ANKARA (Arrahmah.com) – Kementerian Luar Negeri Turki mengecam pernyataan “Sparatisme Islam” yang dilontarkan oleh Presiden Prancis, Emmanuel Macron, karena dianggap memiliki pendekatan yang menyimpang dan berusaha untuk mengontrol komunitas imigran Eropa melalui konsep yang dibuat-buat.
“Tidak ada siapapun yang berhak untuk menundukkan agama kita yang mulia, yang mana namanya memiliki makna “damai”, dengan berusaha untuk menyalahkan dan menganggapnya sebagai hal menyimpang dengan kedok untuk mencoba menerangkannya,” ujar pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Turki.
Kementerian melanjutkan dengan mengatakan bahwa undang-undang yang diusulkan tidak akan memberikan solusi untuk masalah yang dihadapi Prancis, tetapi hanya akan memberikan masalah yang jauh lebih rumit.
“Negara tidak memiliki hak untuk menentukan ibadah suatu agama dan interpretasi yang dianut oleh umatnya melalui undang-undang,” kata Kementerian, merujuk pada konsep seperti Islam Eropa dan Islam Prancis yang bertentangan dengan ketentuan hak asasi manusia.
Kementerian juga menyatakan bahwa pola pikir di balik undang-undang tersebut merupakan buah dari pemikiran yang salah tentang fakta sosiologis dan sejarah, yang kemudian melahirkan xenofobia, rasisme, diskriminasi dan kebencian anti-Muslim.
Pernyataan tersebut dilanjutkan dengan menyarankan bahwa negara Prancis hendaknya merangkul retorika yang lebih konstruktif yang akan memenuhi kebutuhan sosial agama dan etika, dari pada melihat masyarakat dan masalah agama hanya dari perspektif keamanan.
“Kami akan terus mengikuti proses mengenai RUU ini dan akan terus menyuarakan kerugiannya kepada Prancis baik dalam platform bilateral maupun multilateral,” pungkas Kementerian Luar Negeri Turki, sebagaimana dilansir Daily Sabah pada Ahad (4/10/2020).
Pada Jumat (2/10) Macron berjanji untuk melawan “sparatisme Islam” dengan mengatakan bahwa “Islam adalah agama yang berada dalam krisis dunia”.
Dia juga mengumumkan bahwa pemerintah saat ini siap untuk mengajukan RUU pada Desember mendatang untuk memperkuat Undang-Undang 1905. (rafa/arrahmah.com)