(Arrahmah.id) – Krisis Rusia Ukraina tak lebih pertarungan antara dua kubu yang sama-sama kafir. Rusia merasa terancam karena NATO tak berhenti ekspansi. Padahal NATO dibentuk dengan tujuan menghadang ekspansi Uni Sovyet yang berpaham Komunis. Sementara Uni Sovyet telah bubar sejak tahun 1991.
NATO adalah koalisi negara-negara yang berpaham Liberalisme Kapitalisme dengan AS sebagai kepalanya. Saat itu negara-negara Komunis membentuk tandingan NATO dengan nama Pakta Warsawa.
Setelah Uni Sovyet bubar, yang tersisa tinggal kepalanya yaitu Rusia. Ukraina yang sebelumnya bagian dari Uni Sovyet memerdekakan diri, bersama dengan negara-negara lain yang serupa. Tapi pelan-pelan Rusia bangkit, lalu membentuk negara federasi yang berusaha merangkul kembali negara-negara bekas pecahan Uni Sovyet.
Ukraina punya nilai strategis di mata Rusia. Ukraina berbatasan langsung dengan Rusia. Banyak senjata canggih yang dibangun di wilayah Ukraina pada zaman Uni Sovyet. Rusia ingin memastikan Ukraina tidak menjadi ancaman langsung keamanan Rusia.
Masalah menjadi pelik karena Ukraina berupaya untuk bergabung dengan NATO. Dan NATO merasa berhak untuk menerima negara manapun untuk bergabung. Padahal sebelumnya saat tembok Berlin runtuh, yang menandai runtuhnya blok Komunis, Rusia meminta syarat agar NATO tidak memperluas keanggotaannya. NATO setuju. Namun dengan berjalannya waktu, komitmen itu diabaikan oleh NATO.
Bagi Rusia, Ukraina adalah garis merah yang tak boleh dilanggar. Sebab jika Ukraina resmi bergabung dengan NATO, otomatis Ukraina bisa dijejali dengan senjata canggih yang rentan mengancam Rusia.
Rusia akhirnya mengambil sikap. Jika ia tak bergerak duluan untuk menaklukkan Ukraina, cepat atau lambat Ukraina akan diterima menjadi anggota NATO. Perlu diketahui, hingga invasi terjadi Ukraina belum secara resmi disahkan sebagai anggota NATO meski sudah lama memintanya. Jika saja Ukraina diterima menjadi anggota NATO, akan makin sulit bagi Putin untuk memastikan keamanan Rusia dari ancaman NATO. Sebab NATO berhak menumpuk pasukan dan senjata di Ukraina sebagai bentuk solidaritas sesama anggota.
Dengan demikian dapat disimpulkan, konflik yang terjadi adalah konflik antara Timur dan Barat, mengulang zaman dahulu blok Komunis melawan blok Kapitalis. Dua-duanya kafir. Tak ada hubungannya dengan kepentingan umat Islam.
Prediksi Eskalasi
Jika Ukraina mengibarkan bendera putih, dan berkomitmen untuk membatalkan negosiasi untuk menjadi anggota NATO, agaknya perang akan segera usai. Tapi jika Ukraina tetap bersikukuh dan merasa berhak menentukan sikap sendiri secara merdeka tanpa paksaan dari pihak lain untuk bernegosiasi menjadi anggota NATO, nampaknya perang akan berlanjut. Apalagi jika NATO ikut campur dan membela Ukraina. Perang akan memanjang, dan eskalasinya bisa meluas hingga Eropa Barat.
Jika perang berlanjut, seluruh daratan Eropa akan berdarah-darah. Baik Rusia maupun negara-negara Eropa seperti Perancis, Jerman dan Inggris akan sama-sama babak belur. Lagi-lagi AS mendapat keuntungan. Sebab secara geografis AS dipisahkan oleh samudera Atlantik dari lokasi perang.
Banyak yang memprediksi konflik ini akan memicu perang dunia ketiga. Bisa saja itu terjadi, jika Rusia atau sebaliknya negara NATO ada yang meluncurkan rudal nuklir yang meluluh-lantakkan apa saja. Pasti terjadi balas membalas. Pasti pula jutaan orang akan meregang nyawa. Kerusakan tiada tara akan terjadi.
Tapi prediksi itu dianggap prematur. Ukraina kemungkinan akan mengambil jalan realistis, yaitu bersedia mengikuti syarat Rusia. Jika skenario ini yang terjadi, konflik akan segera berakhir. Dengan demikian, eskalasi konflik sangat tergantung sikap Eropa dan NATO, apakah akan meladeni Rusia ataukah memilih jalan damai.
Sunnatullah Tadafu’
Peristiwa ini mengingatkan kita akan sebuah sunnatullah – hukum alam yang berlaku universal – yaitu sunnatullah tadafu’. Sesama manusia selalu terjadi persaingan untuk saling berlawanan dan menjatuhkan. Baik dalam bentuk narasi, persaingan ekonomi, intrik politik hingga puncaknya adu senjata.
Jika ada narasi A, pasti ada narasi B yang membatalkannya. Jika ada orang punya banyak kekayaan, akan muncul orang lain yang ingin merebut kekayaan itu. Jika ada yang berkuasa, pasti muncul pihak lain yang ingin merebut kekuasaan itu. Jika ada negara yang kuat senjatanya, akan ada negara lain yang ingin menandinginya. Hingga sampai pada puncaknya yaitu perang senjata untuk saling membunuh atau mengalahkan.
Sunnatullah ini berlaku universal. Bisa antara kafir melawan kafir. Bisa muslim lawan muslim. Bisa kafir lawan muslim. Dan apa yang terjadi dengan Rusia melawan Ukraina adalah bentuk sunnatullah tadafu’ antara kafir lawan kafir.
Allah berfirman tentang sunnatullah ini:
فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُدُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ [البقرة: 251]
“Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. (QS. Al-Baqarah: 251)
Ayat ini menjelaskan bahwa jika ada satu kelompok berkuasa secara absolut niscaya akan berbuat zalim dan merusak tanpa ada yang mencegahnya. Maka Allah tetapkan satu hukum universal, bahwa setiap kekuatan pasti ada pesaing yang akan menghentikan arogansinya. Adanya saling sanggah, saling counter, saling cegah, saling serang dan saling perang akan membuat bumi terhindar dari kerusakan. Baik kerusakan secara fisik, maupun kerusakan secara nilai.
Jalut seorang raja yang zalim, maka Allah hadirkan Thalut dan Daud yang menghentikan kezalimannya. Firaun raja yang sangat berkuasa di Mesir, arogan dan tentu saja zalim, maka Allah hadirkan Musa as bersama Bani Israil untuk menghentikannya.
Ayat ini memberi pesan halus, bahwa arogansi para penguasa apalagi dibalut dengan kekufuran, tak akan dihentikan sendiri oleh Allah dengan kekuatan-Nya langsung, tapi dengan menunggu tangan-tangan manusia untuk menghentikannya. Artinya, jika kaum kafir berkuasa dan menebar kezaliman, Allah menunggu tangan-tangan orang beriman untuk mencegahnya. Sebab SOP yang Allah kehendaki seperti itu, tidak dengan mencabut nyawa para penguasa zalim secara ajaib lalu semuanya berubah menjadi baik. Jika itu yang terjadi, tidak lagi relevan perintah amar makruf nahi munkar dan jihad fie sabilillah. Dan menjadi sia-sia Nabi saw mencontohkan jihad seperti perang Badar dan Uhud karena toh Allah akan membasmi kezaliman dan arogansi sendirian tanpa memakai wasilah tangan manusia.
Allah SWT berfirman:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ * الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلَا دَفْعُ [2] اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ [الحج: 39، 40]
39. Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, 40. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS. Al Hajj: 39-40)
Ayat ini menguatkan ayat sebelumnya. Jika saja tidak ada kelompok pengibar panji kebenaran, niscaya para penguasa yang mabuk dunia itu sudah menghancurkan rumah ibadah baik milik Yahudi, Nasrani maupun Islam. Sebab dendam mereka tidak berhenti menyasar pemeluk kebenarannya, bahkan sampai tenpat ibadah dan syiar-syiarnya.
Ayat ini lagi-lagi menegaskan bahwa tanpa tangan orang-orang beriman yang bersatu menghalau kebatilan, kekafiran dan kezaliman, Allah tak akan melakukan sendiri dengan kekuasaan-Nya. Sebuah pesan halus di balik sunnatullah yang berlaku universal ini.
Amerika sejak Uni Sovyet bubar, makin arogan dengan mengendalikan dunia sendirian seenak perutnya. Rusia yang pernah menjadi kepala Uni Sovyet dan berpotensi untuk menjadi kekuatan penyeimbang terus dilemahkan. Sekian lama Rusia sibuk mengatasi krisis internal. Sejak Putin naik ke tampuk kekuasaan, seluruh lawan politiknya disikat dengan keras. Putin berhasil menggenggam Rusia dengan kuat. Karenanya dia berhasil mengembalikan Rusia menjadi lebih digdaya. Maka dia percaya diri untuk mengambil momentum melumpuhkan Ukraina yang berarti melawan NATO, yang bermakna pula melawan AS, sebelum NATO duluan menghabisinya.
Fase Interregnum
Perang Dunia 2 melahirkan sistem tunggal yang mengendalikan dunia. Namanya PBB. Tidak ada negara yang sanggup melawan hegemoni PBB. Dan ruh PBB adalah Dewan Keamanan, dengan 5 negara memiliki hak veto. Dengan kata lain, dunia dikendalikan oleh 5 negara: AS, Inggris, Perancis, Rusia dan China.
Namun jika dirinci, penguasa riilnya adalah AS. Sebab AS mengendalikan keamanan dunia dengan cara menempatkan pangkalan militer di titik-titik strategis bumi. Tidak ada negara lain yang memiliki kompetensi seperti itu. Walhasil, sejatinya seluruh dunia digenggam oleh AS, termasuk 4 negara lain yang punya hak veto.
Tentu menjadi tantangan berat bagi AS untuk mempertahankan hegemoni itu dalam waktu lama. Biaya yang harus ditanggung sangat mahal. Karena itu, salah satu cara untuk menghasilkan uang secara sistemik adalah dengan memaksa seluruh dunia untuk memakai mata uang Dolar. Setiap konversi mata uang lokal menjadi Dolar, AS memetik keuntungan. Mirip dengan pedagang emas, yang selalu mendapat untung baik saat menjual emas atau membeli kembali dari konsumen.
Tapi tak ada yang abadi di dunia ini. Kekuasaan akan selalu Allah pergilirkan. Ada hari saat AS berkuasa, pasti ada masanya AS lengser dari kekuasaan dan diganti oleh yang lain. Ini merupakan sunnatullah lain yang bersifat universal, tak ada yang bisa lari dari sunnah kauniyah tersebut.
Allah SWT berfirman:
إِن يَمۡسَسۡكُمۡ قَرۡحٞ فَقَدۡ مَسَّ ٱلۡقَوۡمَ قَرۡحٞ مِّثۡلُهُۥۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيۡنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعۡلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَيَتَّخِذَ مِنكُمۡ شُهَدَآءَۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imran: 140)
Ayat ini memuat satu sunnatullah yang pasti berlaku pada kehidupan manusia. Yaitu sunnatullah pergiliran. Seperti roda kehidupan, ada kalanya di atas, ada saatnya di bawah. Demikian pula bangsa-bangsa, ada masanya berjaya, ada saatnya ditaklukkan bangsa lain. Tidak ada yang abadi pada satu posisi.
Banyak faktor yang membuat AS kian lama kian melemah. Secara ekonomi AS tak lagi superior, kini ditantang oleh Cina yang makin hari makin kuat secara ekonomi. Hutang AS menggunung. Ekonominya terkuras untuk perang berkali-kali, terakhir perang Afghanistan meski kini sudah lepas dari sana. Bibit-bibit perpecahan di internal AS juga sudah mulai muncul, terutama setelah Donald Trump berkuasa. Jika ini terus berlanjut, AS kehilangan kemampuan untuk menjaga hegemoni dunia.
Pada sisi lain blok Rusia, Cina dan teman-temannya berada pada grafik naik. Ekonomi Cina terus tumbuh. Politik stabil, karenanya solid untuk menatap masa depan. Jika tren ini terus berlanjut, dunia akan kembali memiliki dua kekuatan yang saling berhadapan. AS kian melemah, sementara Rusia dan Cina makin menguat. Pada posisi seimbang, pasti terjadi konflik keras antara dua blok ini untuk memperebutkan hegemoni dunia hingga satu blok kalah dan satunya lagi menang. Ketika sudah keluar pemenangnya, baru dunia akan kembali tenang. Inilah yang biasa disebut keseimbangan baru.
Masa-masa ketegangan menuju keseimbangan baru itu disebut interregnum. Dan rasanya krisis Ukraina bisa dianggap sebagai awal dari reli panjang periode interregnum. Menilik abad lalu, periode interregnum dimulai sejak perang Dunia 1 lalu berlanjut dengan perang Dunia 2 dan baru menemukan keseimbangan baru setelah tahun 1945, ketika AS keluar sebagai pemenang dan mengendalikan dunia menggeser imperium sebelumnya yaitu Inggris. Apakah periode interregnum saat ini yang dimulai sejak pandemi 2020 akan terus berlanjut dan baru akan tercapai keseimbangan baru pada 2045? Wallahu a’lam.
PBB dan Umat Islam
Umat Islam pada periode hegemoni tunggal AS (pasca runtuhnya Uni Sovyet) dijadikan sebagai musuh utama. AS menggunakan stigma teroris untuk menjinakkan umat Islam yang berani melawan AS. Bagi yang memuji AS akan diberi gelar muslim moderat alias anak baik.
Selain stigma, AS juga benar-benar menghajar umat Islam dengan senjata. Pertarungan yang terjadi sangat timpang. AS memiliki kekuatan adidaya, sementara umat Islam sangat lemah nyaris di seluruh sektor. Apalagi AS mendapat dukungan negara-negara kafir lain, maka AS bisa dengan leluasa membantai umat Islam dan menjadikannya sebagai wahana uji coba senjata baru.
Kini peta itu mulai berubah. AS sudah melepaskan umat Islam dari status musuh utama. AS akan serius menghadapi Cina dan Rusia. Kekuatan militer AS kini lebih difokuskan untuk menghadang kebangkitan Rusia dan Cina.
Jelas ini merupakan pertarungan gajah melawan gajah. Sama-sama pemegang hak veto. Bisa saja bila krisis ini berlanjut akan menjadi awal keruntuhan PBB. Atau PBB tetap ada tapi pemegang kendalinya berganti menjadi Cina atau Rusia. Atau PBB terbelah menjadi dua sebagaimana terbelahnya banyak organisasi atau partai atau ormas akibat konflik internal yang kerap terjadi di negara kita.
PBB merupakan alat kaum kafir dalam menggenggam hegemoni dunia. Hukum internasional dikendalikan oleh PBB dalam segala aspek. Jika tak diakui oleh PBB, legalitasnya hilang. Demikian pula negara yang tak diakui PBB atau dimusuhi PBB maka akan terkucil seperti berada di planet lain.
PBB sebagai lembaga tunggal pada tingkat global benar-benar seperti raja bumi. Menandingi Allah sebagai Raja Langit dan Bumi. Apa yang disebut legal (baca; haqq) oleh PBB akan menjadi legal. Dan apa yang dinyatakan ilegal (baca; batil), akan menjadi ilegal. Tak ada opini lain yang bisa dan berani menyangkal.
Nasib umat Islam Afghanistan saat ini menjadi contoh arogansi PBB wa bilkhusus arogansi AS sebagai dedengkot PBB. AS sudah angkat kaki dari Afghanistan tapi tidak ada satu negara pun yang berani mengakui kemerdekaan Afghanistan. Padahal Taliban sudah menguasai negara itu secara de facto, tak ada perang atau konflik yang bisa dijadikan alasan untuk tidak mengakui pemerintahan Taliban. Tentu di balik semua ini ada tangan PBB yang mengatur orkestrasi seluruh negara agar tidak mengakui kemerdekaan Afghanistan.
PBB mengucilkan Afghanistan karena negara itu bersikukuh menerapkan sistem politik dan hukum Islam. Sementara PBB hanya mengakui sistem politik dan hukum yang sekuler. Payung legalitas Taliban adalah legalitas dari Raja langit dan Bumi – Allah SWT. Tapi dinyatakan ilegal oleh raja bumi – PBB. Karena itu konflik antara AS, Inggris dan Perancis sebagai pemegang hak veto melawan Rusia dan Cina yang juga punya hak veto bisa menyebabkan PBB runtuh. Dan jika itu terjadi, merupakan berkah buat umat Islam Afghanistan sebab mereka bisa diakui secara diplomatik oleh negara-negara yang berkepentingan tanpa harus mempertimbangkan restu PBB. Juga berkah bagi umat Islam yang lain.
PBB merupakan sistem global yang menangkis hegemoni Allah sebagai Raja Langit dan Bumi. Kekuasaan politik Allah tidak bisa menembus area yang dipayungi PBB. Karena itu, keruntuhan PBB yang diawali dengan konflik sesama pemegang hak veto, merupakan sesuatu yang baik dalam perspektif Allah.
Sebetulnya bukan PBB nya yang menjadi pokok masalah. Sebagai sebuah organisasi, ia bersifat netral. Masalahnya terletak pada ideologi 5 negara yang menguasainya. Seandainya PBB dikendalikan oleh kekuatan Islam, PBB justru menjadi organisasi terbaik dalam melaksanakan mandat Allah. Menjadi subordinat kekuasaan Allah. Dengan begitu, Allah bukan hanya bergelar Raja Langit dan Bumi sebagai gelar kosong seperti saat ini, tapi memang Allah adalah Raja yang hakiki di langit dan bumi.
Inilah yang dinamakan Khilafah. Yaitu ketika bumi dikendalikan oleh kekuatan yang merupakan perpanjangan tangan kekuasaan Allah. Manusia diminta menempatkan dirinya sebagai khalifah, maksudnya menjadi perpanjangan tangan kekuasaan Allah. Sebagaimana istilah khalifah untuk Abu Bakar ra yang digelari khalifatu rasulillah (khalifahnya Rasulullah) yang bermakna melanjutkan kekuasaan yang diwariskan Rasulullah saw. Sistem politiknya hanya melanjutkan, bukan membuat baru yang berbeda.
Jadi istilah khalifatullah (khalifahnya Allah) maksudnya adalah orang yang memegang kekuasaan tapi kekuasaan itu ditempatkan sebagai perpanjangan tangan kekuasaan Allah. Sedangkan orang yang membuat sistem sendiri yang bertentangan dengan kekuasaan Allah, disebut menghalangi jalan Allah. Shaddun ‘an sabilillah. PBB saat ini merupakan penghalang jalan Allah, yang harus diganti nahkodanya agar berubah menjadi khalifatullah.
Jangan Ikut Berkonflik
Hal yang pasti, secara sunnatullah cepat atau lambat AS akan mendapat giliran untuk turun. Hanya saja kita tidak tahu apakah turunnya AS akan terjadi pada tahun-tahun interregnum ini ataukah AS masih bisa bangkit dan melumpuhkan lawan-lawannya?
Tak ada keuntungan apa-apa bagi umat Islam di balik krisis Ukraina. Kecuali harapan bahwa jika konflik ini meluas menjadi perang besar, masing-masing akan terkuras energi dan kekuatannya, baik ekonomi, politik maupun militer. Pada momen tersebut, menjadi kesempatan besar bagi umat Islam untuk menyelinap mengambil keuntungan. Sebab kondisi terlemah kaum kafir adalah saat mereka saling bertengkar sesama kafir. Apalagi yang bertengkar bukan negara kafir biasa, tapi dua kekuatan super power yang memegang hegemoni dunia.
Namun agaknya peluang itu belum tentu bisa dimanfaatkan umat Islam. Belum apa-apa sudah muncul suara sumbang, presiden Cechnya – Ramzan Kadirov – siap memperbantukan 12.000 tentaranya yang muslim kepada Rusia. Demikian pula sebaliknya, pihak Ukraina mengundang siapa saja untuk membantu – termasuk muslim – demi kemaslahatan Ukraina meski belum ada gelagat sambutan atas seruan tersebut.
Meski begitu kita perlu menahan diri untuk tidak menghakimi umat Islam yang terlibat dalam konflik, baik bersama Rusia maupun bersama AS, sebagai munafiq atau kafir. Benar bahwa keterlibatan itu bermasalah secara aqidah, yaitu melanggar prinsip wala’ karena memberikan wala’ kepada kaum kafir. Tapi masalahnya umat Islam belum memiliki kekuatan pengganti untuk dijadikan tambatan wala. Secara sunnatullah pihak lemah akan tunduk dan berwala kepada pihak yang kuat.
Ketika ada seorang muslim yang menghakimi bahwa presiden Cechnya dan tentaranya yang siap membela Putin sebagai munafiq juga tak terdengar oleh mereka. Ingat bahwa penetapan status kafir atau munafiq terhadap seseorang yang secara dhahir muslim harus mempertingangkan banyak hal. Kita mesti hati-hati, sebab kelak akan dimintai pertanggung-jawaban oleh Allah soal akurasi vonis kita.
Menyebut secara terbuka bahwa seseorang itu munafiq akan makin memperkeruh suasana. Kebencian dan permusuhan sesama muslim akan makin tajam. Kalaupun ingin menunjukkan bahwa perilaku berwala’ kepada kafir itu bisa menyebabkan kemunafikan sebagai bentuk peringatan buat yang lain, misalnya sebagai pelajaran buat muslim Indonesia, jangan berlanjut mengeluarkan vonis terhadap orangnya secara spesifik. Toh orangnya ada di tempat yang sangat jauh di sana. Bilang saja berwala’ kepada kafir itu berpotensi jatuh dalam kemunafikan. Tampilkan dalilnya. Cukup sampai di situ.
Rasulullah saw memberi contoh bagaimana menjaga keutuhan umat. Meski ada sosok munafiq, Nabi saw tidak mengeluarkan vonis di depan publik. Sebab vonis tidak menyelesaikan masalah, justru memantik masalah dan perpecahan.
Ketika kaum kafir berkonflik, jangan kita umat Islam justru tertular konflik itu terhadap sesama muslim. Kita harus fokus menjaga keutuhan umat, dalam rangka menuju puncak menjadi khalifatullah. Peluang akan tiba, jangan sia-siakan. Kesempatan kerap hanya datang sekali.
Wala’ dan Pakta Regional
Kerjasama keamanan antara muslim dengan tetangganya yang kafir bukanlah wala’ yang dilarang. Dalilnya, pakta keamanan antara Nabi saw dengan Yahudi. Ketika Nabi saw hijrah ke Madinah, komposisi penduduk Madinah beragam. Mayoritas muslim, tapi ada beberapa suku yang beragama Yahudi. Nabi saw sadar mendapat ancaman dari Quraisy. Karena itu, membuat pakta keamanan dengan Yahudi, yang disebut Piagam Madinah. Klausul penting dalam pakta itu, jika ada musuh dari luar Madinah bermaksud menyerang Madinah, maka seluruh penduduk Madinah, baik muslim maupun Yahudi, wajib bahu-membahu menghalaunya.
Dalam istilah modern, piagam seperti ini disebut pakta keamanan atau pertahanan. Misalnya, pakta keamanan sesama negara ASEAN. Atau NATO. Biasanya didasari oleh kepentingan regional dari ancaman pihak luar.
Andaikan Yahudi saat itu memegang komitmen untuk bahu-membahu dengan muslim, tentu akan muncul pemandangan muslim berada dalam satu barisan dengan Yahudi. Apalagi memang kekhawatiran itu terjadi. Quraisy bersama dengan koalisinya benar-benar datang mengepung Madinah. Hanya saja saat itu Yahudi memilih berkhianat, dan main mata dengan Quraisy.
Karena itu, keberadaan muslim satu barisan dengan kafir dalam melawan musuh dari luar, tidak serta merta dapat disimpulkan sebagai wala’. Syaratnya, keberadaannya itu bukan untuk membela ideologi si kafir, tapi semata menjaga teritorial bersama. Syarat yang lain, keberadaan muslim di situ bukan sebagai budak, tapi minimal berdiri sama tinggi dengan kafir, apalagi dalam posisi sebagai pemegang kendali akan lebih baik lagi.
Namun jika sudah dalam posisi sebagai budak, atau penjilat, atau sebagai boneka maka sudah masuk kategori wala’ yang dilarang. Bukan lagi mitra atau pakta.
Meski demikian, kita tak perlu menghujat atau memvonis. Tapi justru mencari cara terbaik untuk menasehati, memberi pemahaman yang benar, atau mencarikan jalan keluar agar tak lagi menjadi boneka. Jika kita tak mampu memberi solusi, mendoakan kebaikan mereka agar kembali loyal kepada Islam menjadi pihan yang lebih baik. Toh kalaupun dianyatakan salah oleh Allah, itu menjadi tanggung-jawabnya sendiri. Sementara atas hujatan dan vonis yang kita keluarkan, kita justru akan dimintai klarifikasi oleh Allah tentang akurasinya. Sedangkan kalau kita diam, hisab kita malah jadi lebih ringan.
Tunduk Kepada Pihak Kuat Belum Tentu Wala’
Secara sunnatullah, pihak lemah pasti terpaksa tunduk kepada pihak kuat. Baik dalam konteks individu maupun negara. Jika negara kita bernasib lemah, mau tidak mau pasti tunduk kepada negara kuat. Pasti ada hal yang tidak bisa kita lakukan dengan merdeka sebagai akibat ketundukan itu.
Pada zaman keemasan Islam, negara kafir terpaksa membayar jizyah sebagai konsekwensi ketundukan. Mereka juga tidak bisa leluasa menghina Islam atau menampakkan syiar kekafiran sesuka hati. Ada garis-garis haluan yang harus dipatuhi.
Demikian pula sebaliknya. Saat umat Islam kalah, mereka juga terpaksa tunduk terhadap aturan negara kuat, baik tertulis maupun tidak tertulis. Umat Islam terpaksa tidak bisa melaksankan hukum pidana Islam, karena dilarang oleh pihak yang kuat.
Karena itu, ketundukan penguasa muslim kepada negara lain yang lebih kuat, yang memegang hegemoni, jangan lantas disimpulkan sebagai wala’. Jika sang penguasa hanya melakukan sesuai seharusnya, tak menjual agama atau menjual muslim demi mencari ridha pihak yang kuat, maka praktek ketundukan itu tidak masuk kategori wala’. Tapi jika sudah masuk kategori menjilat dan lebay demi mendapat pujian dan dukungan politik dari kaum kafir yang lebih kuat demi menyingkirkan lawan pilitiknya yang muslim, maka bisa dianggap sebagai wala’ yang dilarang.
Intinya, kita mesti hati-hati, menjaga lisan, menjaga tulisan dan sikap kita agar tidak memperkeruh suasana dan melahirkan perpecahan sesama muslim. Sebab, tanpa persatuan umat Islam tak akan bisa meraih kemajuan apapun. Dan akan selalu bisa dikalahkan oleh kaum kafir.
Semoga krisis Ukraina menjadi kerugian kaum kafir, dan menjadi barakah bagi umat Islam. Amin.
والله أعلم بالصواب
@elhakimi – 05032022
(*/arrahmah.id)