Oleh:
Irfan S. Awas
Republik Singapura, sebuah negeri kecil, dengan populasi penduduk yang juga kecil sekitar 5, 61 juta jiwa saja. Diperkirakan luas Singapura dari barat ke timur hanya 48 kilo meter. Sementara, jarak dari utara ke selatan hanya 23 kilo meter saja.
Lucunya, sekalipun kecil, negeri berpenduduk mayoritas etnis Cina, Melayu, dan India itu berani mempersekusi sekaligus menzalimi seorang ulama Warga Negara Indonesia. Hanya berdasarkan persepsi spekulatif.
Pada Selasa, 18 Mei 2022 lalu, pemerintah Singapura mencekal Prof. Dr. Abdul Shomad Batubara, dilarang berkunjung ke negeri kepulauan di ujung Semenanjung Malaya tersebut. Ulama yang populer dengan sebutan da’i sejuta followers itu, dinyatakan tidak memenuhi syarat kriteria warga asing untuk ke Singapura.
Sebenarnya, bukan pencekalan Ustadz Abdul Shomad yang kita persoalkan. Karena ulama asal Pekan Baru, Riau, itu sudah sering mengalami insiden pencekalan akibat persekusi di beberapa negara, seperti Timor Leste, Swis, Belanda. Akan tetapi yang kita soroti adalah alasan pencekalan yang terkesan menghina ajaran Islam berbalut Islamofobia.
Kementerian Dalam Negeri Singapura menyebut 2 alasan menolak kedatangan Ustaz Abdul Shomad (UAS) ke negara tersebut.
Pertama, UAS dituduh sebagai sosok penceramah ekstrim, yang menyebarkan ajaran ekstrimisme.
Dicontohkan, ceramah UAS yang menyebut, “bom bunuh diri sah bila dikaitkan dalam konteks konflik Israel-Palestina. Pelakunya mati syahid.”
Otorita Singapura menilai ucapan tersebut sebagai seruan kekerasan dan/ atau mendukung ajaran ekstremis. Lalu dengan sombongnya membual: “Somad dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan perpecahan yang tidak dapat diterima di masyarakat multiras dan multiagama Singapura,” kata Kemendagri Singapura dalam pernyataan pers tertulisnya, Selasa (17/5/22). Pemerintah Singapura, lanjutnya, memandang serius setiap orang yang menganjurkan kekerasan dan/ atau mendukung ajaran ekstremis dan segregasi.
Dalam hal ini, otoritas Singapura bersikap hipokrit. Disatu sisi menuduh ceramah UAS ekstrim, menganjurkan kekerasan berdasarkan agama. Tapi disisi lain pemerintah Singapura bersahabat dengan penjajah “Israel”, dan tidak pernah mencekal warga “Israel” berkunjung ke Singapura.
Mengapa pemerintah Singapura toleran terhadap tindakan barbar penjajah “Israel” pada bangsa Palestina. Sebaliknya, bersikap intoleran terhadap opini UAS yang membenarkan bom syahid melawan durjana “Israel”? Ini jelas standar ganda yang dilandasi sikap Islamofobia.
Kedua, konten ceramah UAS segregasionis (memecah belah).
Misalnya, mengutip dari situs resmi Kemendagri Singapura, UAS pernah melontarkan komentar yang merendahkan agama lain. Seperti mengkafirkan umat non Islam. Dan menggambarkan bahwa salib Kristen merupakan tempat tinggal jin kafir (roh jahat).
Pernyataan Ustadz Abdul Shomad, bahwa kaum non Islam itu kafir, bukan kategori segregasi atau pemecah belah. Juga, tidak bertujuan merendahkan kalangan luar Islam.
Sebutan kafir bagi non Islam merupakan konsep teologi Islam. Salah satu makna kafir adalah ingkar pada Allah dan Rasulullah. Seluruh orang Islam memahami, non Islam itu kafir. Umat Islam yang tidak mengkafirkan orang yang dinyatakan kafir oleh Allah dan Rasul-Nya adalah kafir. Termaktub dalam Al-Qur’anul karim.
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِۗ
“Orang-orang kafir dari kaum Yahudi, kaum Nasrani, dan kaum musyrik benar-benar akan masuk neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah manusia yang paling jahat.” (QS Al-Bayyinah (98) : 6)
Jadi, jauh sebelum negeri Singapura ada, istilah kafir sudah ada. Dan tidak menimbulkan perpecahan. Jika terjadi segregasi atau perpecahan, bukan disebabkan UAS. Tapi disebabkan sikap politik penguasa yang memelihara segregasi dan zalim.
Lagi pula, mengapa orang kafir tersinggung atau marah disebut kafir? Apakah mereka mulai menyadari, jadi orang kafir sesuatu yang tercela? Mestinya tidak perlu tersinggung, sebagaimana orang Islam tidak masalah disebut gayim oleh Yahudi. Tidak juga tersinggung disebut domba tersesat oleh Kristen. Karena kami meyakini, jadi orang beriman adalah mulia. “Lakum dienukum waliyadien, Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”.
Namun demikian, kitab suci Al-Qur’an tegas menasihati umat Islam. Tidak diperkenankan memusuhi pihak lain karena perbedaan agama. Orang beriman tidak boleh memerangi orang kafir karena kekafirannya. Allah Swt berfirman:
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
“Wahai orang-orang beriman, Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi kalian karena agama kalian. Mereka juga tidak mengusir kalian dari kampung halaman kalian. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS Al-Mumtahanah (60) : 8)
اِنَّمَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ قَاتَلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَاَخْرَجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوْا عَلٰٓى اِخْرَاجِكُمْ اَنْ تَوَلَّوْهُمْۚ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Akan tetapi, Allah melarang kalian berteman dengan orang-orang yang memerangi kalian karena agama kalian. Juga dengan orang-orang yang mengusir kalian dari kampung-kampung kalian, dan orang-orang yang membantu orang yang memusuhi kalian. Siapa saja menjadikan orang-orang kafir yang memusuhi kalian sebagai teman, mereka itu termasuk orang yang zhalim.” (QS Al-Mumtahanah (60) : 9)
Korban Islamofobia
Ustadz Abdul Shomad, telah jadi korban Islamofobia pemerintah Singapura. Perlakuan pejabat imigrasi Singapura terhadap UAS dan keluarganya yang terdiri dari ibu dan bayinya, sungguh tak manusiawi. UAS merasa dilecehkan, diseret tangannya, dimasukkan ruangan sempit dan terpisah dengan keluarganya.
Padahal, ceramah UAS yang poin-poinnya dinilai radikal, ekstrim, dan segregasi, disampaikan di Indonesia. Di depan audiens Muslim Indonesia. Bukan ceramah di Singapura. Lalu, untuk kepentingan apa dan siapa insiden pencekalan ini?
Ada apa dengan pemerintah Singapura? Disaat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) berinisiatif memerangi Islamofobia, Singapura justru pamer sikap anti Islam dan benci kaum muslimin. Apakah ini murni sikap Singapura sendiri. Ataukah bagian dari proxy war, hanya menuruti fenomena Islamofobia dalam negeri Indonesia? Belum jelas benar.
Akan tetapi yang sudah terang benderang, citra Singapura di mata rakyat Indonesia, semakin buruk. Sinyalemen yang berkembang selama ini, ternyata shahih. Bahwa di Singapura, “Koruptor di proteksi, ulama di deportasi”.