RAKHINE (Arrahmah.com) – Mengencangkan ikatan di sekitar Muslim Rohingya, kelompok ekstrimis Budha di Burma telah mencegah kelompok-kelompok bantuan untuk memberikan pertolongan kepada Muslim yang terluka di kamp-kamp pengungsian.
“Saya tidak pernah mengalami intoleransi seperti ini,” ujar Joe Belliveau, manajer operasi untuk Dokter tanpa perbatasan kepada New York Times, Selasa (6/11/2012).
“Apa yang benar-benar kami perlukan untuk mereka adalah memberikan pemahaman bahwa bantuan medis kami bukanlah tindakan politik.”
Badan amal tersebut adalah salah satu kelompok bantuan yang bergegas ke negara bagian Rakhine untuk membantu ribuan pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan etnis.
Tapi para dokter mengeluh karena mereka mendapat ancaman oleh ekstrimis Budha.
Para dokter mengatakan bahwa poster dan pamflet telah didistribusikan di Sittwe, kota terbesar di Rakhine, yang mengancam para relawan yang membantu Muslim.
Ancaman memiliki dampak langsung terhadap relawan yang jumlahnya menurun dari 300 menjadi hanya puluhan orang.
“Staf kami sendiri merasa takut dan tidak mau bekerja setelah menerima ancaman langsung,” ujar Selliveau.
Setidaknya 88 orang telah tewas dan 129 lainnya terluka dalam kekerasan mematikan tidak berimbang antara etnis Budha dan Muslim Rohingya. Angka tersebut merupakan angka yang dikeluarkan oleh PBB, para aktivis kemanusiaan khawatir jumlah sebenarnya jauh lebih besar.
Kekerasan telah memaksa sedikitnya 29.000 orang untuk mengungsi, 97 persen di antaranya adalah Muslim Rohingya, menurut PBB.
Kelompok HAM mengatakan polisi dan tentara Burma telah menggunakan kekuatan berlebih dan menangkap banyak Muslim Rohingya di tengah-tengah kerusuhan.
Human right Watch (HRW) melaporkan bahwa pasukan “keamanan” Burma telah sengaja menargetkan Muslim Rohingya dengan membunuh, memperkosa dan menangkap mereka.
Malnutrisi
Situasi di kamp-kamp pengungsian terus membutuk, relawan telah melaporkan kasus gizi buruk dan malaria terus meluas di kalangan anak-anak.
“Terdapat sekelompok orang yang belum mengungsi tetapi terputus dari perawatan kesehatan,” ujar Belliveau.
Dijelaskan oleh PBB bahwa Muslim Rohingya merupakan salah satu etnis di dunia yang paling dianiaya, mereka menghadapi diskriminasi di tanah air sendiri.
Mereka ditolak mendapatkan hak kewarganegaraan sejak tahun 1982 dan diperlakukan sebagai imigran ilegal di rumah mereka sendiri.
Pemerintah musyrik Burma serta mayoritas Budha menolak untuk mengakui istilah “Rohingya” dan menyebutnya sebagai “Bengali”. (haninmazaya/arrahmah.com)