KAIRO (Arrahmah.com) – Mantan Deputi Imam al-Azhar, Syaikh Mahmoud Ashour, mengkritik wacana sejumlah kelompok Islam, terutama terkait dengan peradaban Mesir kuno serta sikap Islam terhadap demokrasi.
“Mereka adalah orang-orang yang tidak berpengetahuan dan tidak cukup bertanggung jawab atas perkataan mereka di hadapan orang banyak,” katanya kepada Al Arabiya, Senin (12/12/2011).
Ashour mengklaim bahwa mereka yang menyebarkan Islam fundamental tidak lebih religius dari Amr bin Al-Ash, yang memimpin tentara Muslim menaklukkan Mesir, atau semua ulama Islam dan ulama yang tinggal di Mesir selama bertahun-tahun seperti Imam asy-Syafi’i.
“Tak satu pun dari mereka (Amr bin Al Ash atau para ulama terdahulu) memiliki masalah dengan monumen Mesir kuno atau berpikir bangunan itu harus dihancurkan atau bangunan itu bertentangan dengan Islam.”
Ashour juga mengecam pernyataan beberapa tokoh Salafi tentang demokrasi yang menjadi bentuk kemurtadan terhadap Islam. Menurut Ashour, konsep demokrasi terdapad di dalam Al Quran.
“Beberapa ayat di Al-Quran berbicara tentang konsep ‘syura’ atau konsultasi dan nabi menerapkan konsep ini sepanjang waktu. Ini pula yang ada dalam demokrasi,” katanya.
Pernyataan Ashour ini mengkonfirmasi pernyataan senada yang sebelumnya diterbitkan oleh Dar al-Iftaa, badan resmi yang bertanggung jawab mengeluarkan fatwa mengenai hal-hal kontemporer, yang menekankan bahwa tidak ada kontradiksi antara Islam dan sistem multi-partai.
Dar al-Iftaa juga seolah-olah mengutip contoh dari kehidupan Nabi Muhammad SAW dan cara beliau SAW bermusyawarah dengan para sahabat sepanjang waktu.
Menurut pernyataan itu, hukum Islam tidak menentukan sistem politik tertentu dan para ahli telah menyetujui berbagai cara pemerintahan sejak masa nabi sampai saat ini.
Pernyataan itu mengutip contoh dari empat khalifah yang berhasil meneruskan kepemimpinan Rasulullaah SAW. Menurut badan fatwa itu Khulafaur Rasyidin dipilih oleh rakyat dan bukan oleh nabi sebelum dia meninggal.
Menurut pernyataan itu, hukum Islam selalu menampilkan banyak fleksibilitas dan itulah mengapa hal itu selalu memungkinkan umat Islam untuk menerapkan segala yang baik bagi mereka. (althaf/arrahmah.com)