadap Terorisme sejatinya merupakan Perang terhadap Islam.
“Setiap orang yang mengajarkan Al wala’ wal Baro’ akan dicap sebagai orang fundamentalis. Setiap orang Islam pasti muaranya Aal wara’ wal Baro’,” cetus Ustadz Aris.
Tabligh Akbar dan Bedah Buku “Konspirasi Gerakan DERADIKALISASI” sendiri merupakan refleksi atas buku putih yang diterbitkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Surakarta untuk meluruskan pemahaman masyarakat tentang arti Terorisme dan apa sebetulnya yang di Inginkan Pemerintah dari “Proyek” Terorisme itu sendiri.
Hadir sebagai pemateri yang lain dalam acara tersebut adalah Munarman, SH (TPM Jakarta) dan Ust Fuad Al-Hazimi (MPSI Magelang).
Acara sendiri selesai pada waktu adzan dhuhur dan dihadiri kurang lebih 500 jama’ah putra putri dari Magelang dan berbagai kota di sekitarnya yang meliputi eks Karisidenan Kedu. Setelah selesai bedah buku, kemudian dilanjutkan dengan sarasehan dan silaturahim dengan beberapa ormas, tokoh masyarakat dan ulama sekitar Magelang, Temanggung, Muntilan untuk membahas langkah kedepan dari kegiatan aktifis yang ada di Eks Karisidenan Kedu.(bilal/FAI/arrahmah.com)