(Arrahmah.com) – Polemik Deklarasi Khilafah Islamiyah oleh Syaikh Abu Muhammad Al-Adnani, 1 Ramadhan 1435, terus bergulir. Ada pro dan kontra. Salah satunya ialah ulama yang beberapa karya tulisnya diterbitkan dalam bahasa Indonesia, Syaikh Husain bin Mahmud. Ulama Mimbar Tauhid dan Jihad yang pernah menyurati Syaikh Al-Baghdadi ini melihat ada yang tertinggal dalam deklarasi tersebut.
Bahasa Syaikh Al-Adnani dalam menjelaskan khilafah dinilai sangat bagus, namun ketika sampai pada pengumuman khilafah, ada beberapa hal ditinggalkan. Syaikh melihat pendekatan dan bahasa yang dipakai tidak tepat.
Berikut ini ulasan beliau secara lengkap, mulai dari proses pengangkatan khilafah yang benar menurut syariat Islam, penerapannya pada Deklarasi Khilafah, apa yang kurang, dan bagaimana memperbaikinya:
بسم الله الرحمن الرحيم
مسألة الخلافة
PERMASALAHAN KHILAFAH
Ditulis oleh :
SYAIKH HUSEIN BIN MAHMUD
Ulama Senior Minbar Tauhid wal Jihad
Segala puji bagi Allah, Yang Mahakuasa atas seluruh hamba-Nya. Shalawat dan salam atas Nabi yang diutus di akhir zaman dengan pedang untuk memerangi manusia sampai mereka memurnikan ibadah hanya kepada Allah, atau mereka akan menjadi hina dan rendah karena menyelisihi urusan-Nya. Amma ba’du!
Banyak hadits shahih dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang menyebutkan bahwa khilafah akan tegak kembali pada akhir zaman. Yaitu muncul setelah melewati masa pemimpin yang bengis dan kejam. Beliau tidak memberi kabar kepada kita tentang bagaimana cara menegakkan khilafah ini kembali. Beliau hanya bersabda bahwa akan kembali tegak “khilafah ‘ala minhaji nubuwwah“. Lalu kapan khilafah ini akan tegak sesuai dengan sifat tersebut? Bagaimana sistem pemerintah bengis ini akan berpindah menjadi manhaj nabawi?
Tidak ada satu pun hadits yang menyebutkan bagaimana periode tersebut akan tercapai. Hanya saja Nabi memberi kabar kepada kita bahwa khalifah yang terakhir itu adalah Muhammad bin Abdullah Al-Mahdi Al-Husaini Al-Quraisyi. Pada masa beliau akan turun Al-Masih Isa bin Maryam alaihissalam di Menara Putih (Damaskus).
Jadi, riwayat tersebut menunjukkan bahwa Syam akan berada di bawah hukum Islam, kecuali Palestina karena dia akan menjadi tempat orang Yahudi yang akan memerangi tentara Islam. Sedangkan di Yaman dan Jazirah Arab akan ada sekelompok mujahidin dan orang-orang yang terpilih dari kaum muslimin yang akan berbai’at kepada Al-Mahdi di depan Ka’bah. Kemudian akan terjadi perang Malhamah Kubra dengan bangsa Romawi (kemungkinan orang-orang barat sekarang) yang akan datang dengan kekuatan militer mereka untuk memerangi umat Islam yang menghina mereka.
Riwayat ini menunjukkan bahwa tahun penangkaran akan kembali dalam satu dekade terakhir, dan bangsa Salib Barat akan memusuhi Islam sampai akhir zaman nanti. Sementara khilafah akan tegak kembali beberapa waktu sebelum turunnya Al-Mahdi.
Jadi, khilafah pasti akan tegak kembali. Silahkan! Mau mengharap atau tidak. Namun yang menjadi pertanyaan apakah khilafah yang dimaksud itu sudah terjadi, yaitu masa khilafah ‘ala minhaj nubuwah (masa khulafurrasyidin) atau akan kembali pada akhir zaman nanti atau di antara kedua masa tersebut?
Saya tidak mengetahui nash yang menjelaskan secara spesifik perkara ini, karena hal tersebut adalah perkara gaib. Akan tetapi yang kita ketahui adalah masa nubuwah sudah berlalu bersama para sahabatnya yang mulia. Masa khilafah pertama yang sesuai dengan manhaj nabi sudah tegak pada masa empat khulafauurasyidin (sebagian ulama memasukkan juga masanya khilafah.
Hasan bin Ali r.a seluruh khilafah ini tegak berdasarkan bai’at yang syar’i. Berikut ini beberapa perinciannya:
Ketika Rasulullah SAW wafat, beliau tidak menunjuk salah seorang pun untuk menjadi khalifah. Namun beliau hanya memberi beberapa isyarat yang mengarah kepada sahabat Abu Bakar As-Shiddiq. Ketika sahabat Anshar berkumpul di Saqifah, Abu Bakar As-Shiddiq, Umar Al-Faruq dan kepercayaan ummat ini (Abu Ubaidah bin Jarrah) datang menemui mereka dan setelah terjadi perdebatan sejenak, mereka pun menunjukkan Abu Bakar dan berbai’at kepadanya.
Kemudian diikuti oleh tokoh para sahabat dan Ahlul Halliy wal ‘Aqdi. Sehingga dengan demikian Abu Bakar pun menjadi khalifah kaum muslimin. Nah, ketika Abu Bakar merasa usianya sudah mendekati ajal, beliau pun bermusyawarah dengan tokoh para sahabatnya tentang ishtikhlaf Umar. Mayoritas di antara mereka setuju dengan pengangkatan Umar, meskipun ada beberapa yang menolak (dengan alasan Umar berwatak keras).
Abu Bakar pun terus mengadakan musyawarah sampai semuanya setuju. Setelah itu, beliau pun berkhutbah di depan penduduk Madinah dan meminta kesepakatan kepada mereka. Akhirnya mereka pun sepakat atas pilihannya. Dengan demikian Umar menjadi khalifah setelah dibai’at dan disetujui oleh Ahlul Halli wal ‘Aqdi.
Setelah Umar r.a ditikam, beliau meninggalkan perkara tersebut kepada enam orang Ahlus Syura, mereka adalah para sahabat yang dijamin masuk surga dan termasuk tokoh sahabat yang disetujui oleh manusia. Namun, enam orang tersebut menyerahkan urusan kepada Abdurrahman bin Auf untuk menetukan pilihan antara Ali dan Utsman. Mendapat amanah seperti itu, Abdurrahman pun bermusyawarah dengan seluruh para sahabat baik sahabat senior maupun yang junior.
Setelah dimintai pendapatnya, mayoritas para sahabat menentukan pilihannya kepada Utsman. Akhirnya, Abdurrahman pun berbai’at kepada Utsman dan diikuti oleh penduduk Madinah. Utsman baru menjadi imam yang syar’i setelah bai’atnya disetujui oleh Ahlul Halli wal’Aqdi.
Kemudian (singkat cerita) Utsman pun dibunuh. Orang-orang menunjuk beberapa tokoh sahabat untuk dijadikan khalifah, namun mereka semua menolaknya. Kemudian mereka bersikeras untuk mengangkat Ali, beliau pun setuju dengan syarat seluruh masyarakat berbai’at kepadanya secara terang-terangan di masjid, akhirnya masyarakat pun berbai’at kepadanya. Setelah itu beliau menulis surat kepada para gubernur untuk mengambil bai’at dari mereka. Semuanya berbai’at kecuali penduduk Syam. Dengan demikian Ali pun menjadi khalifah yang syar’i setelah dibai’at oleh Ahlul Halli wal ‘Aqdi dan diikuti oleh mayoritas penduduk Madinah.
Perlu diketahui, sebenarnya penduduk Syam bukan tidak setuju atas pengangkatan Ali sebagai khalifah—sebagaimana keyakinan sebagian orang—namun mereka hanya lebih mengutamakan penyerahan para pembunuh Utsman untuk diqishash.
Sementara khulafaurrasyidin yang kelima, yaitu “Umar bin Abdul Aziz”—semoga Allah meridhainya dengan mengembalikan kepemimpinan kepadanya secara istikhlaf—beliau melepaskan jabatannya dan menyerahkan urusan tersebut kepada kaum muslimin untuk diputuskan secara musyawarah. Kemudian beliau pun dibai’at oleh Ahlul Halli wal ‘Aqdi.
Dengan demikian beliau sah menjadi khalifah yang syar’i, atau bahkan khulafaurrasyidin yang memperbarui sistem kekhalifahan kepada manhaj nubuwwah.
Demikianlah cerita singkat tentang proses bai’at pada masa khalifah ‘ala minhajin nubuwah. Tidak ada satupun diantara mereka yang mengambil bai’at melalui cara pemaksaan dengan pedang. Semuanya terjadi dengan keridhaan ahlul halli wal ‘aqdi dan mayoritas kaum muslimin.
Mungkin pertama kali yang menegakkan khilafah dengan cara kudeta adalah Abdul Malik bin Marwan yang memerangi saingannya (Ibnu Zubair) dan membunuhnya di Mekkah. Para ulama telah berfatwa bolehnya hukum al-mutaghallib (bai’at kepada pemimpin yang menang dalam kudeta) agar tidak terjadi pertumpahan darah. Sebenarnya ini bukan hukum asal dalam pengangkatan khalifah. Tetapi ia adalah ijtihad dalam kondisi darurat yang menimpa pada umat. Kalau tidak demikian maka proses pengangkatan khalifah tetap kembali kepada hukum asalnya, yaitu dipilih oleh Ahlul Halli wal ‘Aqdi.
Adalah Yazid bin Abi Sufyan, ketika dia dibai’at sebagai khalifah ia mengutus kepada gubernur Madinah untuk mengambil bai’at Ibnu Zubair dan Husain RA dengan harga apapun. Karena dia mengetahui bahwa pemerintahannya tidak sah kecuali setelah dibai’at oleh orang-orang seperti mereka yang diikuti oleh Ahlul Halli wal ‘Aqdi. Ini adalah bentuk penghormatan Yazid kepada para sahabat, tabi’in dan para pengikut mereka. Karena kalau tidak dia akan mencukupkan diri dengan bai’at orang-orang yang di sekelilinginya saja. Terlebih dia juga memiliki kekuasaan dan kekuatan, dan ini baru dua orang saja di antara kaum muslimin.
Sesungguhnya proses pengembalian khilafah ‘ala minhaji nubuwwah tidak terlaksana kecuali mengikuti sebagaimana yang dilakukan pada masa khilafah periode pertama. Karena tidak akan menjadi baik urusan ummat yang terakhir ini kecuali dengan proses yang telah menyebabkan generasi awal menjadi baik. Maka pengangkatan imam pun harus kembali kepada persetujuan Ahlul Halli wal ‘Aqdi di antara umat ini. Sehingga dengan seperti itu akan menjadi khalifah yang syar’i.
Kami telah menyebutkan dalam setiap kesempatan bahwa para Ahlul Halli Wal ‘Aqdi zaman ini adalah para ulama rabbani dan para pemimpin mujahidin di Khurasan, Kaukasus, Jazirah Arab, Maroko, Somalia dan negara-negara lain yang melakukan perperangan di bawah bendera Islam yang jelas. Jika mereka telah berbai’at maka bai’atnya telah sah dan wajib diikuti oleh seluruh kaum muslimin karena pada saat itu tidak ada tempat untuk berijtihad atau bahkan membantah.
Sebagian orang meminta untuk menjelaskan sikap saya tentang deklarasi “Daulah Islamiyah” sebagai khalifah dan tentang bai’at (Syaikh) Al-Baghdadi hafidzahullah, apakah proses tersebut dibenarkan secara syar’i,dan apakah wajib berbai’at kepadanya?
Karena ini adalah permasalahan besar dan paling riskan, maka harus mendapatkan penjelasan yang terang dan jelas sehingga tidak tersisa sedikit pun keraguan. Maka saya menyatakan dengan meminta pertolongan kepada Allah.
PERTAMA, saya bukan seorang syaikhul Islam dan muftinya umat. Namun saya hanyalah bagian dari kaum muslimin yang berijtihad dengan akal dan ilmu saya yang seadanya. Jika ada yang benar maka itu dari Allah dan jika salah maka itu dari pribadi saya dan dari syaithan. Dan agama terlepas dari segala kesalahan.
KEDUA, pendapatku dan ijtihadku yang terbatas ini tidak mesti harus diikuti. Namun ia hanyanya sebatas apa yang saya yakini dari agama Allah, dan saya ridha dengan hal itu. Dan janganlah seseorang mengatakan ini adalah pendapat yang paling syar’i, namu itu hanya pendapat dan ijtihadku yang terbatas dimana bisa jadi salah atau bisa juga benar.
KETIGA, pendapatku dalam urusan bai’at adalah sebagaimana yang dipahami oleh Abdullah bin Umar r.a ketika beliau berkata, “Sesungguhnya saya hanyalah bagian dari kaum muslimin. Saya berbai’at jika mereka semuanya telah berbai’at.” Atau dengan lafadh yang semakna. Dengan itu: Jika ahlul halli wal ‘aqdi telah berbai’at yaitu orang yang saya sebutkan d iatas maka saya akan mengikuti mereka (Daulah Islamiyah) dan ahlul halli wal’ aqdi umat ini.
Saya berpendapat bahwa bai’at (Al-Baghdadi) tidak termasuk bai’at yang syar’i kecuali setelah dibai’at oleh Ahlul Halli wal ‘Aqdi umat ini atau oleh mayoritas mereka. Inilah yang saya yakini dalam agama ini setelah mengkaji berbagai macam nash dan pendapat para ulama. Dan ijtihad saya itu bisa jadi benar dan bisa jadi juga salah.
KEEMPAT, bukan berarti bahwa kami tidak mengharapkan Allah menolong dan memuliakan Daulah Islamiyah, bahkan kami bersama daulah dalam memerangi musuh-musuh Islam dari pihak Rafidhah, munafik dan murtadin, memegang erat dan menyerukan kepada segenap rakyat Irak untuk bersatu padu dalam berperang melawan musuh di bawah satu bendera, yaitu bendera yang paling kuat, paling jelas dan yang paling aman di Irak saat ini. Mereka telah memberikan kita nasihat, perwalian dan pertolongan. Dan bahkan kepada mereka yang belum mengakui sahnya seruan kekhalifahan, mereka meminta untuk berperang di bawah satu bendera melawan dan menghancurkan musuh.
Itulah daulah yang telah berdiri dan tentara muslim walaupun sebagian belum menganggap sebagai khilafah.
KELIMA, berdasarkan kabar yang sampai kepada kita tentang Syaikh Al-Baghdadi, membuat kita percaya dan yakin bahwa beliau adalah orang yang ahli dalam memegang amanah ini, dan tidak tergesa-gesa dalam suatu urusan. Kita tidak mengetahui ada orang yang melebihi kapabilitas dirinya saat ini. Ia adalah mujahid, rela berkorban, mempunyai ilmu, kekuatan, kejujuran dan nasab.
Tetapi yang kami kritisi adalah karena mereka tidak melakukan musyawarah dengan saudara-saudara mereka dalam perkara ini, meskipun ini dilakukan untuk kebaikan kaum muslimin dan untuk menyatukan kalimat. Allah berfirman, “Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya.” (Al-Baqarah: 189)
KEENAM, kami berlepas dari tindakan Daulah, dalam hal membunuhi kaum muslimin dan berlebih-lebihan dalam masalah takfir. Kami menyeru kepada daulah yang berusaha menyatukan kalimat dan belum bersatu serta belum berkomunikasi dengan kelompok militan di Syam, melakukan amal yang besar dan mencapai puncaknya melampaui batas kekhalifahan dan berperang dalam satu barisan melawan Nushairiyah dan musuh-musuh Islam. Seperti seruan Syaikh Al-Baghdadi hafidzahullah kepada para tentaranya untuk tidak terjun ke dalam permasalahan takfir, dan tidak menentang orang-orang yang lebih dahulu berkecimpung dalam jihad dan para ulama.
KETUJUH, saya menekankan kepada para pemimpin jihad di Khurasan, Irak dan wilayah lainnya untuk senantiasa bertakwa kepada Allah dan tidak memecah belah kaum muslimin, dan mereka tidak memastikan atau memutuskan perkara di antara mereka, bersepakat dalam satu kalimat, menyatukan barisan dan bendera-bendera mereka. Saling berkomunikasi dengan baik dan saling menasehati dalam kebaikan, tidak berlomba dalam mencari keduniawian karena dunia adalah tipuan belaka sedangkan akhirat adalah tempat kembali yang sesungguhnya.
KEDELAPAN, siapa yang melihat ada sebagian dari kaum muslimin membai’at Al-Baghdadi, ketahuilah ini adalah bentuk ijtihad mereka. Kita tidak boleh mengingkarinya. Dengan kekuatan dan kemenangannya, Daulah Islamiyah mempunyai tanggung jawab dan beban yang berat. Kami memohon kepada Allah agar selalu meyakinkan dan menolongnya atas musuh-musuh Islam. Dan kami menyeru kepada kelompok-kelompok jihad yang tidak bergabung dengan Daulah dalam memerangi musuh itu adalah semata-mata berperang membela kaum muslimin, dan jangan sampai –semoga Allah melindungi dari hal ini- berbuat dosa dengan membunuhi sesama muslim dan bahkan bahu membahu bersama musuh untuk menghabisi saudara kita; kaum muslimin.
KESEMBILAN, kami berkata kepada Daulah, jangan memaksakan kepada kaum muslimin dalam suatu perkara yang mereka mempunyai kebebasan di dalamnya, serulah mereka ke jalan Allah dengan hikmah, mau’idzah hasanah dan dengan perkataan yang baik, dan jangan meminta bai’at darinya tanpa kerelaan akal dan hati. Sibukkanlah diri dengan berperang melawan musuh dan orang kafir yang berlumuran darah kaum muslimin. Dengan itu, pantas bagi kalian untuk mendapatkan pengakuan dari umat, pengakuan kejujuran dan kebenaran perkara kalian.
SEPULUH, aku hadapkan wajahku kepada kaum muslimin dan berkata, “Berhati-hatilah terhadap makar musuh-musuh kalian. Obama mengumumkan telah memberikan bantuan sejumlah 500 juta dolar untuk mendukung kelompok-kelompok militan moderat di Suriah. Dan hari berikutnya kita melihat beberapa kelompok memberikan bantuan tank-tank kepada pihak Nushairiyah serta mereka juga menyerang beberapa tempat yang dikuasai Daulah di Syam bersamaan dengan serangan Nushairiyah terhadap Daulah di Irak dan serangan pesawat-pesawat Iran dan Rafidhah terhadap kaum muslimin di dalamnya.
- Apakah itu hanyalah suatu kebetulan??
- Apakah suatu kebetulan jika tentara-tentara kawakan Rusia berkumpul bersama tentara-tentara Amerika dan Iran di Baghdad bersatu padu untuk menghantam para mujahidin??
- Mengapa Nuri Al-Maliki yang mengumpulkan Rafidhah dari India, Pakistan, Afghanistan, Yaman, Lebanon, Iran dan negara Teluk untuk memerangi Daulah??
- Benarkah anggapan sebagian orang bahwa Daulah itu boneka Al-Maliki?
- Tetapi mengapa Daulah memamerkan tentara Irak yang disembelih di negaranya sendiri?
KESEBELAS, sebagian orang ada yang bertanya-tanya, siapakah Ahlu Halliy wa ‘Aqdiy itu? Jawabannya setelah contoh berikut ini. Jika ada seorang pelamar datang untuk meminang seorang putri dari seorang bapak, kemudian bapak ini istikharah kepada Allah dan meminta pendapat dan bertanya kepada orang yang terpercaya—kenal dengan baik budi pekerti dan ketulusan hatinya— tentang dien dan akhlak si pelamar, kemudian baru menjawab lamaran si pelamar.
Seandainya bapak tadi menikahkan putrinya tanpa bertanya keadaan si pelamar, maka dia telah menyia-nyiakan amanah, seharusnya dia tahu keadaaan dien, akhlak si pelamar yang cocok untuk putrinya. Ini adalah cara yang benar bagi orang yang berakal dan berilmu. jika dalam permasalahan khitbah seorang gadis harus melewati proses seperti ini, bagaimana dengan persoalan yang lebih besar dalam permasalahan khilafah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam untuk umatnya?
Ahlul Halli wal Aqdi adalah mereka yang dipercaya oleh umat karena keilmuan, kemampuan pikir, kejujuran dan nasehat mereka. Mereka adalah pemimpin dan pembimbing umat yang diikuti orang banyak. Maka tidak selayaknya Ahlul Halli wal ‘Aqdi adalah orang-orang yang tidak dikenal. Hal seperti ini tidak masuk akal, terkadang seorang khalifah yang terpilih adalah orang yang tidak dikenal oleh umat.
Namun, tatkala dibaiat oleh Ahlul Halli wal Aqdi dia menjadi dikenal. Jadi, mereka adalah orang-orang yang bertugas memilih untuk umat, dan umat mengikutinya. Para sahabat senior di Madinah adalah Ahlul Halli wal Aqdi, demikian juga para shahabat junior di Madinah dan Damaskus. Dan termasuk juga para tabiin senior dan panglima tentara, ulama, pembimbing serta pemimpin berbagai kabilah di damaskus dan yang lainnya. Dan yang semisal dengan mereka di Baghdad ibukota khilafah
Pendapatku, bahwasanya Ahlul Halli wal Aqdi pada hari ini adalah ulama rabbani dan para pemimpin front jihad. Pemimpin dari mereka semua adalah Mullah Umar, Az-Zawahiri dan semisalnya. Dan orang-orang tidak tergambar dalam benar mereka ikatan bai’ah khilafah pada hari ini tanpa bermusyawarah dengan mereka. Kebanyakan mujahidin di Afghanistan, Pakistan dan Kashmir berbaiat kepada Mullah Umar. Dan kebanyakan mujahidin dari Jazirah Arab dan daerah Maghrib, Somalia, dan selainnya berbaiat kepada Az-Zawahiri.
Ada juga Imarah Islam Kaukasus yang juga memiliki Amir. Dan front-front di Irak yang baru. Mereka itu termasuk golongan-golongan terdahulu dan orang-orang pada mengetahuinya. Dan mereka adalah tempat pegangan kaum muslimin. Allah ta’ala berfirman, “Maka tanyakanlah kepada ahlu dzikri jika kalian tidak mengetahui.” Ahlu dzikri dalam masalah ini adalah mereka Ahlul Halli wal Aqdi yang disebut tadi. Orang-orang bertanya kepada mereka. Dan mereka itu yang berijtihad terhadap orang-orang seperti dalam masalh ini. Maka tidak mungkin melewati mereka-mereka itu dalam perkara yang krusial ini.
KEDUA BELAS, sungguh sebagian orang mengolok-olok mujahidin Afghan pada permulaan perang melawan Soviet. Mereka mengatakan bagaimana golongan kecil melawan kekuatan terbesar di bumi, sungguh gila. Maka pasukan yang kecil ini menang dengan fadhilah Allah dan karunia-Nya. Setelah menang mereka mengatakan, “Mereka adalah para pembantu Amerika, ini adalah perang antara Soviet dan Amerika, mereka orang-orang Afghan adalah ahlu bidah dan para penyembah kuburan.”
Kemudian datanglah Taliban dan mereka mengatakan, “Golongan yang keras memerangi kaum muslimin (para penyembah kubur tadi) dan membunuhi mereka. Tatkala mereka (Taliban) sudah menguasai 95% dari Afghanistan mereka berkata, “Mereka adalah boneka Pakistan dan buatan intel Pakistan, kemudian boneka Amerika.”
Kemudian Syaikh Usamah muncul dan mereka mengatakan, “Orang gila yang bermimpi memerangi Amerika.” Tatkala beliau banyak membunuh orang-orang Amerika, mereka mengatakan, “Dia adalah pembantu Amerika yang memberinya kemenangan untuk menguasai daulah Islamiyah. Ketika orang Amerika memerangi beliau, mereka mengatakan, “Dia adalah orang yang pengecut yang hanya bersembunyi di gua yang ingin memeragi dunia dengan membuat jamaah-jamaah di setiap tempat di dunia dan memerangi orang kafir di setiap tempat. Maka mereka mengatakan, “Khawarij yang menyesatkan.!!!
Amerika menguasai Irak dan muncul Az-Zarqawi, lalu mereka berkata, “Itulah teroris khawarij orang gila merusak kaum muslimin.” Ketika ia banyak membunuh para tentara Irak, mereka mengatakan, “Mereka tiba-tiba membunuhi kaum muslimin yang ada di Irak dan membuat fitnah sesama saudara.” Lalu Al-Maliki dan antek-anteknya memperlihatkan kepada mereka bagaimana sebenarnya sektarian itu.
Kemudian Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS) berdiri. Dan mereka tidak memperhatikan para pengamat dan peneliti. Mereka mengatakan itu negara kartun (ilusi). Para politisi selalu melemparkan kata-kata, kalimat, atau ungkapan kepada Daulah seperti itu. Mereka mengatakan itu negara ilusi. Mereka mengatakan Daulah bekerja untuk Iran, Amerika, Nuri Al Maliki, Zionis, Saudi, Turki, dan Ba’ats. Mereka mengatakan Daulah adalah takfiri, teroris, dan khawarij. Mereka mengatakan Daulah memerangi mujahidin.
Mereka berkata, berkata, dan terus berkata, dan daulah memenangkan negeri, membunuh musuh-musuh, memerangi murtadin, membunuh para penentang, dan meludahi tawanan kaum muslimin hingga kemenangan akhir yang menakuti dunia. Dan menimpakan kerusakan yang keras buaian-buaian kekuatan jahat di dunia. Para thaghut menjadi gemetaran, musuh-musuh berkumpul kemarin di ruangan yang gelap dan mereka melupakan khilafah mereka untuk berhadapan dengan kesedihan ini.
Pengkhianatan yang dihadapi oleh Negara Islam Irak (ISI) tidak sederhana, banyak orang yang berasal dari Sunni mengkhianati mujahidin dan setuju dengan Tentara Salib dan Syiah untuk mengubur gerakan jihad di Irak. (Maka timbullah fitnah). Banyak mujahidin dibunuh dan disiksa dengan tuduhan “shahawat”. Dampaknya adalah para mujahidin mengumumkan kekafiran mereka yang membantu musuh. Mujahidin memerangi dan membersihkan mereka karena loyal kepada kaum kafir dan rafidhah.
Dalam hal kelonggaran dalam masalah takfir—yang kita tidak sepakat—Daulah tidak bisa disalahkan begitu saja selama antek-antek musuh dan orang-orang di belakangnya tidak disalahkan. Perasaan dikhianati dan ditipu selalu menyertai kepemimpinan Daulah dalam perang mereka. Kami memaklumi sebagian alasannya, namun kami menginginkan mereka mengikuti aturan syariat.
Kita tidak ifrath dan tafrith (berlebihan atau meremehkan). Allah berfirman, “Janganlah kebencian kalian kepada suatu kaum membuat kalian tidak berlaku adil.” “Dan seseorang tidak menanggung dosa orang lain.” Tidaklah setiap orang yang tidak sepakat dengan Daulah merupakan “shahawat” dan menjadi kafir atau murtad, lalu setiap yang setuju menjadi benar dan pro. Setiap keadaan punya hukum tersendiri dan setiap tempat punya ijtihad tersendiri.
Kemudian saya ingin mengomentai perkataan Syaikh Al Adnani—semoga Allah menjaga dan mengampuninya. Saya katakan:
Pembukaan tentang penjelasan khilafah kepada publik sangat bagus. Tetapi, setelah sampai pada pengumuman khilafah, ada beberapa hal yang kalian (ISIS) tinggalkan. Maka kata khilafah belum lengkap dan tuntas. Khilafah bukan alat untuk mengancam, menggertak atau mengecilkan kelompok atau jamaah lain. Kalian sebenarnya cukup menjelaskan khilafah, tanpa menyinggung jamaah, kelompok atau kepemimpinan mana pun. Umumkanlah khilafah tanpa ancaman.
Yang lebih pantas bagi kalian adalah mengumumkan khilafah dengan bahasa kerinduan bagi kaum muslimin dan semakin dekatnya dengan hal itu. Pendekatan ini menjadi ramah atau baik. Ini akan membangkitkan kasih sayang sesama muslim. Allah ta’ala memerintahkan nabi-Nya Shallallahu alaihi wa sallam dengan lemah lembut kepada para pengikutnya.
Inti dari seruan terhadap kaum muslimin adalah kasih sayang, kelembutan, dan kecintaan. Sedangkan inti dari seruan terhadap kaum kafir adalah kekerasan dan ancaman. “Mereka (kaum muslimin) keras terhadap orang-orang kafir, lemah lembut kepada sesama mereka.” (QS. Muhammad: 29).
Kata-kata yang bernada tinggi tidaklah pantas diucapkan kepada sesama muslim, namun kepada orang kafir. “Mereka adalah orang-orang yang lemah lembut kepada sesama orang mukmin dan sangat kuat -ditakuti- oleh orang-orang kafir.” (Al-Ma’idah: 54). Jadi, keras dan lembut tidak untuk dicampuradukkan. Semoga Allah mengampuni kita dan kalian dan menunjuki kalian kepada perbaikan kepada kaum muslimin.
Terakhir saya katakan:
Sesungguhnya kelembutan khilafah menghendaki generasi-generasi muslim yang berkelanjutan. Orang-orang terbaik dari umat ini telah mengorbankan harta dan jiwa untuk menyiapkan jalan kembali kepada khilafah. Aku tidak mengetahui jamaah Islamiyah bisa berdiri kecuali dengan kelembutan dalam masalah ini dan berusaha untuk mewujudkannya. Pengumuman khilafah bukanlah sebuah perkara yang remeh sebagaimana sebagian orang mengiranya.
Anehnya, negara-negara kafir mengetahui bahaya pengumuman ini. Mereka melupakan Cina, Amerika, Rusia dan sekutunya yang masuk ke Syam dan Irak untuk mememerangi niatan ini, yang menghalangi munculnya kekafiran di bumi. Sebagian kamu muslimin meremehkan perintah dan tidak mengetahui besarnya perkara yang penting ini. Perkara ini tidak sederhana dan bukan perkara yang telah lalu.
Kita merindukan tegaknya khilafah. Kita berusaha untuk mewujudkannya. Setiap dari kita memohon kepada Allah agar khilafah bisa ditegakkan oleh sebuah kelompok yang memiliki kekuatan yang dapat memikul beban berat ini. Namun perkara yang besar dan penting ini tidak pantas didirikan kecuali dengan kaidah-kaidah syar’i yang benar.
Bukan dengan cara tanpa bermusyawarah dengan para pemimpin umat dan ahlul halli wal aqdi. Seluruh umat memerlukan khilafah dan umat wajib berbaiat kepada khilafah yang syar’i. Khilafah tidak tegak kecuali dengan ridha umat dengan jalan ahlul halli wal aqdi. Ini adalah sahih yang mana kita beribadah kepada Allah.
Kita memohon kepada Allah untuk menyegerakan berdirinya khilafah yang tidak membingungkan kita sebagaimana eksistensi khilafah itu sendiri. Tidak membingungkan kelompok atau individu sebagaimana orang-orang yang mendirikannya pun tidak misterius. Dengan demikian, ketika mereka menegakkannya, kita langsung mengikutinya.
Wallahu a’lam… Shalawat kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarganya dan shahabatnya juga salam kepada mereka.
Ditulis oleh Husein bin Mahmud
2 Ramadhan 1435H
Sumber: Muslim.org
Halaman Syaikh Husain bin Mahmud bisa diakses di: http://www.tawhed.ws/a?a=dfwet6g2
Diterjemahkan oleh :
(aliakram/arrahmah.com)