MELITOPOL (Arrahmah.id) – Pihak berwenang Ukraina menuduh pasukan Rusia menculik walikota Melitopol, sebuah kota di tenggara Ukraina yang telah jatuh di bawah kendali Rusia.
Anton Heraschenko, penasihat kementerian dalam negeri Ukraina, mengatakan 10 tentara memasuki lokasi pusat krisis Melitopol pada Kamis, menutup kepala Walikota Ivan Fedorov dengan plastik dan membawanya ke lokasi yang tidak diketahui, lansir Al Jazeera (11/3/2022).
Kyrylo Tymoshenko, wakil kepala kantor kepresidenan di Kiev, membagikan rekaman tentang apa yang dia katakan sebagai penculikan Fedorov.
Video itu menunjukkan pria bertopeng memimpin pria lain keluar dari sebuah gedung.
Tidak ada komentar langsung dari Moskow tentang nasib Fedorov.
Dalam sebuah pesan video pada Jumat malam, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengutuk penculikan itu, menyebut Fedorov sebagai “walikota yang dengan berani membela Ukraina dan anggota komunitasnya”.
“Ini jelas merupakan tanda kelemahan penjajah,” katanya. “Mereka telah pindah ke tahap teror baru di mana mereka mencoba untuk secara fisik menghilangkan perwakilan dari otoritas lokal Ukraina yang sah.”
Kementerian Luar Negeri Ukraina juga mengecam penculikan itu dalam sebuah pernyataan, mengatakan insiden itu merupakan kejahatan perang karena hukum internasional melarang penyanderaan warga sipil selama perang.
Kementerian mengatakan pasukan Rusia menuduh terorisme kepada walikota.
“Kami menyerukan masyarakat internasional untuk segera menanggapi penculikan Ivan Federov dan warga sipil lainnya, dan untuk meningkatkan tekanan pada Rusia untuk mengakhiri perang biadabnya melawan rakyat Ukraina.”
Pasukan Rusia memasuki Melitopol pada hari kedua invasi mereka, pada 25 Februari, menurut situs berita Ukrayinska Pravda.
Setelah serangan Rusia, Fedorov memimpin beberapa demonstrasi menentang invasi, menurut outlet berita lokal. Itu termasuk rapat umum pada 2 Maret yang dihadiri oleh ribuan orang.
Pada tanggal 5 Maret, Ukrayinska Pravda melaporkan Fedorov mengatakan bahwa situasi di kota itu semakin “sulit” karena kekurangan makanan dan obat-obatan.
Dia juga mengatakan pihak berwenang Melitopol telah meminta pasukan Rusia untuk membuka koridor kemanusiaan untuk membiarkan penduduk kota pergi, tetapi mengatakan permintaan itu ditolak. (haninmazaya/arrahmah.id)