JAKARTA (Arrahmah.com) – Kementrian Pendidikan belum mengeluarkan izin operasonal Universitas Al Zaytun yang berada di lingkungan Pondok Pesantren Al Zaytun, Indramayu, Jawa barat, meskipun keberadaan universitas tersebut sudah ada sejak tahun 2004.
Direktur Jenderal Perguruan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, Djoko Santoso, menegaskan pihaknya masih melakukan kajian terhadap pengajuan izin perguruan tinggi Al Zaytun. “Syaratnya mereka berhenti dulu,” ujarnya di Gedung DPR, Rabu (25/5/2011).
Ia menegaskan sampai saat ini kementeriannya belum mengeluarkan izin operasional Universitas Al Zaytun. “Selama operasional 2004 sampai sekarang, sebelum izin keluar, apapun yang dilakukan tidak sah. Sehingga seharusnya Al Zaytun tidak merekrut mahasiswa pada pada tahun ini,” ujarnya seperti yang dikutip TempoInteraktif.com.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh mengungkapkan bahwa pihaknya tak pernah membuka Universitas Al Zaytun, dan menegaskan akan menertibkan dan memberi peringatan pada universitas Al Zaytun.
Nuh mengatakan pintu masuk untuk mendapatkan izin operasional sebuah perguruan tinggi adalah kejelasan yayasannya sesuai dengan persyaratan undang-undang. “Nanti akan dikaji kelayakannya sesuai dengan syarat undang undang. Yayasannya dan jurusannya apa saja, dosen dan lainnya.”
Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat mendesak Kementerian Pendidikan Nasional untuk mengambil langkah untuk menangani permasalahan Universitas Al Zaytun sesuai perundang-undangan yang berlaku. Karena, universitas tersebut hingga kini belum memiliki izin.
Selain itu, mengacu pada Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, dewan juga meminta Mendiknas untuk melakukan koordinasi dengan Kementerian Agama terkait kurikulum Al Zaytun. “Al-Zaytun harus ditutup,” ujar Dedi Wahidi, anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa.
Al-Zaytun saat ini tengah disorot karena diduga berkaitan dengan NII KW IX. Pesantren milik Panji Gumilang itu diduga melakukan pencucian otak dalam kegiatannya. Selain itu, kurikulum belajarnya juga tidak sesuai dengan kurikulum nasional. “Kementerian Pendidikan harus memantau pendidikan di Pondok Pesantren Al-Zaytun,” ujar Dedi Wahidi, anggota DPR, saat rapat dengar pendapat.
Anggota Dewan asal Indramayu ini mengaku, dari pantauannya, kurikulum yang diadopsi Al-Zaytun hanya sedikit mengadopsi kurikulum nasional. Bahkan di sana tidak ada mata pelajaran pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan. (rasularasy/arrahmah.com)