LEBAK (Arrahmah.com) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Kabupaten Lebak, Banten, KH Baijuri mengimbau pejabat publik serta pegawai negeri sipil agar menerapkan pola hidup sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
“Perilaku pejabat publik serta pegawai negeri sipil (PNS) jangan sampai menerapkan pola hidup mewah, sehingga dapat menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat. Apalagi, pejabat berhadapan langsung dengan masyarakat harus peka terhadap kondisi kehidupan ekonomi masyarakat,” kata Baijuri menanggapi maraknya gaya hidup mewah di kalangan pejabat pemerintah dan PNS muda di Tanah Air.
Menurut dia, ajaran Islam menganjurkan pola hidup sederhana dan tidak memamerkan kekayaannya kepada publik yang bisa menimbulkan kecemburuan sosial. Gaya hidup mewah yang dianut kalangan pejabat publik, karena ada dua hal, yakni pertama semakin kuatnya budaya materialistis yang mengumbar nafsu konsumtif dan kedua hedonisme atau pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup.
Kedua hal tersebut tentu akan menghilangnya nilai-nilai idealisme dan mereka sudah tidak memikirkan kehidupan di sekitar lingkungan masyarakat.”Yang penting mereka hidup senang bermewah-mewahan dan itu fenomena zaman akhir. Itu juga bisa terjadi di kalangan politik muda, pejabat publik dan PNS muda,” katanya.
Ia mengatakan, imbauan-imbauan pola hidup sederhana sering kali disampaikan oleh kepala daerah maupun ulama. Namun, kata dia, imbauan itu hingga kini tidak efektif untuk dilaksanakan dalam kehidupan di masyarakat. Semestinya, pejabat publik harus memberikan contoh untuk menerapkan pola hidup sederhana, sebab kehidupan bermewah-mewahan menurut ajaran Islam tidak diperbolehkan.
Karena itu, kata dia, pemimpin harus mencerminkan hidup sederhana sehingga bisa dianut oleh masyarakat. Saat ini, kata dia, bagaimana seseorang mencari kekayaan dengan cara yang halal dan benar menurut agama dan hukum negara yang berlaku.Sebab mencari kekayaan dengan berbagai segala cara tentu hartanya, selain tidak berkah juga akan berurusan dengan penegak hukum.
Prinsip Islam kehidupan harus ada keseimbangan antara dunia dan akhirat, sehingga Islam memperbolehkan memiliki harta kekayaan dan bukan untuk mewah-mewahan, katanya. Kekayaan yang dimiliki untuk membantu masyarakat yang membutuhkan juga kepentingan dakwah, kata dia.
Sementara itu, pemerhati politik dan ekonomi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi La Tansa Mashiro Rangkasbitung, Agus Sutisna mengatakan, salah satu cara untuk menanamkan budaya hidup sederhana harus dimulai dari para pemimpin yang memberikan keteladanan kepada jajaran bawahannya. “Jika pemimpin itu hidup mewah tentu akan sulit untuk diterapkan pola hidup sederhana,” katanya. (rep/arrahmah.com)