KABUL (Arrahmah.id) — Universitas-universitas Afghanistan siap menerima kembali kehadiran mahasiswi. Namun, hanya jika pemimpin Taliban atau Imarah Islam Afghanistan (IIA) memutuskan kapan hal itu mungkin terjadi, dan jika itu benar-benar terjadi, kata seorang pejabat pendidikan, Sabtu (12/8/2023).
Otoritas IIA sebelumnya melarang perempuan untuk mengikuti perkuliahan sejak Desember 2022. Berikutnya pada Agustus 2021, anak perempuan dilarang bersekolah setelah mereka lulus kelas enam. Terbaru, sepekan lalu anak kelas 3 sekolah dasar dilarang masuk di sejumlah provinsi.
Menteri Pendidikan Tinggi IIA Nida Mohammed Nadim mengatakan larangan untuk kuliah dan sekolah bagi perempuan diperlukan untuk mencegah pencampuran pria – wanita (ikhtilat), adanya pelanggaran penggunaan busana muslimah, dan karena dia yakin beberapa mata kuliah yang diajarkan melanggar prinsip-prinsip Islam.
Dia mengatakan larangan itu dikeluarkan dari Kota Kandahar di sebelah selatan, oleh pemimpin IIA Hibatullah Akhundzada, dan berlaku sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Seorang penasihat di Kementerian Pendidikan Tinggi, Molvi Abdul Jabbar, mengatakan universitas siap untuk menerima kembali mahasiswi setelah Akhundzada memberikan perintah agar larangan tersebut dicabut. Namun, dia tidak dapat mengatakan kapan atau apakah itu akan terjadi.
Akhundzada “memerintahkan agar universitas ditutup, jadi ditutup,” katanya kepada The Associated Press (13/8).
“Ketika dia mengatakan mereka buka, mereka akan buka pada hari yang sama. Semua pemimpin kami mendukung (memulai kembali pendidikan anak perempuan), bahkan menteri kami mendukungnya.”
Jabbar mengatakan dia terakhir bertemu Akhundzada sekitar tujuh atau delapan tahun lalu. Mereka berjuang bersama melawan Rusia selama 10 tahun perang Soviet di Afghanistan dan menjadi bagian dari Taliban selama 27 tahun.
“Hanya karena ketaatan kami (kepada Akhundzada) kami mengikuti perintahnya,” katanya.
Komentarnya adalah tanda lain dari perbedaan pendapat di dalam IIA tentang proses pengambilan keputusan dan fatwa Akhundzada. Juru bicara IIA Zabihullah Mujahid menepis dugaan perpecahan di tubuh mereka. Mereka juga menunjukkan otoritas yang dimiliki Akhundzada atas IIA.
Menteri Nadim menyebut larangan tersebut sebagai tindakan sementara sambil mencari solusi atas masalah seputar pemisahan gender, materi kuliah, dan gaya berpakaian. Dia mengatakan universitas akan dibuka kembali untuk perempuan setelah hal-hal tersebut diselesaikan.
IIA membuat janji serupa tentang akses sekolah menengah untuk anak perempuan, mengatakan kelas akan dilanjutkan untuk mereka setelah “masalah teknis” seputar seragam dan transportasi diselesaikan. Namun, anak perempuan masih dilarang masuk ruang kelas hingga kini.
“Semua sudah siap jauh-jauh hari, baik itu studi sekolah atau universitas. Mungkin waktunya (mulai) berbeda, anak laki-laki pagi dan sore hari akan ada anak perempuan. Atau akan ada anak perempuan di pagi hari dan anak laki-laki di sore hari.” (hanoum/arrahmah.id)