GAZA (Arrahmah.com) – Warga tertua Gaza, Um Saleh Hamud telah meninggal dunia dan dimakamkan pada Senin (13/10/2014) di sebuah makam yang telah dipersiapkan untuknya sejak lebih dari 20 tahun yang lalu, Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.
Wanita yang meninggal pada usia 128 tahun ini lahir pada tahun 1886, menurut keluarganya, dan memiliki lima putra dan empat putri, lapor MEMO.
Cucunya Muhammad Hamud (30) mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa ayah Um Saleh adalah seorang prajurit di Angkatan Darat Ottoman.
Dia menambahkan: “Ayah Hamud bergabung dengan tentara Ottoman Turki, dan menghabiskan lebih dari 35 tahun di dalamnya.”
Sampai kematiannya, Um Saleh terus mengenakan anting-anting yang berumur lebih dari 100 tahun, terbuat dari emas murni Turki, yang dibawakan ayahnya sebagai hadiah pernikahan untuknya.
Sejumlah organisasi Turki yang bekerja di Jalur Gaza telah mendekati Um Saleh untuk membeli anting-antingnya, yang dianggap antik, untuk meletakkannya di sebuah museum “arkeologi” di Turki.
Dia juga menyimpan penggilingan tepung yang keluarganya gunakan untuk menggiling biji gandum dan kopi, ungkap cucunya.
“Kakek buyut saya membawa gilingan ini dari Turki, 95 tahun yang lalu, dalam salah satu kunjungannya untuk menjumpai keluarga di Palestina, istirahat dari [tugas] angkatan darat,” Muhammad menjelaskan.
Dia mengatakan bahwa neneknya terus menggunakan gilingan itu dalam beberapa periode terakhir.
Muhammad mengatakan neneknya telah menyelesaikan ibadah haji empat kali dalam hidupnya, dan mengatakan dia bekerja selama lebih dari 30 tahun sebagai bidan.
Berikut ini adalah transkrip wawancara yang sempat dilakukan oleh penyiar TV Al-Mayadeen Lebanon dengan Um Saleh Hamud.
Pembaca berita: Salah satu kisah paling unik dari Gaza adalah ada sebuah rumah yang telah berdiri di Jalur Gaza selama lebih dari 100 tahun. Di dalamnya tinggal Um Saleh Hamud yang berusia lebih dari 115 tahun, sebagaimana yang ia katakan.
Reporter: Di antara dinding-dinding ini sejumlah warga tinggal, kami memasukinya.
Rumah bersejarah di Jabalia, Gaza. Di dalamnya terdapat seorang wanita tua, berusia 115 tahun. Ia tinggal di rumah ini dengan anaknya Saleh yang berusia sekitar 80 tahunan. Ia ingat segala sesuatu tentang hidupnya seolah-olah itu film yang berputar cepat.
Dengan riang ia menyanyikan lagu-lagu nasional yang telah ia nyanyikan selama puluhan tahun. Ia tetap di tempat tidur, tidak bisa bergerak, terlepas dari fakta bahwa ia tidak menderita penyakit apapun.
Ia telah menyimpan beberapa peninggalan dari masa lalu termasuk penggilingan tepung.
Ia hidup melewati masa pemerintahan Ottoman di Palestina, dan melihat Inggris mengambil kontrol Mandat Palestina dan keberangkatan mereka, lalu terjadilah pendudukan “Israel”. Ia adalah saksi terbesar dari sejarah Palestina.
Saleh: Selama Kekaisaran Ottoman ia buta huruf, dan kemudian ketika Inggris datang ia mulai bisa membaca. Kehidupan yang dijalaninya sederhana. Tidak materialistis.
Reporter: Lebih dari 10 tahun yang lalu, Um Saleh menderita sakit; keluarganya mengira ia sekarat, sehingga mereka menggali kuburnya dalam persiapan [pemakamannya]. Semua orang yang membantu menggali kubur itu kini telah meninggal, sementara ia masih hidup dan bermain bersama dengan cucu-cucu dan cicit-cicitnya.
Sejarah diabadikan oleh kehidupan orang-orang yang telah mengalaminya. Palestina dan ceritanya terwujud dalam sosok orang-orang seperti Um Saleh yang menjaga kenangan hingga usia tua mereka.
(banan/arrahmah.com)