ANKARA (Arrahmah.com) – Turki mengkritik Kosovo karena berjanji akan membuka kedutaan besar di Yerusalem, dengan mengatakan bahwa tindakan itu melanggar resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional.
“Komitmen Kosovo yang dipertanyakan adalah pelanggaran hukum internasional, khususnya resolusi PBB yang diadopsi mengenai masalah ini,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Hami Aksoy dalam pernyataan tertulisnya, Senin (1/2/2021).
Kosovo dan “Israel” secara resmi menjalin hubungan diplomatik dengan kesepakatan yang ditandatangani pada Senin (1/2).
Menteri Luar Negeri “Israel” Gabriel Ashkenazi mengatakan dia menyetujui “permintaan resmi Kosovo untuk membuka kedutaan besar di Yerusalem”.
Aksoy menambahkan bahwa langkah yang diambil oleh Kosovo tidak akan membantu perjuangan Palestina dan akan merugikan visi solusi dua negara.
Jika itu terjadi, Kosovo akan menjadi negara ketiga yang membuka kedutaan besar di Yerusalem setelah AS dan Guatemala.
Pembentukan hubungan antara Kosovo dan “Israel” didahului dengan kesepakatan normalisasi hubungan yang dicapai dalam beberapa bulan terakhir antara negara Yahudi dan empat negara Arab, Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko.
Pada 2017, dua pertiga dari negara anggota PBB menolak keputusan Presiden Donald Trump agar AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota “Israel”. Secara keseluruhan, 128 negara memilih untuk mempertahankan konsensus internasional bahwa status Yerusalem hanya dapat diputuskan melalui negosiasi damai antara Zionis “Israel” dan Palestina. Hanya delapan negara yang mendukung AS dalam pemungutan suara tidak pada resolusi yang diadakan di Majelis Umum PBB (UNGA), di antaranya Guatemala dan negara Amerika Tengah lainnya, Honduras.
Turki menyatakan kemarahannya atas keputusan itu, karena pihak berwenang menunjuk ke Yerusalem sebagai “garis merah” bagi negara itu.
Ankara menanggapi apa yang disebut “Kesepakatan Abad Ini” oleh Presiden AS Donald Trump, yang menyatakan bahwa rakyat dan tanah Palestina tidak untuk dijual.
Turki adalah salah satu negara pertama yang mengakui Kosovo, yang mendeklarasikan kemerdekaannya dari Serbia pada 2008 dan mendukung negara itu untuk diakui oleh komunitas internasional. (Althaf/arrahmah.com)