ANKARA (Arrahmah.com) –– Jutaan warga Turki di seluruh penjuru negeri memperingati 83 tahun wafatnya Mustafa Kemal Ataturk, pemimpin perang kemerdekaan yang mendirikan Republik Turki.
Seperti biasanya, dilansir Anadolu Agency (10/11/2021), kegiatan sehari-hari berhenti pada pukul 9.05 pagi waktu setempat, sirene meraung untuk menandai kematian Ataturk pada usia 57 dan jutaan orang di seluruh negeri mengheningkan cipta selama dua menit.
Ataturk lahir pada 1881 di kota Thessaloniki, Yunani, yang pada waktu itu merupakan wilayah Kekaisaran Ottoman.
Pendidikan militernya dimulai pada 1893 ketika dia terdaftar di sebuah sekolah militer di Thessaloniki.
Dia melanjutkan pendidikannya di Akademi Militer Istanbul dan kemudian lulus sebagai letnan dua pada 1902.
Dengan keterampilannya yang luar biasa, Ataturk dengan cepat naik pangkat menjadi kapten pada 1905.
Tahun 1911 menandai titik penting dalam kehidupan Ataturk, ketika dia bertarung melawan Italia di Tripoli dan meraih kemenangan yang menentukan.
Dia membuktikan keahliannya di bidang militer. Namun, kesuksesan besar ini tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang terjadi di masa depan.
Ataturk sangat dihormati bawahannya karena pekerjaannya yang luar biasa setelah dimulainya Perang Balkan pada 1912.
Dia memainkan peran penting dalam merebut kembali provinsi Dimetoka dan Edirne.
Pada 1914, Perang Dunia I dimulai dan aliansi mengerahkan tentara di semenanjung Gallipoli dan kemudian pertempuran Dardanella (Canakkale) dimulai.
Ataturk dan tentara Turki mengukir sejarah dengan menunjukkan perlawanan yang luar biasa.
Perintah Ataturk kepada tentaranya selama perang masih bergema di hati semua warga Turki: “Aku tidak memerintahkanmu untuk menyerang, aku memerintahkanmu untuk mati!”
Dia terus bersinar selama bertugas di Provinsi Edirne dan Provinsi Diyarbakir pada 1916, ketika dia mendapatkan gelar Mayor Jenderal.
Ataturk berperang melawan tentara Inggris di Damaskus pada 1918 dan berhasil memenangkannya.
Setelah pendudukan Istanbul oleh sekutu, pada 1919, Ataturk ditugaskan ke Provinsi Samsun sebagai inspektur pasukan ke-9, yang kemudian mengubah hidupnya dan Turki.
Setelah dia mengatakan bahwa pembebasan negara dari pasukan penjajah hanya bisa dimungkinkan melalui kehendak rakyat, dia menggelar dua kongres – di Provinsi Sivas dan Erzurum – untuk membahas perang kemerdekaan dan masa depan negara.
Pada 23 April 1920, Majelis Nasional Besar Turki didirikan dan Ataturk terpilih sebagai kepala pemerintahan dan ketua parlemen, yang memungkinkannya untuk mengadopsi undang-undang yang penting untuk mengalahkan pasukan penjajah.
Pertempuran kemerdekaan Turki dimulai pada 15 Mei 1919, ketika peluru pertama melawan pasukan Yunani ditembakkan oleh Hasan Tahsin, jurnalis Turki yang gugur tak lama setelah itu.
Tentara Turki, di bawah kepemimpinan Ataturk, memenangkan pertempuran luar biasa melawan pasukan penjajah – Pertempuran Inonu pertama dan kedua, Sakarya, Serangan Besar – hingga Perjanjian Lausanne ditandatangani pada 24 Juli 1923.
Prestasi luar biasa di medan perang membawa Turki pada kemerdekaan dan akhirnya Republik Turki resim berdiri. pada 29 Oktober 1923.
Dia kemudian membubarkan Kekhalifahan Ottoman dan mengganti berbagai hukum syariat Islam dengan hukum Turki.
Ataturk menjadi presiden pertama republik itu hingga 10 November 1938, ketika dia wafat di Istanbul pada usia 57 tahun karena penyakit sirosis.
Sebagai tradisi, warga Turki mengunjungi makamnya di Ankara setiap 10 November dan untuk memberikan penghormatan kepada sang negarawan. (hanoum/arrahmah.com)