JAKARTA (Arrahmah.com) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghapus limbah batu bara dan sawit dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang merupakan aturan turunan dari Undang-undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Limbah limbah batu bara tersebut adalah fly ash dan bottom ash (FABA), atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), boiler, dan tungku industri untuk bahan baku atau keperluan sektor konstruksi.
Sedangkan limbah sawit yang dimaksud berasal dari hasil penyulingan atau yang biasa dikenal dengan spent bleaching earth (SBE).
Dalam Pasal 458 (3) Huruf C PP juga disebutkan bahwa FABA dari kegiatan PLTU dan kegiatan lainnya dapat dimanfaatkan.
“Pemanfaatan limbah nonB3 sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan Limbah nonB3 khusus seperti fly ash batubara dari kegiatan PLTU dengan teknologi boiler minimal CFB (Ciraiating Fluidi”zed Bed) dimanfaatkan sebagai bahan baku kontruksi pengganti semen pozzolan,” demikian bunyi pasal terkait, sebagaimana dilansir CNN Indonesia.
Sementara terkait SBE, tercantum dalam daftar limbah nonB3 pada lampiran XIV PP 22/2021 dengan kode N108.
“Proses industri oleochemical dan/atau pengolahan minyak hewani atau nabati yang menghasilkan SBE hasil ekstraksi (SBE Ekstraksi) dengan kandungan minyak kurang dari atau sama dengan 3 persen,” bunyi penjelasan limbah spent bleaching earth di Lampiran XIV PP Nomor 22 Tahun 2021.
Sebelumnya, usulan mengeluarkan limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara atau FABA dari daftar B3 disuarakan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Sementara itu, Manager Kampanye Perkotaan dan Energi Walhi Dwi Sawung menilai aturan dalam PP 22/2021 sangat berbahaya lantaran dikeluarkannya sejumlah limbah hasil tambang dan perkebunan dari kategori B3.
“Kita lihat ini kerugian buat lingkungan dan masyarakat, jadinya bisa bebas digunakan untuk apa saja dan itu sangat berbahaya,” kata Sawung, Jumat (12/3), lansir CNN Indonesia.
Menurutnya, limbah-limbah itu harusnya tetap dalam daftar B3 karena mengandung zat-zat karsinogenik atau pemicu kanker. Sehingga, pemerintah bisa mengendalikan dampak pencemaran lingkungan dan kesehatan warga.
“Selain jumlah, ada sumbernya yang mengandung radioaktif, merkuri tinggi, beda-beda, makanya dimasukin B3. Jadi, kalau mau dimanfaatkan, harus diuji dulu,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)