ANKARA (Arrahmah.com) – Pihak berwenang Turki menangkap lebih dari 1.000 orang pada Rabu (26/4/2017) yang mereka katakan telah secara diam-diam menyusup ke dalam institusi kepolisian di seluruh negeri atas nama seorang ulama yang berbasis di AS yang disalahkan oleh pemerintah karena upaya kudeta yang gagal pada Juli lalu, lansir Reuters.
Sapu bersih nasional tersebut merupakan salah satu operasi terbesar dalam beberapa bulan terakhir terhadap para pendukung Fethullah Gulen, mantan sekutu Presiden Tayyip Erdogan yang sekarang dituduh oleh pemerintah karena berusaha menjatuhkannya secara paksa.
Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu mengatakan tindakan keras semalam (23/4) menargetkan jaringan Gulen “yang menyusup ke kepolisian”. Soylu menamakan mereka sebagai “imam rahasia”.
“Seribu sembilan imam rahasia telah ditahan sejauh ini di 72 provinsi, dan operasi masih berlangsung,” katanya kepada wartawan di Ankara.
Setelah kudeta Juli lalu gagal, pihak berwenang menahan 40.000 orang dan memecat 120.000 staf dari berbagai profesi termasuk tentara, polisi, guru dan pegawai negeri, karena dugaan keterkaitan dengan kelompok teroris.
Penahanan terbaru terjadi 10 hari setelah pemilih mendukung rencana untuk memperluas wewenang Erdogan dalam sebuah referendum yang diklaim partai oposisi dan pemantau pemilihan Eropa telah disesaki oleh penyimpangan.
Referendum tersebut memecah belah Turki. Kritikus Erdogan lebih jauh mengkhawatirkan bahwa Turki sedang mengadopsi otoritarianisme, dimana pemimpin yang mereka anggap tunduk pada demokrasi dan sekularisme Turki modern.
Erdogan berpendapat bahwa memperkuat kepresidenan akan mencegah ketidakstabilan yang terkait dengan pemerintah koalisi, pada saat Turki menghadapi banyak tantangan termasuk ancaman keamanan dari militan Islam dan Kurdi.
“Di Turki, ada percobaan kudeta dengan tujuan menggulingkan pemerintah dan menghancurkan negara,” katanya kepada Reuters dalam sebuah wawancara Selasa malam (25/4).
“Kami mencoba untuk membersihkan anggota FETO di dalam angkatan bersenjata, di dalam peradilan dan di dalam kepolisian,” katanya, mengarah pada Organisasi Teror Gulenis, nama yang telah diberikan pemerintah kepada pendukung Gulen.
Presiden membandingkan perjuangan melawan Gulen dengan pertempuran negara melawan ISIS dan militan PKK Kurdi.
“Kami akan terus berjuang atas nama demokrasi, hak asasi dan kebebasan, tapi pada saat bersamaan kami akan terus berjuang melawan PKK, FETO dan organisasi teroris lainnya seperti Daesh (ISIS),” lanjutnya.
“Kami akan terus berkomitmen untuk menjalaninya.”
Penahanan massal segera pasca upaya kudeta tersebut didukung oleh banyak warga Turki, yang setuju dengan Erdogan saat dia menyalahkan Gulen karena mendalangi aksi kekerasan yang menewaskan 240 orang dan kebanyakan warga sipil. Namun pada saat yang sama, aksi kritik pemerintah atas penangkapan itupun terus meningkat
Banyak kerabat dari mereka yang ditahan atau dipecat sejak bulan Juli mengatakan bahwa mereka tidak ada hubungannya dengan usaha bersenjata untuk menggulingkan pemerintah, dan hanya menjadi korban pembersihan yang dirancang untuk memperkuat kontrol Erdogan. (althaf/arrahmah.com)