(Arrahmah.id) – Tokoh ini adalah kekasih Rasul, beliau adalah putra dari ayah yang merupakan kekasih Rasul juga.
Mekkah, satu daerah kecil yang bahkan penjajah tidak mau kesana (karena gersang dll), namun Islam menyebar dari sana. Dari sana lahir tokoh-tokoh yang kini menjadi panutan ummat Islam.
Ketika Umar bin Khattab menjadi Amirul Mukminin, ummat Islam sangat kaya, saat itu bayi lahir sudah punya saldo di baitul mal. Umar membagikan harta yang ada di baitul mal, setiap tahun saldo di sana kosong.
Ketika pembagian harta baitul mal, sampai kepada Abdullah bin Umar, sang ulama hadist, lalu Umar bin Khattab juga memberikan jatah kepada Usamah bin Zaid, saat itu porsi Usamah jauh lebih banyak dari ibnu Umar (2x lipat), hal ini menjadi perbincangan, dan Abdullah bin Umar mengajukan pertanyaan kepada ayahnya terkait hal tersebut.
“Apa yang dilakukan oleh Usamah wahai ayah?” Dan Umar menjawab: “Sungguh Usamah itu, Rasulullah lebih mencintai dia ketimbang dirimu. Dan ayahnya, Rasulullah lebih mencintai ayah Usamah (Zaid bin Haritsah) daripada ayahmu.” -Amirul Mukminin Umar bin Khattab-
Siapa Usamah bin Zaid? Mengapa ia begitu mulia?
Ketika membahas Usamah bin Zaid, tidak mungkin tidak membahas orang tuanya.
Ayah: Zaid bin Haristsah
Budak Khadijah yang setelah menikah diserahkan kepada Rasul. Anak dari salah satu pembesar kabilah di sukunya. Suatu ketika ayah dan paman Zaid mendatangi Rasul dan ingin meminta Zaid kembali, namun Zaid menjawab: “Tidak mungkin bagiku memilih siapapun selain engkau ya Rasulullah. Engkau bagiku, menempati posisi ayah dan paman.”
Sejak itu Rasul mengeluarkan pernyataan: Dia adalah putraku dan aku adalah ayahnya, jika saya meninggal dia akan mewarisi harta saya.
Namun turun surat Al Ahzab: 40.
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi.”
Lalu Rasul mencabut adopsinya dan Zaid kembali dikenal sebagai Zaid bin Haritsah. Zaid sangat dicintai Rasul sampai Aisyah mengatakan: “Rasul tidak mengutus Zaid bin Haritsah bersama pasukan, kecuali menjadikannya sebagai pemimpin mereka. Sekiranya dia masih hidup, sungguh Zaid akan menggantikan kepemimpinan Rasul.”
Ibu: Ummu Ayman (Barakah)
Budak yang diwariskan dari ayahnya Rasul, ia menemani Aminah (ibu Rasulullah). Rasul dirawat oleh Ummu Ayman saat kecil. keluarga terdekat Ummu Ayman semuanya syahid, suaminya semua syahid. Zaid meninggal diganti dengan Djafar bin Abu Thalib, lalu syahid, putranya (Ayman) juga meninggal dalam perang (Hunain). Saat semua keluarganya meninggal, beliau masih terlihat tegar, namun ketika Rasul meninggal, beliau ambruk, menangis.
Abu Bakar bertanya kepada Ummu Ayman, mengapa kamu menangis: “Saya menangis bukan karena saya tidak tahu yang terbaik dari ketetapan Allah, tapi saya menangis karena wahyu sudah terputus dari langit.”
“Siapa yang ingin menikahi wanita ahli surga, maka nikahilah Barakah.” (Rasulullah)
Dua orang tersebut adalah budaknya Rasul. Mereka dijodohkan oleh Rasul, dan pernikahan yang dibungkus oleh cinta kepada Allah dan ketaatan kepada Rasulnya, melahirkan Usamah bin Zaid.
Saat Rasul mendengar kelahiran Usamah bin Zaid, wajah Rasul sangat berbinar.
Aisyah pernah mengatakan: “Siapa yang mencintai Allah dan Rasulnya, maka cintailah Usamah.”
Riwayat tentang Usamah bin Zaid tidak banyak. Beberapa yang bisa didapatkan:
*Usamah lahir 7 tahun sebelum Hijrah (616 M), ketika Rasul berusia 46 tahun. Beliau wafat pada 53 H di usia 60 tahun.
*Masa kecilnya pernah tinggal di rumah Khadijah, dididik langsung oleh Rasul.
*Menikah pada usia 15 tahun dengan Fatimah binti Qays.
*Perang pertama diikuti Usamah pada usia 15 tahun, Perang Mu’tah. Bersama ayah beliau Zaid bin Haritsah. Ayah beliau syahid pada peperangan ini.
Fatimah binti Qays bercerai dengan suaminya karena keluarga suaminya masih kafir. Beliau adalah putri dari pembesar. Setelah habis masa iddahnya, Muawiyah berkeinginan meminang Fatimah binti Qays. Selain Muawiyah, adalah Abu Jahal, yang berkeinginan untuk meminang Fatimah binti Qays. Namun akhirnya menikah dengan Usamah bin Zaid.
Suatu hari, Dziyazan yang seorang pembesar Yaman, menjual pakaian bekasnya dan dibeli oleh seorang tokoh (Hakim bin Hizam) lalu diberikan kepada Rasul. Rasul menghadiahkan pakaian tersebut kepada Usamah.
Usamah fisiknya disebutkan hitam dan pesek. Saat itu Hakim kaget mengapa pakaian kebesaran seorang raja Yaman diberikan kepada anak budak yang fisiknya jelek. Usamah tidak masalah dijelek-jelekkan secara fisik, namun dia tidak sudi disandingkan dengan raja Yaman yang bukan seorang Muslim.
Usamah mengatakan: “Benar! Demi Allah, sungguh aku lebih baik dari Dziyazan, Ibuku lebih baik daripada ibunya. Dan ayahku lebih baik daripada ayahnya.”
Kisah Makhzumiyah
Putri dari bani Makhzum (bernama Fathimah) diketahui mencuri, datanglah pembesar-pembesar bani Makhzum kepada Usamah bin Zaid, meminta rekomendasi terkait kasus tersebut.
Saat itu Rasul marah dan mengatakan: “Sungguh telah hancur ummat sebelum kalian, bahwa jika orang mulia diantara mereka mencuri, mereka tinggalkan. Dan jika yang lemah melakukannya, mereka terapkan aturan Allah. Sungguh, sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti aku akan potong tangannya.”
Dua tahun sebelum Rasul meninggal, Rasul mengutus Usamah dalam peperangan. Ada satu orang musuh yang membunuh banyak Muslim, lalu Usamah mengejar bersama seorang sahabat Anshar. Saat itu adu pedang, dan musuh tersebut kalah, tangannya telah terputus, saat Usamah ingin membunuhnya dia mengucapkan kalimat syahadat, sahabat Anshar ini bertanya, “dia telah mengucapkan syahadat, bagaimana ini?” namun Usamah mengatakan, “aku akan tetap membunuhnya, kata-katanya adalah tameng.”
Rasul mendengar hal tersebut, dan Rasul marah. “Kamu membunuh seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat?” Usamah terdiam. Rasul mengulangi pertanyaannya lagi “Kamu membunuh seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat?” Dan setelah kejadian itu hingga masa tuanya, Usamah berjanji tidak akan membunuh mereka yang telah mengucapkan kalimat syahadat.
Abu Bakar: “Jika kalian mencacat kepemimpinan Usamah, kalian mencacat kepemimpinan ayahnya. Demi Allah sungguh ayahnya sangat layak menjadi pemimpin, dan sungguh puteranya sangat layak memegang kepemimpinan.” (haninmazaya/arrahmah.id)
*Disarikan dari kajian oleh: Ustadz Fitrian Khadir