JAKARTA (Arrahmah.com) – Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957 menolak usulan Komisi Nasional (Komnas) HAM dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ingin mengungkap kembali kasus pelanggaran HAM tahun 1965.
Ketua DPP Kosgoro 1957, Leo Nababan, menilai hal tersebut bertolak belakang dengan peraturan TAP MPRS RI No.XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran PKI masih berlaku hingga saat ini.
“Kenapa? Karena sampai saat ini TAP MPRS tentang PKI masih dilarang di republik ini,” tegas Leo, Senin (20/8/2012) malam dikutip okezone.
Leo khawatir jika ini kasus tersebut kembali diungkap, maka akan terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat. Hal ini disebabkan, jutaan rakyat Indonesia siap untuk membela Pancasila, karena masih ada aturan tentang pelarangan terhadap PKI tersebut.
“Ini akan membuat konflik horizontal di tengah masyarakat. Kenapa? Bayangkan kalau kasus ini dibuka, jutaan orang akan siap untuk membela Pancasila. Ada 127 ormas pancasila saat ini, dibawah pimpinan Kosgoro MKGR, dan ormas lainnya, Pemuda Pancasila. Terutama di garda terdepan adalah Nahdlatul Ulama, yaitu melalui GP Anshor,” paparnya.
Saat ditanya, apakah ini mengartikan ada upaya penutupan sejarah, Leo menjawab itu bukan sekedar sejarah, tapi lebih mementingkan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Mana yang kau pilih?! Penutupan sejarah atau negara ini bubar?! Saya memilih negara NKRI harus tetap. Anda bayangkan, GP Anshor sudah bicara seminggu lalu. Tidak ada urusan penutupan sejarah, daripada negara ini bubar,” terangnya.
Wakil Sekjen Partai Golkar tersebut meminta, kepada Komnas HAM, agar tidak bertindak terlalu jauh, karena dapat mengakibatkan kehancuran bagi Indonesia, walaupun dia tahu Komnas HAM bersifat independen.
“Saya lebih cinta negara ini. Saya ingatkan sekali lagi, boleh kita berbicara tentang teori-teori di bangsa ini, tetapi tidak menghancurkan NKRI. Artinya adalah NKRI ini harus segala-galanya, dan untuk itu saya minta jangan bicara sembarangan,” simpulnya.
Politisi Golkar ini mengatakan akan mengambil sikap tegas dan mengambil posisi sebagai anti-anti komunis. Leo mengaku gerakan-gerakan di bawah masyarakat siap menghadapi hal tersebut, termasuk Kosgoro 1957. “Saya tidak memikirkan itu. Saya lebih memikirkan keutuhan NKRI daripada itu,” tutupnya. (bilal/arrahmah.com)