TRIPOLI (Arrahmah.id) – Lebih dari dua ton uranium alami yang dilaporkan hilang oleh pengawas nuklir PBB di Libya yang dilanda perang telah ditemukan, kata seorang jenderal di timur negara itu, Kamis (16/3/2023).
Jenderal Khaled al-Mahjoub, komandan divisi komunikasi Khalifa Haftar, mengatakan di laman Facebook-nya bahwa kontainer uranium telah ditemukan hampir lima kilometer (tiga mil) dari tempat mereka disimpan di daerah Sabha di Libya selatan.
Kamis pagi (16/3), Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina melaporkan bahwa 2,5 ton material telah hilang dari situs Libya dan kemungkinan akan menimbulkan risiko radiologis”, menurut laporan rahasia yang dilihat oleh AFP.
Konsentrat bijih uranium dianggap memancarkan radioaktivitas tingkat rendah.
Inspektur IAEA pada Selasa (14/3) menemukan bahwa 10 drum berisi sekitar 2,5 ton uranium alami dalam bentuk konsentrat bijih uranium … tidak ada seperti yang dinyatakan sebelumnya di lokasi, katanya.
Zat tersebut umumnya dikenal sebagai “yellow cake”, sebuah bubuk yang terdiri dari sekitar 80 persen uranium oksida. Ini digunakan dalam persiapan bahan bakar nuklir untuk reaktor, dan juga dapat diperkaya untuk digunakan dalam senjata nuklir.
“Situs tersebut saat ini tidak berada di bawah kendali peraturan otoritas negara Libya”, kata laporan itu, tanpa mengidentifikasi situs tersebut atau mengatakan mengapa Libya memiliki materi tersebut.
Libya telah terperosok dalam krisis sejak penggulingan diktator Muammar Gaddafi dalam pemberontakan yang didukung NATO 2011, dengan segudang milisi membentuk aliansi menentang yang didukung oleh kekuatan asing.
Negara Afrika Utara itu tetap terpecah antara pemerintah sementara di ibu kota Tripoli di barat, dan satu lagi di timur yang didukung oleh Haftar.
Mahjoub menerbitkan sebuah video yang memperlihatkan seorang pria dalam pakaian pelindung menghitung 18 kontainer biru, total yang telah disimpan di lokasi tersebut.
“Situasinya terkendali. IAEA telah diberitahu,” kata Mahjoub kepada AFP.
Dia mengatakan kontainer itu telah dicuri dan kemudian ditinggalkan oleh faksi Chad yang mengira itu adalah senjata atau amunisi.
Mengambil untung dari tahun-tahun kekacauan Libya dan perbatasan yang keropos di wilayah gurun, para pejuang dari negara tetangga Chad dan Sudan mendirikan pangkalan-pangkalan belakang di selatan Libya.
“Inspeksi situs tersebut awalnya dijadwalkan pada 2022 tetapi harus ditunda karena situasi keamanan di wilayah tersebut”, kata laporan IAEA.
Dikatakan lokasi itu dipantau secara rutin oleh IAEA melalui citra satelit komersial dan informasi sumber terbuka lainnya.
Melalui analisis gambar-gambar inilah badan tersebut memutuskan untuk melakukan pemeriksaan fisik, terlepas dari risiko keamanan dan tantangan logistik, katanya.
Di Facebook, Mahjoub mengatakan bahwa setelah pemeriksaan yang mengungkapkan hilangnya kontainer, pasukan terkait Haftar menemukan kembali kontainer tersebut.
Libya di bawah Gaddafi diduga memiliki program senjata nuklir, yang dibatalkan pada 2003. (zarahamala/arrahmah.id)