Sebelum kita memasuki kajian ini lebih lanjut, perlu kita pahami dulu definisi ummat yang kita maksud dalam tulisan ini. Ummat yang kita maksud di sini adalah : “Ummat Islam di negeri ini yang telah faham Tauhid yang benar dan telah faham bahwa Hukum Jihad hari ini adalah Fardhu ‘Ain”. Karena yang akan kita bahas di sini adalah berdasarkan fakta yang terjadi pada ummat dengan definisi di atas. Jadi bukan ummat dalam arti yang umum dan luas.
Kesedihan dan keprihatinan ana melihat kondisi ummat yang seharusnya saling menguatkan namun kenyataanya adalah sebaliknya, sedang terjadi kemunduran dan berkurangnya kekuatan di sana sini akibat dari salah dalam menyikapi ujian dari Alloh SWT, membuat ana mencoba menyumbangkan pemikiran yang semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Wallohul Musta’an.
Ikhwah sekalian yang semoga dirahmati Alloh ……
Hukum jihad yang telah menjadi Fardhu ‘Ain pada hari ini semua telah sepakat. Tapi jika ditanyakan apakah Amaliyah Jihad bisa dan boleh dilakukan di mana ada musuh yang bisa diserang, di sinilah mulai timbul syubhat dan perdebatan. Segolongan orang berpendapat boleh dilakukan kapan saja dan di mana saja baik oleh perorangan maupun berkelompok dan segolongan yang lain berpendapat harus nunggu sampai semua syarat yang mereka tetapkan terpenuhi.
Dua kubu inilah yang di kemudian hari saling berbenturan dan buruknya menjadikan kita berlarut-larut dalam perdebatan dan justru melupakan bahwa musuh selalu mengembangkan strategi makarnya, mengakibatkan melemahnya ukhuwah dan solidaritas, dan juga timbulnya saling su’u zhon.
Mari kita coba uraikan pokok persoalan ini. Selama ini ana melihat perbedaan di atas muncul karena berbeda dalam memandang apakah sebuah Amaliyah Jihad itu termasuk Jihad dalam rangka memeroleh tamkin (kekuasaan) atau hanya baru bersifat difa’i (pembelaan). Baiklah, kita mulai pembahasannya.
Sejak jatuhnya Andalusia ke tangan penjajah kafir, sejak saat itulah Jihad menjadi Fardhu ‘Ain sampai kita bisa mengembalikan atau membebaskan kembali seluruh Negeri Islam ke dalam kekuasaan kaum muslimin. Terlebih lagi setelah runtuhnya benteng terakhir ummat Islam, yaitu runtuhnya Khilafah Utsmaniyah di Turki pada tahun 1924.
Peran Khilafah Islamiyah yang selama ini bisa melindungi ummat dari makar keji musuh-musuh Islam pun telah sirna, sehingga sejak saat itu pulalah ummat Islam menjadi bulan-bulanan sasaran makian, hujatan, cacian, pelecehan, pembesihan etnis, dll. dan tidak ada satu kekuatan pun yang mampu menjadi pembela. Hingga akhirnya Alloh mulai turunkan pertolongan-Nya dengan terbukanya Front Jihad di Afghanistan pada era tahun 80-an. Jihad Afghan telah membuka mata dunia bahwa sebenarnya kaum muslimin itu sangat kuat, terbukti dengan runtuhnya Uni Sovyet yang tidak mampu menghadapi mujahidin.
Singkat cerita, akibat makar musuh, buah jihad yang tadinya hampir busuk itu diselamatkan Alloh dengan adanya Taliban. Ruh jihad yang bermula dari Afghan dan dibawa ke seluruh dunia oleh para mujahidin, diupayakan untuk disatukan dan dimanajemen oleh sebuah Tandhim yang paling menakutkan bagi musuh, yaitu AL-QAIDAH, yang menjadi satu kekuatan global tanpa batas negara yang bisa berada di mana saja dan menyerang kapan saja. AL-QAIDAH telah menjelma menjadi kekuatan pembela ummat dan pemukul bagi musuh-musuh nya. Contohnya terlalu banyak untuk disebutkan, silahkan antum cari sendiri…!
Bisa berada di mana saja dan menyerang kapan saja adalah ciri khas AL-QAIDAH, bisa perorangan ataupun berkelompok. Semua itu dalam rangka memenuhi dua kewajiban amanah yang harus ditunaikan, yaitu Amanah untuk membela kaum muslimin yang tertindas sekian lama dan Amanah membentuk satu tatanan dunia yang kuat yang sesuai dengan Manhaj Nubuwwah. Artinya, Jihad hari ini adalah bersifat pembelaan sekaligus juga bagian dari Jihad untuk memperoleh tamkin (kekuasaaan).
Yang harus kita pahami adalah, untuk bisa beralih pada tahap tamkin, maka pada Fase Jihad Pembelaan (difa’i), kita harus bisa menimbulkan kerugian yang sebesar-besarnya pada musuh, melemahkan kekuatan mereka selemah-lemahnya, hingga ketika kita ajak ummat yang lebih luas lagi untuk berjihad, tidak ada alasan lagi bahwa kekuatan kita belum cukup, musuh terlalu kuat, dst dst…!!!!
Ikhwatiyal kirom…
Inti dari pembahasan kita ini adalah kondisi ummat di dalam negeri ini, maka sekarang mari melihat ke dalam negeri kita. Amaliyah jihad yang telah terjadi selama ini di Indonesia termasuk berada di tahap yg mana…??? Ini penting untuk kita pahami bersama, karena dari pemahaman itulah kita bisa menentukan sikap yang benar terhadap Amaliyah Jihad yang terjadi selama ini. Kalau kita cermati, semua Amaliyah Jihad sejak dari Jihad Ambon-Poso, Bom Natal 2000, Bom Bali I & II, sampai yang terakhir Bom Cirebon adalah bentuk Amaliyah Jihad yang bersifat difa’i (pembelaan), belum bisa dikategorikan masuk tahap Jihad untuk memperoleh tamkin (kekuasaan). Sehingga jika ada yang menilai itu sebagai salah langkah, prematur, kurang perhitungan, tak paham aspek politik, dsb dsb… itu bisa dipastikan berasal dari golongan yang beranggapan bahwa Jihad itu harus untuk memperoleh tamkin.
Memang benar, tujuan akhir yang ingin diperoleh adalah tamkin. Namun jangan lupa, ummat perlu Tarbiyah dan contoh amal nyata bahwa ummat ini masih memiliki pembela yang mampu menggentarkan musuh-musuhnya, juga butuh contoh nyata aksi pembelaan atas kedhaliman dan kekejaman musuh terhadap mereka selama ini. Selain itu,Amaliyah Jihad Difa’i juga berfungsi sebagai kawah ujian dan latihan untuk mengembangkan kemampuan tempur dan strategi mujahidin. Jadi, untuk dapat melakukan Jihad untuktamkin maka Jihad Difa’i harus dilakukan sebanyak mungkin dengan target melemahkan kekuatan musuh selemah-lemahnya, sehingga ketika Jihad Tamkin diserukan kepada ummat, tidak ada alasan lagi bahwa musuh terlalu kuat dst dst… karena terbukti bahwa musuh itu berhasil dilemahkan.
Setelah kita paham bahwa Amaliyah Jihad selama ini di negeri ini adalah bersifat Difa’i, maka seharusnya kita sepakat menjadi bagian dari barisan pendukung Jihad dan mujahidin, bukan malah dengan menimbulkan fitnah koreksi terhadap suatu Amaliyah yang kemudian ditanggapi dengan berlebihan pula oleh para pendukung Amaliyah. Juga kisah-kisah memprihatinkan sebagaimana dalam tulisan “Risalah wa Nida’at” nya Ust. Urwah rahimahullah, dan dalam tulisan “Pergilah Bersama Rabb-mu” nya al-akh Abdul Barr al-Harbiy hafidhohullah itu seharusnya tidak perlu terjadi. Ingatlah, pada kondisi Jihad -terlebih pada kondisi difa’i- setiap perkataan dan perbuatan yang melemahkan jihad adalah dosa besar, dan pengobaran semangat untuk berjihad adalah wajib.
Lalu bagaimana seharusnya ummat ini bersikap terhadap Amaliyah Jihad yang terjadi selama ini…???
Ikhwah sekalian yang semoga dirahmati Alloh…
Bagaimana seharusnya ummat ini bersikap terhadap berbagai Amaliyah Jihad (difa’i) di negeri ini selama ini…??? Mari kita belajar dari bagaimana Taliban bersikap terhadap AL-QAIDAH pasca serangan WTC 2001. Lihatlah Taliban, mereka tidak pernah -dan tidak akan pernah- menyalahkan AL-QAIDAH yang telah menyerang WTC yang kemudian akhirnya mengakibatkan negeri mereka diserang oleh Pasukan Koalisi Salibis Internasional hingga saat ini. Bahkan mereka kemudian bersatu padu dalam satu barisan menghadapi musuh-musuhnya dengan gagah perwira. Tidak ada keluh kesah yang mereka ungkapkan. Begitulah seharusnya ummat ini bersikap…!!!
Apa yang kita alami di negeri ini akibat dari Amaliyah ikhwan-ikhwan selama ini masih jauh dari apa yang mereka (Taliban) alami di sana, belum ada seujung kukunya. Keikhlasan kita menjalani kehidupan yang lebih susah (dakwah yang semakin berat, ma’isyah yang semakin susah, berkurangnya keleluasaan bergerak, dll, dll.) akan bernilai sebagai bentuk dukungan terhadap Jihad -yang hukumnya Fardhu ‘Ain saat ini- dan Mujahidin, dan menjadikan kita sebagai satu kesatuan dalam barisan Jihad.
Ikhwah…
Sebenarnya dengan adanya suatu Amaliyah, itu bisa menjadi titik awal dalam menggalang dan menyatukan kekuatan atau bisa juga menjadi titik awal perpecahan dan tercerai berainya kekuatan, tergantung bagaimana ummat ini menyikapinya. Dan musuh-musuh itu sangat paham kondisi seperti ini, maka mereka kirimkan ahli-ahli pembuatsyubhat ke tengah-tengah ummat, mereka gunakan segala sumber daya dan media yang mereka miliki untuk melemahkan kekuatan ummat. Kita harus memahami ini…!!!
Ada atau tidaknya Amaliyah Jihad, thoghut itu tetap akan berusaha sekuat tenaga untuk mencegah terjadinya Amaliyah Jihad. Jika kemudian tetap terjadi sebuah Operasi Jihad (difa’i), maka itu jelas-jelas akan memperberat pekerjaan mereka, yang semula mereka hanya mencegah bertambah Amaliyah, dengan Amaliyah itu mereka harus menanggulangi dan menindak para pelakunya. Dan tentu saja, upaya mereka memberantas dan mencegah Amaliyah Jihad akan semakin gencar.
Jika kita telah mengetahui bahwa musuh akan semakin gencar dalam memusuhi Jihad dan Mujahidin pasca terjadinya suatu Amaliyah Jihad, maka yang semestinya kita lakukan adalah semakin memperkuat barisan, mempererat ukhuwwah, meningkatkan solidaritas, melupakan trauma, menjauhi perdebatan yang tidak penting dan saling su’u zhon. Agar makar musuh-musuh itu menemui kegagalan dan mengalami kerugian yang besar. Bukan dengan sebaliknya, saling “mengingatkan” agar tidak terimbas akibat Amaliyah Jihad, khatta (sampai-sampai) menjenguk seorang masjunin (tawanan) saja tidak berani padahal dirinya tidak sedang berudzur.
Kita juga jangan sampai terlalu berlarut-larut menyibukkan diri dengan perdebatan yang tidak perlu. Lebih baik gunakan energi dan pikiran kita untuk memikirkan strategi baru yang lebih baik dalam menghadapi musuh. Musuh itu 24 jam bekerja mengintai dan mencari kelemahan kita, sementara kita tidak menyadarinya. Pelajari pola gerakan dan strategi musuh, pikirkan cara menghadapinya, cara memperoleh logistik yang dibutuhkan dengan cepat, dll dll. Itu Insya Alloh lebih bermanfaat daripada menyibukkan diri dalam perdebatan.
Kita mungkin trauma atau kecewa dengan kejadian tertawannya banyak Ikhwan Mujahidin akibat operasi penindakan yang dilakukan thoghut, porak porandanyaSariyah Jihad yang dibangun, dll dll. Tapi janganlah itu semua membuat kita lemah, apalagi surut langkah. Janganlah rasa trauma dan kecewa karena terbongkar, kecewa karena kurang rapi, dll. itu membuat kita berhenti beramal. Jadikanlah semua itu sebagai pelajaran agar dikemudian hari kita bisa berbuat lebih baik lagi. Itu semua tidak boleh menjadi alasan untuk surut langkah.
Seorang mu’min itu cerdik, gunakan semua kemampuan yang Alloh berikan semaksimal mungkin dan jangan berputus asa. Jalan Jihad ini masih panjang.
Buatlah para Mujahidin merasa nyaman dalam beramal dengan cara mengambil sikap seperti yang telah kita uraikan di atas. Mari kita pikul bersama beban Jihad ini, sungguh Amaliyah Jihad itu merupakan tanggungjawab ummat (bersama). Kalau beban itu hanya dibebankan kepada Mujahidin, tentu itu menjadi sangat berat, yang menyebabkan semakin sedikit orang yang mau dan mampu berjihad.
Jika tanpa kita sadari sikap kita selama ini telah menyebabkan para Mujahidin menjadi lebih mudah tertangkap, menelantarkan keluarga mujahidin yang tertawan, menyakiti perasan mujahidin, dll, dll… maka mari kita segera bertaubat kepada Alloh.
Kisah-kisah sedih seperti yang disebutkan dalam “Risalah wa Nida’at” nya Ust. Urwah rahimahullah, dan dalam tulisan “Pergilah Bersama Rabb-mu” nya al-akh Abdul Barr al-Harbiy hafidhohullah tidak boleh terjadi lagi pada diri kita. Cerita dari seorang Syaikh bahwa pasca operasi penangkapan peserta I’dad Aceh banyak donatur besar yang mengundurkan diri juga sepatutnya tidak terjadi lagi. Selagi pintu taubat masih terbuka, belum ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. Bersikaplah sebagaimana sikap Taliban kepada AL-QAIDAH pasca serangan WTC 2001 dan ingatlah bahwa kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban oleh Alloh SWT atas segala sikap kita terhadap Jihad dan Mujahidin.
Ana cukupkan sampai di sini uraian ini, bila ada yang benar dan bermanfaat itu datangnya dari Alloh semata, dan bila ada kesalahan dan kekurangan maka itu dari kelemahan diri ana yang faqir dan ana memohon ampun kepada-Nya. Mudah-mudahan Alloh menerima ini sebagai tambahan amal sholih bagi ana, dan semoga ada tanggapan dan masukan dari ikhwah sekalian untuk kebaikan kita bersama.
Ayat-ayat Inspirasi :
“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat Para Mukminin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang kafir itu. Allah Amatlah besar Kekuatan dan Amat keras siksaan-Nya”. ( An-Nisa : 84 )
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh “. (Ash-Shaff : 4 )
Sabtu, 13 Jumadil Ula 1432 H / 16 April 2011 M
Oleh : Akh jaisy_554