GAZA (Arrahmah.id) – Setidaknya 20.000 anak telah lahir sejak dimulainya perang “Israel” di Gaza pada Oktober, kata UNICEF pada Jumat (19/1/2024), dan banyak dari mereka berisiko meninggal dan terkena penyakit.
Ini berarti sekitar satu anak lahir setiap 10 menit di tengah serangan militer “Israel” di daerah kantong tersebut.
Spesialis komunikasi UNICEF Tess Ingram menekankan kondisi mengerikan yang dihadapi perempuan Palestina saat melahirkan di wilayah yang dilanda perang tersebut, karena kurangnya peralatan medis, akses terhadap bantuan dan kurangnya lingkungan yang cocok untuk melahirkan.
Banyak perempuan yang tidak punya pilihan selain melahirkan tanpa anestesi, yang pada akhirnya membahayakan kesehatan mereka dan bayinya.
“Para ibu menghadapi tantangan yang tak terbayangkan dalam mengakses perawatan medis, nutrisi dan perlindungan yang tepat sebelum, selama dan setelah kelahiran,” kata Ingram pada konferensi pers dua pekanan badan-badan PBB di Jenewa.
“Menjadi seorang ibu adalah saat yang perlu dirayakan, tetapi di Gaza, anak-anak seperti lahir di neraka,” tambahnya.
Ingram juga mendesak agar diperlukan tindakan yang lebih intensif dan segera terhadap perempuan hamil dan bayi baru lahir di wilayah yang dilanda perang.
Hampir 25.000 orang telah menjadi syuhada oleh pengeboman “Israel” yang tiada henti di seluruh pelosok wilayah miskin dan padat penduduk ini – yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Selain melakukan pengepungan total, “Israel” juga menghancurkan infrastruktur utama dan membatasi masuknya bantuan ke Gaza.
Ingram, yang baru saja kembali dari Gaza selatan, menjelaskan bahwa para pekerja di Rumah Sakit Emirat yang penuh sesak di Rafah harus mengeluarkan ibu dari rumah sakit dalam waktu tiga jam setelah operasi caesar dilakukan.
Dia menambahkan bahwa pengeboman dan pengungsian yang sedang berlangsung “secara langsung berdampak pada anak-anak yang baru lahir, menyebabkan tingginya tingkat kekurangan gizi, masalah pertumbuhan, dan komplikasi kesehatan lainnya”.
Pejabat PBB tersebut mengatakan bahwa diyakini sekitar 135.000 anak di bawah usia dua tahun saat ini berisiko mengalami kekurangan gizi akut, di tengah kondisi yang “tidak manusiawi” di tempat penampungan sementara, mengalami kekurangan gizi dan air.
Lebih dari separuh penduduk Gaza saat ini mengungsi, dan mereka yang mengungsi sebagian besar terkonsentrasi di kota Rafah di bagian selatan. Penyakit, seperti Hepatitis C, semakin menyebar luas di kalangan pengungsi. (zarahamala/arrahmah.id)