(Arrahmah.com) – Empat bulan setelah akademisi Profesor Ilham Tohti ditahan atas tuduhan “separatisme”, universitas tempatnya bekerja menghentikan pembayaran gajinya, menurut kesaksian isterinya.
Isteri pria yang bekerja di Central University for Nationalities atau Minzu University of China di Beijing itu dan kedua puteranya telah hidup berada di bawah pengintaian di apartemen mereka di Beijing sejak penahanan Tohti pada Januari lalu.
Selain itu, keluarga Tohti terancam kehidupan ekonominya sejak gaji Tohti tidak dibayarkan.
“Saya telah diberikan pemberitahuan… yang mengatakan bahwa gajinya dari universitas telah dihentikan, per April, kata mereka. Mereka telah berhenti membayarnya,” kata isteri Tohti, Guzelnur, kepada RFA cabang Uighur.
“Universitas mengatakan… kasus Ilham Tohti tidak ada hubungannya dengan universitas, itu adalah masalah pribadi, jadi mereka tidak bertanggung jawab atas hal itu,” katanya.
Lebih lanjut Guzelnur mengatakan bahwa ia telah berbicara kepada pengacaranya Li Fangping terkait pemberitahuan pemberhentian pembayaran gaji suaminya dan berencana akan menuntut pihak universitas untuk tetap memberikan Tohti tunjangan karena Tohti telah bekerja selama 25 tahun di institusi tersebut.
Tohti, yang merupakan tokoh Uighur, telah diseret dari rumahnya di Beijing oleh puluhan polisi pada 15 Januari, dan ditangkap secara resmi pada 20 Februari dengan tudingan terlibat “separatisme”.
Guzelnur mengatakan bahwa sejak penangkapannya tidak ada kabar terkait kasusnya dan keluarganya kekurangan informasi terkait Tohti.
Sejumlah Muslim Uighur telah ditangkap bahkan sebagian ditembak mati atas tuduhan “terorisme” dan “separatisme”.
Kelompok hak asasi Uighur mengatakan bahwa penahanan Tohti merupakan bagian strategi Beijing untuk memadamkan suara kaum minoritas Uighur.
Kelompok hak asasi Uighur juga berpendapat bahwa pembunuhan dan penahanan sejumlah warga Uighur atas tuduhan “terorisme” dan “separatisme” hanyalah upaya pemerintah Beijing untuk melegalkan kebijakan kerasnya terhadap Muslim Uighur di Xinjiang dengan isu “kekerasan”.
(siraaj/arrahmah.com)