GAZIANTEP (Arrahmah.id) – Setidaknya 30% warga Suriah ingin kembali ke negara mereka dalam waktu dekat, kata Presiden Bulan Sabit Merah Turki (Kızılay) Fatma Meriç Yılmaz pada upacara penandatanganan protokol bantuan kemanusiaan di kantor Pemerintah Kota Metropolitan Gaziantep pada Jumat (14/2/2025).
Yılmaz berkata: “Saat ini, babak baru telah dimulai di Suriah. Sebagai rakyat Turki, kami telah melakukan yang terbaik untuk menampung saudara-saudari Suriah kami selama 13 tahun terakhir. Sekarang, kami telah bersatu untuk mendukung mereka yang ingin kembali dengan cara yang aman, sukarela, dan bermartabat.”
Ia menyoroti bahwa Kızılay melayani 4,5 juta orang di Suriah utara, yang telah mencegah mereka untuk datang ke Türki. Namun, tujuan baru ini adalah untuk memperluas layanan ini lebih jauh ke selatan.
“Beberapa kebutuhan melibatkan renovasi; terkadang, ini tentang membuka toko amal. Kami terus berkolaborasi dalam upaya ini. Hari ini, kami telah menerima dukungan signifikan dari Pemerintah Kota Metropolitan Gaziantep,” imbuh Yılmaz, seperti dilansir Daily Sabah (14/2).
Wali Kota Gaziantep Fatma Şahin menekankan pendekatan mereka berdasarkan hubungan “Ansar-Muhajir”, dengan menyatakan: “Baik masyarakat sipil maupun tata kelola kota Türki telah mendukung kebijakan negara melalui sistem segitiga, yang membentuk model Gaziantep.”
Ia menjelaskan bahwa mereka membersihkan 80 truk sampah di Jarablus, memulihkan infrastruktur penting seperti listrik, air, dan toko roti, serta membangun helipad untuk mendukung proses pengembalian yang aman.
“Saat ini, 200.000 orang tinggal di Jarablus. Kami sekarang ingin menerapkan model yang sama di kota saudara kami, Aleppo,” kata Şahin.
Protokol yang ditandatangani setelah pidato tersebut memungkinkan kolaborasi di bidang pendidikan, pusat penanganan dampak, layanan darah, tanggap bencana, dan layanan sosial.
Protokol ini juga memperkuat dukungan bagi kelompok rentan, pengelolaan sumber daya, daur ulang limbah, dan berbagai program bantuan.
Selain itu, lembaga-lembaga akan bekerja sama dalam logistik darurat, penelitian ilmiah, dan inisiatif budaya dan sosial, untuk memastikan bantuan bagi mereka yang memilih untuk kembali secara sukarela.
Hubungan Ansar-Muhajir berasal dari sejarah Islam awal dan mengacu pada ikatan yang kuat antara Muhajir, yang mencari perlindungan di Madinah setelah menghadapi penganiayaan berat di Mekkah, dan kelompok Ansar yang dengan murah hati berbagi rumah, makanan, dan kekayaan mereka dengan Muhajirun.
Sekarang konsep ini sering digunakan saat ini untuk menggambarkan masyarakat tuan rumah yang membantu para migran atau pengungsi di masa krisis. (haninmazaya/arrahmah.id)