JAKARTA (Arrahmah.com) – Selain pidana, kasus kematian Syono oleh aparat Densus 88 bergulir ke arah korupsi. Uang sogok 100 juta rupiah untuk Suratmi, janda Siyono, yang diakui Kapolri sebagai uang pribadi Kepala Densus 88 dilaporkan Koalisi untuk Keadilan yang memperjuangkan kasus kematian Siyono ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Koalisi mendatangi KPK untuk melaporkan uang Rp100 juta yang disebut-sebut berasal dari kantong pribadi Kepala Densus 88 Antireror Mabes Polri Brigjen Eddy Hartono. Uang itu diberikan kepada istri Siyono, Suratmi.
“Hari ini, kami dan kawan-kawan melaporkan uang yang diakui Kapolri sebagai uang pribadi Kepala Densus yang diberikan kepada Suratmi (istri almarhum Siyono),” kata Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Azhar Simanjuntak, di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (19/5/2016), lansir Okezone.
Menurutnya, pemberian uang tersebut telah mereka laporkan kepada Bagian Pengaduan Masyarakat KPK. Dia pun berharap laporannya bisa ditindaklanjuti lembaga antirasuah, lantaran diduga uang itu sebagai sogokan dan asal usulnya tak jelas.
“Kami meminta KPK untuk menindaklanjutinya,” tegas dia.
Sementara itu, Plh Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati mengatakan, Koalisi untuk Keadilan yang terdiri dari beberapa LSM ini, selain melaporkan pemberian uang Rp100 juta, mereka juga bertemu dengan beberapa Pimpinan KPK.
“Kami, KPK sudah menerima laporan itu,” ujar Yuyuk saat dikonfirmasi.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, uang tersebut berasal dari kantong pribadi Kadensus. “Itu bukan uang negara, uang pribadi dari Kadensus. Ya, boleh saja,” ujar Haiti di Mabes Polri beberapa waktu lalu.
Badrodin mengatakan, uang santunan biasa diberikan secara personal sebagai bentuk dukacita. Jenderal bintang empat itu membantah bahwa uang tersebut merupakan sogokan.
Keluarga Siyono sendiri menolak pemberian uang sogokan itu dan menitipkan kepada PP Muhammadiyah, dan dua bungkus uang sogokan itu baru dibuka di kantor Komnas HAM saat pengumuman hasil autopsi kematian Siyono, Senin (11/4).
Diketahui, Siyono warga Dukuh, Desa Pogung, Kabupaten Klaten setelah ditangkap oleh Densus 88 Mabes Polri dikabarkan meninggal dunia ketika dalam pengawalan Densus 88 pada Jumat (11/3). Pihak keluarga, terutama istri Siyono, Suratmi, meminta keadilan terkait dengan meninggalnya suaminya.
Berdasarkan hasil autopsi yang dilakukan oleh tim dokter forensik Indonesia kematian Siyono diakibatkan benda tumpul di bagian rongga dada, yaitu ada patah tulang. Pada iga bagian kiri ada lima. Luka patah sebelah kanan ada satu keluar, sedangkan tulang dada patah.
Selanjutnya, tulang patah ke arah jantung hingga mengakibatkan luka yang cukup fatal. Memang ada luka di bagian kepala, tetapi tidak menyebabkan kematian. Sebab, luka pada bagian tersebut tidak terlalu banyak mengeluarkan darah.
Dari seluruh rangkaian autopsi ini, tidak adanya perlawanan dari luka luka yang diteliti. Jadi, tidak ada perlawanan dari Siyono, tidak ada luka defensif dari Siyono
Autopsi dilakukan oleh 10 dokter. Sembilan dokter dari tim forensik dan satu dokter dari Polda Jateng. Kesepuluhnya sepakat dan tidak ada yang berbeda pendapat. Autopsi dilakukan sejak pukul 09.00 pagi hingga 12.00 siang, 3 April 2016.
(azm/arrahmah.com)