BEKASI (Arrahmah.com) – Umat Islam Indonesia khususnya dihimbau untuk melaksanakan Do’a Qunut Nazilah untuk Kaum Muslimin Ahlus Sunnah Wal Jamaah di Suriah. Himbauan tersebut disampaikan oleh Syaikh Ghiyath Abdul Baqi bin Ibrahim di Islamic Center Al Islam, Bekasi, tadi malam (25/2).
“Kami mengharapkan Kaum Muslimin di Indonesia untuk menolong saudara-saudara kita di Suriah Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan jangan lupa untuk mendoakan mereka agar Allah memenangkan mereka atas kedzoliman Bashar Asaad dan antek-anteknya. Kami mohon kepada seluruh kaum Muslimin untuk mendoakan khususnya di saat sholat yaitu dengan Qunut Nazilah,” tegas Syaikh Ghiyath.
Dari data-data yang disampaikan, sejak (15/03/2011) s/d (15/02/2012), jumlah yang dibunuh oleh rezim (laknatullah ‘alaihim) Bashar Asaad lebih dari 10.000 di antaranya 600 perempuan, 430 anak-anak, dan yang terluka 5000. Mereka yang dipenjara lebih dari 100.000, yang mengungsi ke Lebanon, Turki, Jordan, Arab Saudi dan lainnya lebih dari 530.000.
Lebih dari 300 kabupaten, kecamatan dan desa diserang oleh Bashar Assad (Presiden Suriah) dengan tank-tank, roket-roket dan bom-bom. Puluhan Masjid dan kaum muslimin yang sholat di dalamnya diserang, yang masih hidup ada yang dipenjara, dibantai dan sebagian ada juga yang melarikan diri.
Dengan keji rezim (laknatullah ‘alaihim) Bashar Asaad memperlakukan kaum muslimin ahlussunnah, hingga para muslimahnya dengan kejam diperkosa, dibunuh, dibakar. Naudzubillah.
“Para muslimah Ahlussunnah mereka juga ditangkap, dipenjara kemudian diperkosa lalu dibunuh, tidak puas sampai di situ mereka juga dibakar dan dibuang dipinggir-pinggir jalan hingga tidak dapat dikenali,” Syaikh Ghiyath menyampaikan dengan nada geram hingga menitiskan air mata.
Kaum Muslimin Suriah juga dipaksa mengucapkan “Laailaaha illa Bashar Assad” (Tidak ada tuhan selain Bassar Assad), jika tidak mentaati hal tersebut, diancam dibunuh. Astaghfirullah…!! Mereka dipaksa sujud kepada Bassar Assad (Laknatullah ‘alaih).
Tabligh Solidaritas Ahlussunah Suriah bersama Syaikh Ghiyath Abdul Baqi bin Ibrahim tadi malam dihadiri ratusan kamu Muslimin, juga beberapa tokoh, di antaranya Ust. Farid Achmad Okhbah, Ust. Abu Muhammad Jibriel dan Ust. Hartono Ahmad Jaiz dan dari beberapa media Islam juga turut hadir.
Acara dimulai sehabis shalat Maghrib diselingi azan Isya’ dan berlanjut sampai dengan pukul 21.30 WIB, setelah acara ditutup, barulah shalat Isya’ dan Qunut Nazilah untuk kemenagan dan kemuliaan Islam di seluruh dunia. Amien.
Alhamdulillah, pada malam itu juga terkumpul infaq fie sabilillah untuk Ahlussunnah Suriah sebanyak Rp. 12.050.000, sebuah jam tangan dan sebuah Handphone (HP) dan diserahkan kepada Syaikh Ghiyath Abdul Baqi bin Ibrahim untuk diserahkan lagi kepada mmat Islam Suriah.
Sekilas Sejarah Panjang Kedzoliman terhadap Ahlussunnah Suriah
Suriah bergejolak sejak 15 Maret 2011, demonstrasi dilakukan oleh rakyat di berbagai kota dan desa. Rakyat menuntut kesamaan hak, kebebasan, dan kehidupan yang aman. Mereka juga menuntut kebebasan bersuara dan negara demokrasi yang beradab.
Negara demokrasi yang mereka inginkan akan mewujudkan kesetaraan hak warga negara untuk hidup dengan sejahtera tanpa adanya penindasan dan ketakutan atas jeruji besi penjara. Demokrasi dengan tanpa peralatan kepolisian yang menindas. Tanpa tank-tank militer yang menggilas warga.
Sejak tanggal 15 Maret 2011, sederet lembaga militer yang dipimpin oleh Bashar Assad, sang presiden, dan Menteri Dalam Negeri Suriah, meliputi 17 lembaga militer negara, intelijen, dan pasukan khusus kepresidenan telah membunuh para demonstran yang tak berdosa. Para demonstran turun ke jalan dengan telanjang dada, tanpa membawa batu, tongkat ataupun senjata lainnya. Mereka hanya berteriak: “Damai… Tanpa Kekerasan… Kebebasan… Kehormatan Negara…”
Hingga saat ini jumlah korban terbunuh akibat peluru-peluru pasukan militer negara telah mencapai lebih dari 5.000 orang. Bahkan anak-anak kecil pun terbunuh karena mereka menuliskan di tembok-tembok sekolah mereka:
“Kita ingin kebebasan… Kita ingin merdeka… dan kami tidak rukuk kecuali kepada Allah”.
Sekarang di penjara–penjara Suriah, lebih dari 100.000 orang dikerangkeng, mereka adalah sebaik-baik pemuda. Dan tidak diketahui entah berapa yang sudah dibunuh dengan disiksa dan seberapa yang masih hidup di penjara-penjara.
Pasukan militer negara juga telah menangkap lebih dari 70.000 orang. Sebagian besar dari mereka adalah para aktivis kampus, para guru, dokter, pengacara, para ulama, juga para cendekiawan yang pada umumnya masih berusia muda.
Militer Suriah pun telah melakukan sekian penindasan di dalam penjara. Penindasan dan penyiksaan yang sangat kejam dan sadis. Ada sekitar 20.000 tawanan politik yang saat ini berada dalam penyiksaan militer. Selain itu, ada pula sekitar 20.000 orang yang terluka akibat peluru-peluru militer, bahkan sebagian dari mereka cacat dan buntung.
Melihat kejadian yang ada di tengah rakyat Suriah itu, ada sebuah pertanyaan penting. Mengapa rakyat Suriah baik di kota ataupun desa turun ke jalan menuntut revolusi, kebebasan, demokrasi, dan perubahan?
Hal yang pasti telah terjadi dalam sejarah Suriah adalah bahwa rezim militer telah menguasai sistem kenegaraan Suriah sejak kudeta militer yang terjadi pada tahun 1963. Dan di tahun 1970, sang jenderal yang bengis, Hafidz Assad mulai memegang kepemimpinan dan menjadi presiden setelah kudeta militer yang menewaskan puluhan jenderal dan tentara, juga ratusan warga sipil.
Pada Tahun 1973, Suriah di bawah pemerintahan Presiden Hafidz Al Assad mengalami kekalahan telak di hadapan Golan. Di tahun 1979 Presiden Al Assad melakukan pembantaian terhadap para pemimpin Ikhwanul Muslimin, para pengacara, insinyur, dokter, yang notabenenya menolak pemerintahan Hafidz Al Assad.
Pada tahun 1980 rezim Hafidz Al Assad kembali melakukan pembantaian di penjara kota Tadmur. Kali ini pembantaian tersebut dipimpin oleh seorang Jenderal yang memimpin pasukan khusus kepresidenan atas perintah Hafidz Al Assad. Dalam pembantaian tersebut jumlah korban mencapai 1200 orang yang terdiri dari tokoh oposisi, cendekiawan, ulama, dan para dosen perguruan tinggi.
Tahun 1982, tentara Suriah di bawah kendali presiden Hafidz Al Assad dan saudaranya Raf’at Al Assad kembali melakukan pembantaian terhadap kota Hama. Dalam penyerangan selama 1 bulan mereka berhasil menguasai kota dan membantai lebih dari 70.000 penduduk kota hama. Mereka menculik lebih dari 20.000 penduduk, melakukan pemerkosaan terhadap wanita, menghancurkan rumah, bangunan, masjid, gereja serta pasar. Dalam penyerangan tersebut lebih dari 10.000 penduduk terpaksa mengungsi keluar kota hama.
Tahun 1984, pasukan Suriah memasuki Libanon dan berada di sana dalam kurun waktu yang cukup lama. Selama kurun waktu tersebut mereka kembali melakukan kejahatan dan pembantaian terhadap penduduk Libanon dan juga pengungsi Palestina yang tersebar di berbagai kamp pengungsian di Libanon.
Hafidz Al Assad memerintah sejak 1970 dan meninggal pada tahun 2000 karena menderita penyakit kanker. Selama pemerintahannya, Hafidz Al Assad membantai puluhan ribu penduduk kota Hama, Aleppo, Tadmur, Lattakia, Jisr Suqur, dan lainnya.
Setelah kematian Hafidz Al Assad, Jenderal Raf’at Al Assad segera mempersiapkan putra bungsu Hafidz Al Assad yang bernama Bashar Al Assad yang masih berumur 30 tahun untuk menggantikan ayahnya, meskipun langkah tersebut mengharuskan perubahan undang-undang Negara yang dilakukan hanya beberapa jam sebelum pengangkatan Bashar Al Assad menjadi Presiden.
Setelah pengangkatannya Bashar Al Assad mengikuti langkah orang tuanya dengan tidak memberikan kebebasan berpendapat, berpolitik, dan berdemokrasi bagi rakyatnya. Selama pemerintahannya kolusi, nepotisme dan korupsi merajalela di berbagai instansi Negara. Penculikan dan penangkapan terhadap para pemikir, cendekiawan, wartawan, dosen, guru dan syaikh semakin menjadi-jadi.
Hal tersebutlah yang memaksa masyarakat Suriah turun ke jalan menuntut hak dan menyampaikan aspirasi mereka. Para pemuda turut andil pula, dan mereka harus menghadapi kekuatan senjata rezim al Assad, yang mengakibatkan tertumpahnya darah setiap hari di setiap sudut jalan kota-kota di Suriah .
PBB serta organisasi yang mengawasi masalah-masalah kemanusiaan yang berada di Eropa, Amerika dan negara-negara Arab, serta media massa, baik cetak maupun elektronik membenarkan dan memberikan bukti nyata atas apa yang terjadi di Suriah.
(ukasyah/arrahmah.com)