ANKARA (Arrahmah.com) – Laut Mediterania berubah menjadi kuburan bagi mereka yang meneyelamatkan diri dari perang, ungkap Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, Senin (24/8/2018).
“Biarkan saya menggarisbawahi kenyataan yang mengerikan ini. Laut Mediterania, tempat lahirnya peradaban selama berabad-abad, menjadi kuburan bagi orang-orang yang putus asa,” kata Cavusoglu dalam pidatonya pada acara Majelis Umum PBB yang diberi judul “Global Compact on Refugees: Sebuah Model untuk Solidaritas dan Kerja Sama yang Lebih Besar.
Cavusoglu mengatakan, secara global ada sekitar 260 juta migran, lebih dari 68 juta orang terlantar dan lebih dari 25 juta pengungsi.
“Angka-angka ini terus meningkat karena berbagai alasan seperti kelaparan, kelaparan, perang sipil, terorisme dan ketidakstabilan politik. Dalam hal ini, pemerintah tidak bisa mengabaikan masalah ini,” kata Cavusoglu.
“Anak-anak mati yang tergeletak di pantai adalah hal yang memalukan bagi seluruh dunia dan kemanusiaan,” tandasnya.
Cavusoglu menegaskan, Turki tidak meninggalkan orang-orang tak berdosa itu jatuh ke tangan rezim “brutal” Assad atau kelompok teror ISIS atau PKK / YPG, saat ia menyoroti upaya Turki untuk mengurangi krisis.
“Kami telah menyediakan tempat tinggal bagi semua orang yang mencari perlindungan internasional di wilayah kami tanpa mempertimbangkan perbedaan etnis, agama atau sektarian,” katanya.
Bagian dari perlindungan yang disoroti oleh Cavusoglu adalah fakta bahwa Turki telah menghabiskan lebih dari $ 32 miliar dari sumber keuangannya sendiri untuk memelihara pengungsi.
Dana tersebut, jelasnya, termasuk layanan pendidikan, kesehatan dan psikologis kepada individu yang membutuhkannya.
“Sayangnya, beban berat konsekuensi kemanusiaan dari perang Suriah telah dipikulkan di pundak Turki. Komitmen-komitmen dari negara-negara lain belum dipenuhi. Seruan kami untuk lebih banyak turun menanggung beban dan berbagi tanggung jawab hanya sampai di telinga-telinga yang tuli,” tandasnya.
“Namun, kami terus melanjutkan pendekatan kemanusiaan,” kata Cavusoglu. “Kami telah menunjukkan sikap seperti itu dalam krisis Idlib terbaru.”
“Kami telah menunjukkan bahwa sambil mempertahankan tekad kami dalam memerangi terorisme, kami juga dapat melindungi warga sipil dan daerah pemukiman. Berkat upaya tersebut, kami juga telah secara signifikan mengurangi aliran migrasi baru ke Turki dan negara-negara Uni Eropa dari Suriah,” tambahnya.
Pada September 2015, balita Suriah berusia 3 tahun, Aylan Kurdi, ditemukan terdampar di pantai Turki, memicu kecaman internasional soal krisis pengungsi di Eropa.
Lebih dari 1.500 orang, termasuk banyak anak-anak, meninggal di laut pada 2018 dalam perjalanan yangserupa dengan yang dilakukan Aylan dan keluarganya.
(ameera/arrahmah.com)