PADANG (Arrahmah.com) – Sejumlah ulama di Sumbar berencana membentuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) “tandingan” di Indonesia yang diberi nama MUI Putih. Pembentukan MUI Putih berangkat dari inisiatif 21 orang ulama di Indonesia yang tergabung dalam Serumpun Melayu. Tiga orang di antaranya berasal dari Sumbar Irfianda Abidin, Umar Al Faruq dan Amri Mansyur.
Menurut Irfianda, MUI Putih dibentuk atas kekhawatiran sebagian ulama pada kondisi kebangsaan saat ini yang banyak dirundung masalah, serta sikap MUI yang dinilai tidak tegas menghadapi masalah akidah. Seperti menyangkut keberadaan ajaran Ahmadiyah, terorisme, dan permasalahan lainnya.
Pada dasarnya ada beberapa hal yang melatarbelakangi kelahiran MUI Putih, pertama melihat kondisi umat yang terombang-ambing dengan ketidakpastian dalam masalah akidah. Kedua, semakin kentalnya campur tangan asing terhadap negara Indonesia.
Ketiga, banyaknya kasus-kasus yang memperlihatkan semakin berkembangnya faham sekularisme, pluralisme, dan liberalisme di Indonesia. Keempat, banyak pengurus MUI Sumbar sekarang yang bermasalah.
“Kami jalan dengan program sendiri, dan MUI jalan juga dengan programnya yang ada,” kata Irfianda didampingi inisiator lainnya, Umar Al Faruq dan Amri Mansyur.
Irfianda juga mengatakan, harusnya pemerintah meminta masukan kepada ulama, bukan menjadikan ulama tunduk pada pemerintah. MUI saat ini belum bisa diandalkan sepenuhnya menyelesaikan permasalahan. Sudah puluhan tahun, namun masalah itu masih menjadi bias dan membingungkan, terutama bagi umat Islam.
Saat ini umat Islam banyak mendapatkan gempuran dari orang Yahudi melalui paham-paham pluralisme, sekularisme dan liberalisme yang mereka sebarkan. Dalam Fatwa MUI dijelaskan, ketiga paham tersebut haram. Namun dalam pelaksanaannya, masih saja belum seperti yang telah difatwakan.
Sementara itu, Guru Besar IAIN Imam Bonjol Padang, Asasriwarni menilai, pembentukan organisasi baru sah-sah saja. Hanya saja, jangan mempergunakan nama yang sudah ada, apalagi nama MUI. Dengan memakai nama MUI Putih, seolah memberikan tandingan baru bagi MUI yang sah saat ini. Ini akan menimbulkan kebingunan di tengah umat Islam.
“Jika ada MUI Putih, seolah-olah MUI selama ini hitam. Tentu persepsi ini yang akan timbul ditengah masyarakat. Yang ada saat ini saja dibenahi. Dimana kekurangannya di back up sama-sama,” ujar Asas. Mantan Pembantu Rektor III IAIN Imam Bojol itu menilai, hal itu terjadi, kemungkinan ada aspirasi dari sebagian ulama yang ingin membentuk MUI Putih itu yang tidak bisa diterima MUI.
Rencananya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Putih akan menggelar diskusi panel di Padang, Kamis (12/5/2011), untuk menjelaskan latar belakang pendirian lembaga tersebut.
“Banyak respons positif dari masyarakat yang mendukung keberadaan MUI Putih. Dengan alasan itulah, kami menggelar diskusi panel,” kata salah seorang pendiri, H.Irfianda Abidin, Senin (9/5), Seperti dilansir laman Menkokesra.
Ketua Penegakkan Syariah Islam (KPSI) Sumbar itu berharap dengan digelarnya diskusi panel, umat akan semakin memahami bahwa MUI Putih memang diperlukan.
Diskusi panel akan menghadirkan para peserta yang sangat terbatas, yakni sebanyak 20 peserta yang terdiri dari unsur MUI, Kementerian Agama, Pemprov Sumbar, Muhammadiyah, dan dari Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau.
Lembaga MUI Putih muncul ke permukaan pada akhir April 2011, dicetuskan oleh sejumlah tokoh dari ormas Islam di Sumbar yang akan dideklarasikan paling lambat 15 Mei 2011. (rasularasy/arrahmah.com)