Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H.
(Direktur HRS Center selaku Ketua Tim Eksaminasi)
(Arrahmah.com) – Dalam Putusan Nomor 225/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim (Hal.132), Majelis Hakim (Judex Factie) menyebutkan doktrin “kesengajaan dengan kemungkinan” (opzet met waarschijnlijkheidsbewustzijn/dolus eventualis). Kesengajaan dengan kemungkinan – yang merupakan salah satu corak/gradasi “dengan sengaja” – digunakan dalam pertimbangan hukumnya.
Kemudian Judex Factie meyakini bahwa telah terpenuhinya unsur “dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat” (Hal.135-136) sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Hasil penelurusan yang dilakukan oleh HRS Center menunjukkan bahwa ternyata penjelasan tentang doktrin kesengajaan dimaksud bersumber dari internet.
Dengan demikian, bukan pendapat asli dari Judex Factie. Setidaknya terdapat dua sumber sebagai berikut.
- https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ee99dda4a3d2/beberapa-catatan-mengenai-unsur-sengaja-dalam-hukum-pidana-oleh–nefa-claudia-meliala/?page=3
- http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31972/170200510.pdf?sequence=1
Sumber referensi tidak diketahui, siapa yang mengatakannya, karena memang tidak ada disebutkan oleh penulisnya.
Uraian yang dicopas dari sumber internet tersebut ke dalam putusan adalah sebagai berikut:
“Pelaku menyadari kemungkinan terjadinya akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki, namun kesadaran tentang kemungkinan terjadinya akibat lain tersebut tidak membuat si pelaku membatalkan niatnya dan ternyata akibat yang tidak dituju tersebut benar-benar terjadi atau dengan kata lain si pelaku pernah berpikir tentang kemungkinan terjadinya akibat yang dilarang undang-undang, namun si pelaku mengabaikannya dan kemungkinan itu ternyata benar-benar terjadi.” (Hal.132).
Uraian yang disampaikan relatif sama dengan sumber internet di atas, yakni sebagai berikut:
“Pelaku menyadari kemungkinan terjadinya akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki, namun kesadaran tentang kemungkinan terjadinya akibat lain itu tidak membuat pelaku membatalkan niatnya dan ternyata akibat yang tidak dituju tersebut benar-benar terjadi. Dengan kata lain, pelaku pernah berpikir tentang kemungkinan terjadinya akibat yang dilarang undang-undang, namun ia mengabaikannya dan kemungkinan itu ternyata benar-benar terjadi.”
Kemudian Judex Factie mendalilkan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa ketika Terdakwa memberikan pernyataan/pemberitahuan bohong tentang keadaan kesehatannya tersebut, Terdakwa seharusnya menyadari kemungkinan terjadinya akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki, namun kesadaran tentang kemungkinan terjadinya akibat lain tersebut tidak membuat Terdakwa membatalkan niatnya dan ternyata akibat yang tidak dituju tersebut benar-benar terjadi atau dengan kata lain Terdakwa pernah berpikir tentang kemungkinan terjadinya akibat yang dilarang undang-undang, namun Terdakwa mengabaikannya dan kemungkinan itu ternyata benar-benar terjadi, yaitu menimbulkan keonaran di kalangan rakyat, terlebih lagi Terdakwa merupakan tokoh agama yang mempunyai kedudukan dan peran serta pengaruh yang besar di masyarakat serta mempunyai massa dan simpatisan yang cukup banyak, sehingga berita-berita yang terkait dengan Terdakwa akan selalu menarik perhatian masyarakat baik yang pro maupun yang kontra, terlebih lagi kasus ini terjadi dalam masa pandemi Covid-19 yang sudah barang tentu akan menarik dan menyedot perhatian masyarakat” (Hal.135).
Kalimat dari “Terdakwa seharusnya menyadari kemungkinan terjadinya akibat lain” sampai dengan “namun Terdakwa mengabaikannya dan kemungkinan itu ternyata benar-benar terjadi”, juga menunjuk pada sumber internet di atas. Uraiannya juga relatif sama, hanya kata-kata tertentu saja yang diganti. Seperti kata “pelaku”, “ia” diganti dengan “Terdakwa”.
Kondisi demikian itu jelas menunjukkan adanya unsur “plagiat” yang semestinya tidak dilakukan. Seharusnya Judex Factie menggunakan pendapat yang diakui keilmuannya dengan menunjukkan referensinya.
Hal ini penting, sebab menjadi landasan analisis guna pemenuhan unsur delik (in casu kesengajaan dengan kemungkinan). Dengan demikian, sumber internet tersebut sangat tidak pantas digunakan dalam putusan.
Terpenuhinya unsur subjektif yakni “kesengajaan dengan kemungkinan” (opzet met waarschijnlijkheidsbewustzijn/dolus eventualis) patut diduga telah disesuaikan dengan sumber internet dimaksud.
Hasil kajian eksaminasi yang dilakukan oleh HRS Center menyangkut “opzet met waarschijnlijkheidsbewustzijn” maupun “dolus eventualis” menunjukkan perbedaan yang prinsip dengan apa yang dikutip, terlebih lagi dengan yang dipahami oleh Judex Factie.
Uraian pertimbangan hukum Judex Factie sangat minim analisis yuridis. Tidak tergambar secara jelas dan objektif tentang hubungan sikap batin (mens rea) Terdakwa dengan perbuatannya (actus reus), bagaimana terjadinya hubungan kausalitas dan termasuk tentang pembuktian penyertaan (deelneming).
Penting untuk disampaikan bahwa penyertaan bukan bercorak kesengajaan sebagai “kemungkinan”, namun bercorak “dengan maksud” (als oogmerk).
Untuk menjadi perhatian, dalam dunia akademik plagiat tergolong perbuatan yang tercela dan oleh karenanya dilarang.
Adanya plagiarisme dalam putusan Habib Rizieq Syihab dkk selain memberikan contoh yang tidak patut, juga akan semakin menurunkan citra dan marwah Pengadilan.
Jakarta, 2 September 2021
(*/arrahmah.com)