BANGKOK (Arrahmah.com) – Seorang hakim di Yala, Thailand selatan, berusaha bunuh diri dengan menembak dadanya saat sidang berlangsung yang dipenuhi penonton, Jumat (4/10/2019).
Dia nekat ingin mengakhiri hidup setelah memutus bebas para terdakwa kasus pembunuhan.
Sebelum melakukan aksinya. hakim yang bernama Kanakorn Pianchana itu sempat mengkritik sistem peradilan Thailand sebelum beraksi.
Dia juga menyiarkan langsung pernyataan kritikannya di Facebook, namun mematikan live streaming setelah itu.
Saat itu, Kanakorn menjatuhkan vonis bebas terhadap lima terdakwa kasus pembunuhan yang semuanya muslim.
Usai memberikan putusan, dia menyampaikan harapan agar sistem peradilan Thailand bisa bersih. Setelah itu Konakorn mengeluarkan pistol dan menembak dadanya.
“Anda perlu bukti yang jelas dan kredibel untuk menghukum seseorang. Jadi, jika Anda tidak yakin, jangan menghukum mereka,” kata dia, seperti dikutip dari AFP, Sabtu (5/10/2019).
“Saya tidak mengatakan bahwa lima terdakwa ini tidak melakukan kejahatan, mereka mungkin melakukannya. Tapi proses pengadilan harus transparan dan kredibel, menghukum salah orang membuat mereka menjadi kambing hitam,” imbuhnya.
Saksi mata mengatakan, Kanakorn sempat mengucap sumpah hukum di depan foto mantan raja Thailand, sebelum menembak dadanya.
Petugas pengadilan langsung memberikan pertolongan dan membawa Konakorn ke rumah sakit. Nyawanya berhasil diselamatkan.
“Dia sedang dirawat oleh para dokter dan sudah melewati masa bahaya,” kata Suriyan Hongvilai, juru bicara Departemen Kehakiman setempat.
Suriyan menambahkan, penyebab Konakorn menembak dirinya karena tekanan pribadi. Tapi penyebab pastinya masih diselidiki.
Sementara itu pengacara mengatakan, lima kliennya diputus bebas oleh Hakim Konakorn karena bukti yang disampaikan jaksa tidak cukup untuk menyatakan mereka bersalah.
“Saat ini lima terdakwa masih ditahan dan menunggu keputusan apakah jaksa penuntut mengajukan banding atas pembebasan mereka atau tidak,” kata Abdulloh Hayee Abu, dari kantor Pusat Pengacara Muslim Yala.
Lebih dari 7.000 orang tewas selama 15 tahun konflik di wilayah Thailand selatan yang mayoritas penduduknya Melayu muslim.
Ribuan orang dipenjara terkait dengan pemberontakan, di bawah undang-undang darurat yang diberlakukan di wilayah bergejolak itu.
Kelompok-kelompok advokasi di Thailand selatan menuduh pasukan keamanan Thailand membuat tuduhan palsu terhadap umat Islam dan menggunakan undang-undang darurat untuk menyeret mereka ke pengadilan.
(ameera/arrahmah.com)