JAKARTA (Arrahmah.com) – Aktifis Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla akhirnya mengakui kesalahannya yang menyebut dalam kicauan kontroversialnya bahwa hukum Islam merugikan perempuan dalam kasus pemerkosaan setelah Salim A Fillah, seorang ustadz, meluruskan kicauannya itu.
Seperti diberitakan, pada Selasa 15 Januari 2013 lalu, salah satu pimpinan Partai Demokrat ini, membuat sebuah statemen kacau tentang Islam dan pemerkosaan.
Pada akun twitternya, Ulil berkicau “Terus terang, hukum Islam ‘gagap’ menghadapi fenomena pemerkosaan ini. Akibatnya, yang jadi korban perempuan.”
Ulil juga menyatakan bahwa tidak ada pembedaan antara perkosaan dan perzinahan, menjadi salah satu problem serius dalam hukum Islam.
“Tak adanya pembedaan antara pemerkosaan dan perzinahan itu memang salah satu problem serius dalam hukum Islam,” kicau @ulil lagi.
“Bagi para aktivis perempuan di berbagai negeri Muslim, dalam kasus pemerkosaan, hukum Islam merugikan perempuan. Kebanyakan penolakan aktivis perempuan di berbagai negara terhadap penerapan hukum syariat, antara lain, ya soal pemerkosaan itu,” celoteh @ulil.
Setelah tweet ‘gagap’ itu menyebar, banyak pihak yang terpanggil untuk mengklarifikasi pernyataan pentolan JIL tersebut. Hal ini tidak berlebihan, mengingat twitterland memungkinkan sebuah pendapat bisa diakses oleh siapa saja. Jika dibiarkan bisa jadi akan membuat banyak orang salah paham terhadap tata hukum Islam.
Salah seorang yang ikut merespon tweet Ulil adalah Ustadz Salim A Fillah. Dengan gaya bahasanya yang khas, sopan lagi halus, Ustadz Salim mengkounter pandangan Ulil tersebut. Berikut penjelasan Ustadz Salim A Fillah terkait pernyataan Ulil:
“Semoga Gus @ulil yang ‘alim atas perkara ini berkenan memeriksa; perkosaan di masa ‘Umar terjadi karena seorang pemuda menyamar jadi wanita.”
Seorang wanita tua menitipkan anak berpakaian perempuan pada si calon korban; yang meski tak berjenggot ternyata lelaki baligh adanya. @ulil
Jadi kesimpulan kami yang bodoh & kurang teliti ini; 1) Perkosaan itu kasus langka; tapi ada pembahasan & penyelesaiannya dalam atsar. @ulil
Simpulan 2) Ia langka terjadi pada masa Rasul & Khulafaur Rasyidin sebab keterjagaan Jilbab & Hijab yang tertata sekaligus membudaya. @ulil
Simpulan 3) Maka demikianlah sifat asal Syari’ah yang indah; menjaga sebelum terjadi, mencegah agar tak perlu ada, & menutup celahnya. @ulil
Simpulan 4; maka dengan asas itu jua had aneka pelanggaran ditetapkan berat dengan syarat rumit; sebab tujuan aslinya bukan menghukum. @ulil
Simpulan 5; Qur’an hadir mendidik jiwa dengan pemahaman sempurna akan kecenderungan & sifatnya; maka ‘delik akuan’ lebih sering muncul. @ulil
Simpulan 6; di masa ‘Umar, perkosaan itu bukan di jalanan, melainkan penyusup di rumah; menunjukkan penjagaan hijab sangkil & mangkus. @ulil
Simpulan 7; maka dalam iman kami yang sering compang-camping oleh maksiat diri; tetap ada keyakinan, aturan-Nya menjaga & memberkahi… @ulil
Demikian; tertatih oleh sempit wawasan & dangkalnya pemahaman; kami berlancang hati menanggapi Gus @ulil; moga membuka pintu ilmu tuk kami…
Shahih Gus @ulil; kita mendapati hal ini dalam banyak aqwal para ‘Ulama. Ibn ‘Abdil Barr dalam Al Istidzkar misalnya menulis.
“Para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan tindak perkosaan berhak mendapatkan hukuman had jika terdapat bukti atau pelaku mengakuinya.”
Tapi beliau menambah, “Jika TIDAK, tertuduh pelaku berhak mendapatkan HUKUMAN DALAM BENTUK LAIN.” @ulil
Syaikh @almonajjid mensyarah hal ini, “Jika tak terdapat bukti yang menyebabkan dia berhak mendapat hukuman had; karena dia tak mengakui atau tak ada 4 saksi atau penunjuk yang dikuatkan ahli (misal tes DNA sperma pelaku di tubuh korban), maka diselenggarakan pengadilan Ta’zir tuk menjatuhkan hukuman yang menjerakan bagi tertuduh maupun calon pelaku lain.” @ulil
Keterangan ini; dengan memasukkan unsur bukti penunjuk teknologi & ahli; sebagaimana dalam hal lain, Fiqh menerima sains. @ulil @wartanu
Berlapis pula jeratannya dengan; andai lolos dari pembuktian pun, si pelaku masuk pengadilan Ta’zir untuk HUKUMAN LAIN. @ulil @wartanu
Imam Al Baji dalam Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa menguatkan Madzhab Maliki, Syafi’i & Hambali tentang denda setara mahar. @ulil @wartanu
Dan tambahan catatan; perkosaan dengan ancaman senjata masuk ke jinayah berganda; had zina & hukuman perampokan berat. @ulil @wartanu
@elmonajjid mengacu (QS 5: 33) menegaskan hukuman tambahan itu; salib, bunuh, potong tangan-kaki menyilang & pembuangan. @ulil @wartanu
Demikian kami nan faqir ilmu ini memberanikan diri menanggapi; selalu berharap bertambah pemahaman dari penjelasan Gus @ulil @wartanu.
Setelah memperoleh pandangan dari Ustadz Salim, akhirnya Ulil pun mengakui kesalahannya, dengan menyatakan, “Saya keliru mengatakan bhw dlm fikih klasik sama sekali tak dibahas soal pemerkosaan. Pembahasan mengenai itu ada.”
Alhamdulillah, Allah SWT membukakan mata-hati Ulil. Mungkin tweet-tweet Ulil yang lalu juga akan segera diralat jika ada orang alim yang mau meluruskan. Sebagai misal Ulil pernah berkicau bahwa “Kelompok Tarbiyah” telah mempraktikkan Islam secara over dosis.
Tulisan Ulil banyak dibaca orang, mengingat followernya juga banyak. Umat berharap kepada para Ustadz yang oleh Allah dikaruniai keluasan ilmu, untuk ikut mengimbangi kicauan JIL dan aktivis liberal lainnya.
Dengan mengakui kesalahannya, hingga dua kali, ini menjadi terbukti, bahwa Ulil sering berbicara tanpa diawali dasar yang kuat. Perlu diluruskan. (bilal/undergroundtauhid/arrahmah.com)