JAKARTA (Arrahmah.com) – Para Ulama Ahlus Sunnah di Bangkalan, Madura, Jawa Timur memanggil pengurus dan jemaah Syiah agar bentrokan yang berbuntut pembakaran pondok pesantren (Ponpes) di Sampang tidak terjadi di Bangkalan. Namun pertemuan tegang karena jemaah Syiah tidak terima dianggap melakukan penyimpangan terhadap ajaran agama Islam.
Seperti dilansir okezone.com, awal ketegangan terjadi ketika ulama Sunni mengajukan keberatannya terhadap ajaran Syiah yang dianggap melakukan penyimpangan ajaran Agama Islam. Beberapa penyimpangan yang diklaim Sunni ialah mengesahkan kawin mut’ah atau pernikahan tanpa adanya wali atau saksi. Kemudian Syiah juga dituduh tidak mewajibkan pengikutnya melakukan salat Jumat.
Sontak dua orang perwakilan jemaah Syiah, yakni Ibrahim dan Haidar Sarif membantahnya. Menurut keduanya, Syiah tidak pernah mengajarkan untuk tidak melaksanakan salat Jumat dan kawin mut’ah. Namun ketegangan ini berhasil dinetralisir oleh para ulama Sunni.
Ada dua kesepakatan yang diminta ulama Sunni kepada jemaah Syiah yakni, para jemaah Syiah yang ada di Bangkalan, Madura, tidak diizinkan untuk melakukan penyebaran Syiah di kawasan Bangkalan. Pemerintah Kabupaten berencana akan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) baru mengenai pelarangan penyebaran terhadap agama yang dianggap menyesatkan dan meresahkan masyarakat. Nantinya rancangan Perda ini akan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk ditinjau ulang.
Agar Konflik Sunni dan syiah tidak meluas ada baiknya, seluruh wilayah di Indonesia melakukan sikap yang sama yaitu pelarangan penyebaran agama syi’ah. Karena,umumnya penyebaran ajaran syi’ah akan mendapat respon yang sangat keras dari kalangan kaum muslimin, akibat prinsip dan pokok ajaran syi’ah yang sangat bertolak belakang dari ajaran islam.
Hal ini juga diungkapkan KH.Sholahudin Wahid alias Gus Sholah ketika merespon peristiwa penyerangan dan pembakaran Pondok pesantren milik Syi’ah di Sampang. Madura.
“Ajaran Syiah memang berbeda dengan Agama Islam secara utuh, namun tidak jadi pembenaran jika mereka bisa dianiaya dan dibakar tempat ibadahnya. Perbedaan dalam hal keyakinan beragama tampaknya sah-sah saja,” tandasnya.
Wallahu’alam bishshowab
(Bilal/arrahmah.com)