MAJALENGKA (Arrahmah.com) – Keberadaan tempat wisata Curug Kemuning, Curug Ibun, Gua Lalay atau Green Canyon, Lorong Sanca yang terletak di Desa Sukadana, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka Jawa Barat menuai protes sebagian warga dan para ulama di Kecamatan Argapura. Tempat wisata ini mulai ramai sejak empat bulan lalu dan kian ramai sejak 1 Januari 2015.
Menurut penuturan salah seorang warga pada awal tahun baru lalu diperkirakan ada 2500 pengunjung mendatangi tempat tersebut. Namun sebagian masyarakat Argapura menyatakan ketidaksetujuannya karena tempat tersebut menurut mereka bisa dijadikannya sebagai tempat maksiat oleh sebagian
pengunjung.
“Ada warga yang melapor ke saya, tempat wisata ini kerap digunakan untuk maksiat oleh sebagian pengunjung,”kata Kyai Otong, aktifis Front Pembela Islam (FPI) Majalengka.
Memang tidak dipungkiri keberadaan tempat wisata di daerah tersebut telah menggerakkan perekonomian warga. Sehingga pro kontra pun terjadi.
Pada Ahad,11 januari 2015 para Ulama, Kyai, Ustadz dan santri se Argapura yang terdiri dari MUI, Majelis Alkisa dan Front Pembela Islam (FPI) mendatangi kantor kepala desa Sukadana untuk meminta penutupan tempat wisata di Sukadana tersebut. Mereka mengadakan pertemuan untuk melakukan musyawarah dengan pejabat Muspika di Balai atau Ruang Pertemuan kepala desa sukadana. Hadir pada pertemuan tersebut Camat Dedi Supriyadi, kapolsek Argapura AKP Paweka, Danramil Bambang Irawan, dan ketua MUI Kec Argapura Kyai Mu’in, KH Mabruri, KH Subki, Kyai Bahrun, Kyai Otong, Kyai Iping dan para kyai lainnya untuk mencari solusi dari masalah tempat wisata tersebut.
Camat Argapura, Dedi Supriyadi menjelaskan, dirinya setuju akan keinginan masyarakat agar tidak ada maksiat di daerahnya seperti peredaran miras,tindak asusila dan lainnya akibat keberadaan tempat wisata di desa Sukadana.
“Tinggal sekarang ada keinginan tidak dari pengelola supaya tidak ada maksiat seperti miras asusila dan lainnya. Kita butuh suasana yang kondusif,” ujarnya.
Kyai Muin, ketua MUI Argapura, menjelaskan bahwa tugas ulama, tugas kyai adalah untuk meluruskan sesuatu yang bengkok di tengah-tengah masyarakat. “Kami kedatangan para ulama. Mereka khawatir dengan kemaksiatan yang saat ini merajalela. Kalau itu terus terjadi maka akan mengundang adzab. Karena itu janganlah kita untuk berani dekat-dekat dengan maksiat, “ujarnya. Karena menurut beliau ada hadist jika ada kemungkaran maka kita harus mengubahnya dengan tangan, kalau tidak bisa maka dengan lisan dan kalau tidak bisa juga dengan hati dan itu selemahnya iman.
“Maka kami mengusulkan supaya tempat yang indah itu dijadikan pesantren saja. Jika demikian para ulama setuju. Para ulama tetap mengharapkan agar tempat wisata tersebut ditutup,” tegasnya.
Adapun AKP MR Paweka, kapolsek Argapura mengucapkan terimakasih kepada warga terutama FPI yang telah membantu dalan memberantas. Miras. “Masalah tempat wisata akan kita musywarahkan nanti,” tandasnya.
Kepala Desa sukadana, Asep Suherman, menerangkan, karena dirinya punya atasan dan punya warga maka dirinya akan memusyawarahkan nanti terkait tempat wisata di Sukadana. “Kami tidak ingin kondisi desa kami tidak kondusif. Sebab pembukaan tempat wisata di Sukadana diawali oleh musyawarah tokoh masyarakat Sukadana.” jelasnya.
Sementara itu Kyai Haji Mabruri menegaskan jika ada maksiat di sekelilingnya kemudian ulama diam maka para ulama dilaknat Allah. Dan barang siapa yang menolong kebaikan maka ia dapat pahala yang sama. Dan barangsiapa yang nenolong kemaksiatan maka dapat dosanya sama.
“Musibah yang ada di dunia ini akibat ulah manusia, bukan hanya menimpa si pelakunya tapi semuanya akan kena,” tandasnya.
Bambang Irawan Danramil Argapura setuju semua kemaksiatan harus diberantas. “Sejak awal saya menyampaikan kepada pengelola tempat wisata, yakni konpipar agar tempat wisata tersebut harus bersih dari sampah dan kemaksiatan” ucapnya.
Sementara Kyai Bahrun memaparkan bahwa asal kemungkaran karena hubbundunya atau cinta dunia. Karena kita sudah mengaku Islam maka kita harus patuh pada Islam secara kaffah seratus persen. Namun Karena senang akan dunia maka yang haram atau wasilah menuju keharaman ditabrak saja. Padahal kalau kita menolong yang maksiat maka ia juga berdosa. Jika ada yang nunjukkin adanya tempat maksiat, maka yang nyetujuinya juga ia dapat dosa .
“Keinginan kami jelas semua tempat wisata itu ditutup,” tegas Kyai Bahrun.
Terkait permintaan perlindungan dari pemilik lahan, aparat menyatakan kesiapannya.
“Saya dan kapolsek siap untuk melindungi pemilik tanah. Untuk keputusan nanti ada di kepala desa,” ujar Danramil Bambang Irawan.
Pemilik usaha siap menutup
Sementara itu pemilik lahan Curug Ibun menyatakan bahwa dirinya bersedia menutup Curug Ibun. “Bismillahirrahmanirrahim saya mewakili bapak saya bersedia agar Curug Ibun yang ada di Desa Sukadana setuju ditutup. Namun saya dan keluarga meminta perlindungan dari kepolisian jika nanti ada yang mengganggu kami baik harta dan jiwa. Saya setuju jika tempat tersebut mau dijadikan pesantren atau wisata religius,”ujar Syamsul Maarif, putra kyai Tamim pemilik lokasi yang tanahnya berdekatan dengan Curug Ibun.
Musyawarah sempat panas karena belum ada keputusan yang tegas dari pemerintahan desa setempat untuk menutup tempat wisata yang baru seumur jagung itu. Namun terakhir ada titik terang ketika kepala desa Sukadana juga mewakili pihak pengelola yakni Konpepar bersedia untuk mencoret tempat wisata di desanya. Namun resminya akan dimusyawarah dulu.”kalau sudah keputusan musyawarah ya saya coret,”ujarnya.
Laporan: Abu Ziad
(azm/arrahmah.com)