KIEV (Arrahmah.com) – Ukraina telah mendesak NATO untuk mempersiapkan sanksi ekonomi terhadap Rusia dan meningkatkan kerja sama militer dengan Kiev untuk mencegah Rusia dari agresi baru setelah Moskow mengumpulkan pasukan di sekitarnya.
Seruan itu datang pada Rabu (1/12/2021) ketika Ukraina bergabung dengan aliansi Barat dalam pembicaraan tentang cara mencegah operasi militer yang diantisipasi oleh Rusia.
“Kami akan meminta sekutu untuk bergabung dengan Ukraina dalam menyusun paket pencegahan,” ujar menteri luar negeri Ukraina, Dmytro Kuleba, kepada wartawan saat ia tiba untuk berbicara dengan rekan-rekan NATO-nya di Riga.
Sebagai bagian dari paket ini, NATO harus menyiapkan sanksi ekonomi terhadap Rusia jika “memutuskan untuk memilih skenario terburuk”, katanya, seraya menambahkan NATO harus meningkatkan kerja sama militer dan pertahanan dengan Ukraina.
“Kami yakin bahwa jika kami bergabung, kami akan dapat menghalangi Presiden Putin dan menurunkan motivasinya untuk memilih skenario terburuk, yaitu operasi militer,” lanjut Kuleba.
Bekas republik Soviet yang sekarang bercita-cita untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO ini telah menjadi titik nyala potensial antara Rusia dan Barat.
Setiap operasi militer yang akan melanggar kedaulatan Ukraina akan menghadapi “konsekuensi berat”, Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofod mengatakan kepada wartawan, mengatakan Denmark siap untuk terlibat dengan sanksi “berat”.
Komentarnya menggemakan komentar NATO dan Amerika Serikat, yang pada hari Selasa mengeluarkan peringatan keras kepada Rusia bahwa mereka akan membayar harga tinggi untuk setiap agresi militer baru terhadap Ukraina.
“Setiap agresi Rusia di masa depan terhadap Ukraina akan datang dengan harga tinggi dan memiliki konsekuensi politik dan ekonomi yang serius bagi Rusia,” kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg kepada wartawan.
Presiden Rusia Vladimir Putin membalas bahwa Rusia akan dipaksa untuk bertindak jika NATO pimpinan AS menempatkan rudal di Ukraina yang dapat menyerang Moskow dalam beberapa menit.
Kuleba juga memperingatkan terhadap pengakuan Krimea oleh Belarus, sekutu dekat Rusia, setelah pemimpin Belarusia Alexander Lukashenko mengatakan Semenanjung Krimea secara hukum adalah wilayah Rusia, kantor berita RIA melaporkan.
“Pengakuan potensial atas Krimea yang diduduki oleh Belarusia akan menjadi titik tanpa harapan dalam hubungan bilateral kami, dan kami akan bertindak masing-masing. Karena bagi kami, Krimea bukanlah bidang untuk kompromi,” tambah Kuleba.
Kremlin mencaplok semenanjung Laut Hitam Krimea dari Ukraina pada 2014 dan kemudian mendukung pemberontak yang memerangi pasukan pemerintah di timur negara itu. Konflik tersebut telah menewaskan 14.000 orang, menurut Kiev, dan masih terus membara. (Althaf/arrahmah.com)